Bab 30 •Believe In Yourself•


Pagi ini, ruangan aula disibukkan oleh sebagian murid Snasa yang akan mengikuti kompetisi Snasa Yours Evaluasi. Dan teruntuk Kinnas, sejak tadi ia kerap mondar-mandir tak tentu arah seraya meremas ujung rok dan jemari bergantian. Tangan kirinya menggenggam buku catatan--hasil rangkuman materi penting yang ia buat sendiri. Meskipun Kinnas sudah siap bertempur dengan beberapa soal, tetap saja ia tidak bisa meredakan detak jantungnya yang semakin menggila.

“Kinnas.”

Adrea datang, kemudian menunduk, memegang dua pundak Kinnas sambil mengatur napasnya. “Kau dari mana saja?” tanya Kinnas heran.

“Aku dari kamar mandi. Perutku mulas sejak tadi.” Adrea mendongak lalu mengernyit. “Aku cepat-cepat datang karena takut jika kompetisinya sudah dimulai.”

Kinnas tertawa pelan. “Belum, Dre. Tenang saja.”

Adrea menyengir, tak ayal memeluk Kinnas secara tiba-tiba. Tidak terlalu erat, tetapi cukup hangat. Sedikit menenangkan rasa gugup Kinnas yang tidak juga hilang sedari subuh tadi. Ia lekas membalas perlakuan Adrea, dengan perlahan. Sama-sama mengusap punggung masing-masing, seolah memberitahu kalau semuanya akan baik-baik saja.

“Kau harus percaya diri, Kin. Percaya pada kemampuan otak cemerlangmu,” ujar Adrea setelah menyudahi pelukan keduanya.

Lantas Kinnas tersenyum. “Terima kasih, Adrea.”

Adrea mengangguk. Namun, tak lama setelahnya, pengeras suara berbunyi untuk memerintahkan semua peserta SYE guna memasuki ruangan aula. Kinnas langsung melambaikan tangannya pada Adrea seraya melangkah ke dalam ruangan. Mencoba mengatur napas dan mempersiapkan diri, Kinnas duduk di salah satu kursi yang telah ditentukan.

Telinganya fokus mendengarkan kepala sekolah yang sedang berbicara di depan sana. Lalu, mereka diberi arahan oleh guru pembimbing mengenai aturan dalam mengerjakan soal. Kinnas menelan ludah, ia membaca beberapa pertanyaan pada tiga lembar kertas yang baru saja didapatkan. Dengan penuh keyakinan, Kinnas mulai menggenggam pensil, menjawab soal satu-persatu.

Detik, menit, jam. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Tiga juara, diumumkan saat itu juga. Kinnas mendengarkan amat saksama, bahkan ikut bertepuk tangan memeriahkan. Hingga, semua peserta diperbolehkan keluar dari ruangan aula dengan ekspresi bermacam-macam. Dalam diam, langkah kaki Kinnas membawanya ke arah gedung utama, lantai tiga. Terus berjalan sampai ia tiba di dugout, yang telah berisi kelima temannya.

“Bagaimana, Kin?” Adrea langsung menghampiri Kinnas dengan sedikit berlari.

Deyna yang sedang mewarnai kuku Cahya pun tersentak, karena gadis di depannya segera berdiri untuk mendekati Kinnas. “Apakah soal-soalnya susah?” tanya Cahya.

“Kinnas, kau terlihat berkeringat,” ujar Deyna selepas berdiri di tengah-tengah Adrea dan Cahya.

“Apa hasilnya sudah keluar?” Arsen ikut bergabung pada kumpulan gadis di ambang pintu.

“Ayolah, biarkan Kinnas duduk lebih dulu.” Louis bersuara, ia kemudian mengarahkan tangannya agar semua temannya menempati kursi di meja yang sama dengannya. Beruntungnya, dugout sedang sepi, hanya berisi mereka berenam.

Akhirnya Kinnas duduk. Kanan-kiri-nya diapit oleh Adrea dan Cahya, sedangkan tiga lainnya menempati kursi dengan posisi berlawanan. Semuanya tidak bersuara, melainkan menatap Kinnas lekat. Sedangkan yang ditatap masih mengatur napasnya sambil mengelap peluh menggunakan sapu tangan pemberian Deyna. Dirasa sudah tenang, Kinnas lekas mendongak lalu tersenyum.

“Aku masuk tiga besar.”

Seketika, semua yang ada di sana bersorak gembira. Adrea dan Cahya reflek memeluk Kinnas dari samping, sedangkan Deyna turut menghampiri guna mendekap dari belakang. Louis terkekeh bersama Arsen yang tidak berhenti bersiul. Yang Kinnas katakan merupakan kabar baik, sangat baik.

•••

TX rink. Adrea tidak menyangka ia akan kembali berada di sini, sebagai salah satu peserta Tora Figure Skating Champion. Sudah hampir sepuluh menit, Adrea berdiri dari balik railing, mengamati peserta lainnya yang tengah tampil. Mereka luar biasa, dan Adrea mengakui itu. Sempat gusar serta tidak percaya diri, gadis memakai kostum serba biru itu menoleh setelah Jasmine menggenggam kedua tangannya.

“Tarik napas, embuskan. Tenangkan dirimu, percayalah semuanya akan berjalan lancar.” Kalimat yang diucapkan Jasmine sedikit membuat Adrea tenang.

Detik berikutnya, Adrea meminta izin guna kembali ke kursi--yang disediakan khusus untuk para peserta, kemudian mendaratkan bokongnya di sana. Ia mengambil cermin kecil dari dalam ransel, memindai wajahnya yang diberi polesan make-up tipis. Rambut ikal yang biasanya tergerai pun kini digelung rapih. Sesaat, Adrea meletakkan kembali kaca bening itu ke tempat semula, berlanjut mengatur napasnya sesuai saran Jasmine.

Di bagian penonton, Adrea bisa melihat kelima teman dekatnya tengah memberi semangat untuknya. Namun, di antara banyaknya orang, Adrea tidak menemukan kehadiran ayahnya. Dan seingatnya, ia dan Kelan tidak sedang dalam selisih tegang ataupun pertengkaran lainnya. Benaknya lekas berharap, kalau ayahnya akan datang tepat saat Adrea sedang tampil.

“Adrea, setelah ini giliranmu.” Jasmine datang menghampiri.

“A-aku sedikit gugup--”

“Tidak apa-apa, itu hal wajar. Ini pertama kalinya setelah dua tahun lamanya.” Jasmine memegang dua pundak Adrea, sedikit meremasnya.

Tidak ada hal lain yang Adrea lakukan selain mengangguk patuh. Ia sontak berdiri untuk mempersiapkan diri karena sebentar lagi namanya akan dipanggil. Tak perlu menunggu waktu lama, sebab kini Adrea sudah menapaki permukaan es.

Kala mendongak, ia bisa melihat bahwa semua orang tengah memandangnya saat ini. Di tengah-tengah, Adrea berdiri  membentuk kaki seperti huruf 'v', sesuai formasi. Setelahnya, musik terdengar. Awalan bagi gadis itu untuk melakukan gerakan sesuai latihannya selama ini.

Layback spin, Adrea menekuk kaki kanan ke belakang sambil berputar. Berlanjut, Adrea juga melakukan flying camel, di mana gadis itu melompat dengan posisi unta ke depan. Kemudian spin bielmann, Adrea mengangkat kakinya ke atas kepala, dan menyentuh skate blade ketika berputar.

Tak terasa, tiba puncaknya tatkala Adrea akan melakukan teknik lompatan. Dan di saat yang sama, Kelan datang sembari membawa satu buket bunga. Sekilas, Adrea menyadari kehadiran sang ayah. Lekas gadis itu berusaha untuk membangun keberanian karena akan melakukan lompatan axel.

Adrea berseluncur ke depan seraya menambah kecepatan. Seketika, lutut kanannya terangkat sekaligus mendorong kaki kiri untuk meluncurkan diri dari atas permukaan es. Di udara, dengan tekad yang kuat, Adrea sempat memejamkan. Mengingat usaha dan kesulitan demi karirnya sebagai figure skater, Adrea memutuskan berputar sebanyak dua kali. Hingga, gadis itu mendarat begitu mulus.

Hampir menangis, Adrea memindai ayahnya yang telah berdiri kemudian bertepuk tangan. Ia senang, terharu, atau apalah itu, semuanya seolah menjadi satu. Adrea merasakan kelegaan di hatinya selepas ia berhasil melawan rasa takut dari bayang-bayang mengerikan. Karena kepercayaan dirinya, Adrea bisa. Terbukti kalau Adrea mampu.

“Kau luar biasa, Adrea.” Jasmine merangkul anak didiknya dengan begitu bangga.

“Terima kasih. Ini juga berkat dirimu, Coach Jasmine.” Adrea tersenyum simpul.

Sebagai peserta yang tampil menuju akhir, tidak perlu menunggu waktu lama untuk mendengar pengumuman juara satu, dua, dan tiga. Kali ini, Adrea tak mau berharap lebih. Ia akan menerima dapat atau tidak nanti perihal mendali. Adrea merasa cukup puas, ia sudah menyadari akan kemampuannya sendiri.

Namun, semesta sedang berbaik hati sepertinya, atau mungkin saja Adrea memang pantas mendapatkannya. Karena kini ia sedang berdiri di atas podium, menginjak benda keras bertulisan angka '3'. Adrea kembali tersenyum, ia sangat bersyukur.

Berbagai macam ucapan selamat ia dapatkan. Dari kelima teman dekatnya, serta sang ayah yang sempat memiliki ikatan kurang baik. Adrea langsung tersentak tatkala Kelan memeluknya begitu erat. Hanya sesaat, sebab setelahnya Adrea menangis, begitu juga Kelan. Mereka seperti mencurahkan seluruh perasaan yang tidak bisa diuraikan dengan kata-kata.

Dalam keadaan mata sembap, Adrea melihat Belinda dan Sheren dari kejauhan. Mengingat hubungan mereka yang semakin merenggang, Adrea hanya bisa menampilkan senyuman. Ia tidak bisa merubah masa lalu, dan tak bisa menyangkal kalau ibu sambungnya lah yang telah meyakinkan Kelan--perihal melanjutkan karir Adrea sebagai figure skater. Mungkin saja, Adrea butuh tambahan waktu untuk bisa menerima.

“Aku tidak tahu harus mengatakan apa, Dre. Yang jelas, kau sangat luar biasa.”

“Terima kasih. Aku terharu, sangat terharu, Kin.”

Kinnas menyentuh pundak Adrea. “Senang bisa bertemu denganmu, menjadi temanmu, menjadi partner ... perempuan 'pemilik'.”

Adrea menoleh lalu terkekeh. “Ya, opsi terakhir adalah alasan mengapa sekarang kita bisa dekat. Dan aku tidak menyesalinya.”

“Aku juga.”

“Tapi, berhasil memberi kita banyak sekali pelajaran.”

“Dan, jangan sampai kita mengulanginya.”

Keduanya tertawa, berjalan beriringan di sekitaran area parkir sembari menautkan tangan masing-masing. Mereka menceritakan ini-itu, merencanakan hari esok, mengenang yang dulu. Ibaratkan melaut di tengah badai, keduanya berhasil sampai ke pelabuhan. Mungkin terdengar sulit, tetapi, cobalah untuk percaya pada dirimu sendiri.



Masih ada epilog ☺️👇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top