Chapter 6 - The Truth

"Astaga!" seru Mr. Grecell.

"Tidak mungkin," ucap Sean. Ia langsung mendekatkan buku itu padanya dan membaca, mencari informasi mengapa wajah Anastasia bisa serupa dengan wajahku.

"Mustahil," aku berbisik. Jatuh terduduk di kursi Mr. Grecell karena kedua kakiku mulai lemas.
Sean mendongak, menatap Mr. Grecell serius. "Apa Anda punya teori, Mr. Grecell?"

"Yah ...," balas pria itu. Ia mengambil buku itu dari Sean untuk memperhatikan wajah Anastasia sekali lagi. "Penjelasan paling mungkin adalah reinkarnasi, walau aku sendiri tidak terlalu mempercayai hal itu. Namun, apalagi teori yang lebih mungkin?"

Abangku tampak sangsi.
"Jadi Anda juga akan bilang kalau Ann dan buku ini memiliki keterkaitan masa lalu atau mungkin ada dorongan alam bawah sadar hingga Ann menemukan buku ini? Begitu?"

Mr. Grecell mengangguk. "Secara teori begitu."

Sean menatap Mr. Grecell dengan sorot merendahkan. Pria itu tidak tahu karena hidungnya sudah menghadap buku lagi. Kini ia lebih bersemangat membuka lembar demi lembar, menyerap semua informasi yang ada mengenai keluarga Nikholai, terutama Anastasia. Beberapa kali jari Mr. Grecell harus mendorong kacamatanya ke atas agar tetap di tempat sebab ia membaca begitu dekat saking seriusnya---tulisan di buku itu memang kecil-kecil---hingga kacamatanya melorot menuruni hidung.

Aku tak menyalahkan Mr. Grecell karena teorinya yang kurang masuk akal itu walau ia sendiri juga kurang yakin dengan adanya reinkarnasi. Terlalu berimajinasi, terlalu konyol. Kali ini aku setuju dengan Sean. Hidupku bukan cerita fiksi atau dongeng anak kecil yang penuh keajaiban dan hal tak logis lainnya. Ini nyata.

Guru sejarahku masih sibuk membaca. Dilihat dari kerutan di keningnya aku tahu hasil yang ia dapat kurang memuaskan. Sementara Sean menopang kepalanya dengan sebelah tangan. Tangan yang sebelah lagi ia gunakan untuk mengetuk meja, merasa bosan.

Mulutku masih terlalu syok untuk berbicara, tetapi aku bisa mendengar semua percakapan mereka tadi. Ada satu fakta yang mereka tidak ketahui karena aku berbohong. Mengenai bagaimana aku bisa mendapatkan buku ini, mereka belum tahu tentang keberadaan hantu Tatiana yang menuntunku pada sejarah keluarga Nikholai dan peristiwa kelamnya. Haruskah aku memberitahu?

"Teman-teman," panggilku, dengan suara tercekik di tenggorokan, "ada yang perlu kalian ketahui mengenai hal ini." Sean dan Mr. Grecell menoleh.

Aku menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan untuk menenangkan diri. "Sebenarnya, aku tidak secara tiba-tiba---atau dengan dorongan alam bawah sadar seperti katamu, Sean---menemukan buku itu. Ada yang memberitahu aku letaknya. Hanya saja ia bukan ... manusia biasa."

Hantu bukan manusia biasa, benar 'kan?

"Maksudmu?" tanya Sean.

"Ia itu hantu. Hantu Tatiana lebih tepatnya karena wajahnya mirip dengan lukisan Tatiana dalam foto keluarga Nikholai di buku ini." Aku mengambil buku tebal itu dari tangan Mr. Grecell dan membolak-balik halamannya mencari lukisan keluarga Nikholai untuk kutunjukkan.

Mr. Grecell tampak kagum. "Kau bisa berbicara dengan hantu dari tokoh sejarah? Apa saja yang sudah ia ceritakan?"

"Tidak ada, hantu Tatiana sepertinya bisu," jawabku seraya menggeleng. Sekarang aku jadi ragu untuk memakai istilah hantu.

Sean bertanya lagi, "Lalu bagaimana kau bisa yakin kalau hantu itu benar-benar Tatiana? Selain dari kemiripan wajah mereka maksudku. Apakah kau sadar? Secara teori hantu itu adalah kakakmu, jika benar bahwa kau adalah reinkarnasi Anastasia. Dan seharusnya kau memiliki kemampuan sihir, tetapi kau tidak punya." Ia menyipitkan mata pada Mr. Grecell ketika mengatakan Anastasia.

"Baik-baik," kataku akhirnya, "Bagaimana jika kita tidak menyebutnya hantu Tatiana, tetapi sosok T sampai teori ini terbukti?"

"Aku setuju saja," sahut Mr. Grecell. Sean diam, tetapi kuanggap itu sebagai tanda persetujuan.

Tangannya menggapai-gapai ke arahku. "Sini, aku ingin lihat bagaimana rupanya agar bisa membayangkan ketika kau menceritakan sosok T." Sean sepertinya masih kurang percaya dengan adanya sosok T karena ada sesuatu di ekspresinya yang mengatakan itu.

Kuberikan buku itu padanya setelah berdecak kesal. Sean menerimanya dan langsung mengarahkan pandangan pada lukisan keluarga Nikholai mencari yang bernama Tatiana.

"Tatiana berdiri di sebelahku." Sengaja aku menganggap Anastasia sebagai diriku untuk membuatnya kesal. Sean memutar matanya.
Tangannya menunjuk pada wajah Tatiana dan wajahnya langsung berubah. Ekspresi main-main penuh ketidakpercayaan itu melongo dan memberikan tatapan ketidakpercayaan dalam arti yang berbeda. Kalau bisa dibilang, wajahnya sekarang mirip wajahku ketika aku melihat lukisan Anastasia dan Tatiana tadi.

"Sean?" panggilku, "Ada apa?"

"Kau mengenali Tatiana juga." Mr. Grecell bertanya, tetapi nadanya seperti memberi pernyataan.

"Aku ... tidak yakin," jawab Sean masih fokus pada lukisan Tatiana.

"Ha!" Aku tertawa mencela. "Jangan bilang kau adalah reinkarnasi Dimetric, putra pertama Nikholai."
Sean anehnya tidak menanggapi ejekanku. Ia menggeleng pelan.

"Entahlah," katanya, "Aku merasakan perasaan yang aneh ketika melihat wajahnya."

"Perasaan bersalah? Rindu?" tanya Mr. Grecell.

"Bagaimana Anda tahu?" Sean heran.
Mr. Grecell tertawa kecil.

"Sebenarnya aku lebih banyak menangkap kerinduan di wajahmu. Kerinduan yang kau tampakkan seperti kerinduan pada kekasih. Bagaimanapun, aku juga pernah muda, Nak."

Dalam kasus normal mungkin Sean akan menjawab, "Anda baru berusia 40 tahun-an tetapi berlagak seperti sudah berusia ratusan tahun." Namun, tidak. Sean hanya diam sambil menatap lukisan Tatiana dengan merana.

"Bukannya Tatiana menikah dengan Pangeran Lev? Jadi, apakah ini skandal jika kemungkinan Sean merupakan kekasih Tatiana?" Kepalaku pusing sekali.

"Ya, Tatiana memang sempat menikah dengan Lev Knyaz," balas Mr. Grecell. Ia menggunakan kata pangeran dalam istilah zaman itu. "Soal Sean, kita tidak bisa tahu secara pasti karena tidak ada satu pun literatur yang membahasnya."

Ia menambahkan, "Walau aku mengatakan banyak kerinduan di wajah Sean, aku masih tidak yakin apakah itu benar-benar perasaan rindu. Namun, ada sedikit rasa bersalah dalam tatapan Sean yang kuyakini pasti."

Kami semua terdiam, memikirkan teori-teori yang baru saja kami dapatkan. Apakah benar atau salah belum dapat dipastikan. Kini aku merasa kisah Sean lebih menarik daripada kisah pembantaian keluarga Nikholai dalam mimpiku.

Mungkinkah Tatiana menunjukkan ini semua pada kami agar Sean dan aku mencari reinkarnasinya untuk menyatukan Sean dan Tatiana jika mereka benar sepasang kekasih? Lalu bagaimana dengan Lev, apakah ia bereinkarnasi juga?

"Atau mungkin ...," Sean dan Mr. Grecell menoleh, tetapi aku menggeleng. Batal menyampaikan teori yang sekelebat muncul di otakku. Apakah bisa Sean dan Dimetric berteman lalu Dimetric meminta Sean menjaga Tatiana karena mereka berpacaran. Namun, Sean gagal karena Tatiana akhirnya dinikahkan dengan Lev dan malah mati tergantung.

"Mr. Grecell," panggil Sean, "usut tuntas misteri ini. Tentang reinkarnasi Ann dan aku." Mr. Grecell menoleh pada abangku yang sudah terlebih dahulu menatapnya. "Aku mohon."

∆∆∆

Entah apakah penelitian ini bisa dikatakan maju atau justru berubah jalur.

Pada awalnya aku hanya menginkan agar penglihatan-penglihatan aneh yang tidak kudapat dari kemampuan psikometriku berhenti. Memang sekarang aku sudah tidak mendapatkannya lagi, tetapi aku juga tidak tahu apakah penglihatan itu benar-benar berhenti atau sedang menunggu waktu yang tidak tepat tahun depan. Intinya, dari penelitian ini aku berharap Mr. Grecell dapat menemukan alasan mengapa aku bisa mendapatkan visi-visi itu dan cara menghentikannya. Bukannya menambah misteri baru tentang teori reinkarnasi dan segala macam tetek bengek mengenai skandal kisah cinta Sean-Tatiana.

Kini Mr. Grecell lebih mendalami seluruh keluarga Nikholai beserta peristiwa pembantaian itu daripada Anastasia. Ia melahap semua buku sejarah, surat-surat, dan literatur lainnya mengenai sejarah Norvogods dari awal penaklukan wilayah Liev dan sekitarnya oleh Tsar Kuriv.

Baiklah, mungkin Mr. Grecell masih berada di jalur utama penelitian ini. Namun, Sean sama sekali tidak berfokus pada penelitian ini. Kerjaannya semenjak hari di mana buku itu ditemukan hanyalah memandangi lukisan Tatiana. Setiap hari, setiap waktu, selama Mr. Grecell dan aku sibuk mengungkap misteri ini.

Liburan Natal kami gunakan untuk pergi ke perpustakaan sesering mungkin sebelum perpustakaan ini juga tutup karena libur. Mendekati hari terakhir perpustakaan ini buka, Mr. Grecell juga akhirnya melenceng dari tujuan penelitian. Ia malah meneliti tentang kehidupan Norvogods era itu.

Aku kesal. Akhirnya aku memutuskan untuk melakukan penelitianku sendiri di museum dengan mengandalkan kemampuan supernaturalku. Paling tidak sekarang kemampuan itu harus berguna. Selama ini aku melihat terlalu banyak hal yang seharusnya tidak kuketahui karena menyentuh barang yang tidak tepat.

Pilihanku jatuh pada Museum Sejarah Nasional Norvogods di pusat kota karena orang tuaku belum pernah mengajak Sean dan aku kemari. Tidak jauh dari perpustakaan, tetapi cukup jauh bila ditempuh dengan berjalan kaki. Aku juga tidak yakin mereka menyadari kepergianku, jadi biarlah. Aku akan kembali sebelum petang.

Museum ini seperti namanya hanya memberikan informasi mengenai sejarah Norvogods. Aku juga heran sendiri mengapa kami hanya melakukan penelitian di perpustakaan padahal ada bangunan ini yang menyediakan fakta-fakta yang tidak kalah banyaknya.

Tidak banyak pengunjung yang datang kemari saat liburan Natal seperti ini, paling-paling hanya mahasiswa sejarah atau sejarahwan seperti Mr. Grecell. Namun, cukup banyak orang untuk menutupi aksiku menyentuh benda-benda berlabel 'Dilarang Menyentuh'. Semoga mereka tidak berada dalam kotak kaca.

Aku menempatkan diri di belakang rombongan mahasiswa dari universitas lokal yang sedang melakukan tur kunjungan museum. Ada pemandu di paling depan sehingga aku bisa sedikit-sedikit mendengar penjelasan. Jika tidak ada yang memperhatikan dan sedang beruntung, aku dapat menyentuh beberapa hal seperti palu penempa besi, baju perawat, perhiasan-perhiasan, dan lain sebagainya. Kisah mereka cukup unik sebenarnya terutama penempa besi itu. Ia memperlihatkan padaku semua pedang dan ujung tombak yang pernah ia buat. Tombak dan pedang itu sendiri kuhindari, trauma pada mimpiku.

Rombongan mahasiswa tadi sudah hilang entah ke mana ketika aku sedang menyentuh sebuah lauh batu yang bercerita pada kejayaan Norvogods di bawah pemerintahan Tsar Yarofok I.

Aku berjalan sendiri menyusuri museum hingga sampai ke era pemerintahan Tsar Lev Yang Kejam. Tidak ada kisah tentang ayahnya, tsar yang sudah mengeksekusi keluarga Nikholai atau pun kisah mengenai keluarga itu, tetapi aku mendapat fakta mengapa Tsar Lev dicap sebagai tsar yang kejam.

Dari yang aku dapat setelah membaca keterangan di bawah lukisan Lev dalam jubah kebesaran dengan tongkat komandonya, ia bersama Koslov yang merupakan tangan kanannya serta mendiang ayahnya memburu semua penyihir dengan gencar dan juga membunuh siapa pun yang berada di pihak penyihir. Dikatakan pula, jumlah penyihir dan pengikutnya yang dibunuh oleh Lev lebih banyak dari yang dibunuh tsar itu dalam perang.

Ternyata Lev menikah lagi setelah kematian Tatiana. Istri keduanya merupakan putri dari Koslov, Tsarina Lidya. Dari pernikahan kedua ini Lev memiliki seorang putri yang menjadi penyebab kehancuran Norvogods ketika ia menjadi tsarina. Dengan ayah dan kakek yang kejam seperti itu bagaimana ia bisa menjadi orang yang baik?

Aku beralih pada sebuah tongkat komando yang di pajang di sebelahnya. Tongkat itu memiliki panjang 24 inchi dengan diameter 1 inchi yang meruncing ke salah satu ujungnya. Terbuat dari kayu pohon hornbeam. Ujung kepalanya memiliki pahatan kepala serigala dari emas murni dengan kepala kambing jantan di bawahnya yang juga terbuat dari emas. Ini merupakan simbol keluarga Koslov yang diwakilkan kambing yang tunduk pada pemerintahan wangsa Volkov yang digambarkan dengan serigala. Semua itu kubaca dari keterangannya.

Memang ada kepala kambing di bawah kepala serigala itu. Namun, entah mengapa, ada yang aneh dengan kedua tanduknya yang melingkar ke arah serigala. Aku tidak bisa menemukan apa yang aneh. Kemudian aku mendekat untuk melihat ke dalam mulut kambing yang terbuka. Ada pahatan kecil juga di sana, sepertinya berbentuk singa kecil.

"Hei! Dilarang menyentuh barang sejarah," teriak seorang penjaga museum. Membuatku tersadar bahwa tanganku bergerak perlahan mendekati tongkat komando ini.
"Maaf," balasku. Penjaga itu pun berlalu walau ia masih curiga padaku. Jadi kuputuskan saja untuk pulang daripada aku diusir secara paksa karena ketahuan lagi menyentuh barang-barang. Untungnya mereka tidak memergokiku saat awal.

Sean berdecak begitu melihatku kembali duduk di sebelahnya. "Dari mana saja kau?"

"Museum," jawabku singkat.

Kami pulang setelah matahari terbenam. Mama sedang mempersiapkan makan malam, jadi aku memutuskan mandi terlebih dahulu. Namun, betapa terkejutnya aku ketika melihat siapa---atau apa---yang ada di kamarku.

"Bagaimana kau tahu di mana rumahku?" Tatiana hanya tersenyum. "Ah, benar. Kau hantu bisu."

Aku bertanya lagi, "Mengapa kau tidak muncul lagi setelah menunjukkan buku itu padaku? Apa kau hanya datang untuk memberi sedikit petunjuk?" Tatiana mengangguk. "Kalau begitu maukah kau memberi kami sedikit petunjuk lagi? Kami akan ke perpustakaan besok pagi, seperti biasa." Ia kembali mengangguk.

Sosok Tatiana berdiri diam di seberang tempat tidur ketika aku mendudukkan diri di sana. Kupeluk kedua lututku. "Aku ingin menanyakan beberapa hal padamu. Anggukan saja kepalamu jika menjawab ya, dan gelengkan kepalamu jika kau menjawab tidak. Setuju?" Tatiana mengangguk.

"Baiklah, pertanyaan pertama." Aku berpikir, mengurutkan rasa penasaranku dalam bentuk antrian pertanyaan. "Apakah kau benar-benar hantu?" Tatiana menggeleng.

"Bukan hantu?" Keningku berkerut. Aku ingin bertanya apakah dia sesungguhnya, tetapi aku kembali ingat bahwa penjelasannya pun tak akan kumengerti karena ia tak bersuara.

"Apakah kau mengenal Sean? Apakah dia kekasihmu?" Tatiana mengangguk lalu menggeleng. Hmmm. Berarti satu teori kami terbukti salah.

"Apa benar aku reinkarnasi dari adikmu, Anastasia?"

Aku menunggu Tatiana memutuskan untuk mengangguk atau menggeleng ketika pintu kamarku diketuk. Mama membuka pintu. "Ann, makan malam sudah siap. Turunlah."

"Ya, Mama, aku mandi dulu. Aku akan menyusul," balasku kemudian mama menutup pintu. Begitu aku kembali menoleh mencari Tatiana, sosok itu menghilang. Aku terlalu lama berbasa-basi hingga terlambat menanyakan pertanyaan yang penting.

Aku turun ke ruang makan. Duduk di seberang Sean di meja persegi itu. Papa duduk di kiri sementara Mama di duduk di kanan setelah membagi makanan untuk kami semua.

"Bagaimana harimu, Ann?" tanya Papa.

Aku mengangguk sekenanya. "Baik."

"Kalau benar baik, mengapa kau hanya bermain dengan makananmu?"

Papa menunjuk piringku dengan garpu. Makananku terpencar ke segala sudut piring karena terdorong oleh sendok. Aku tadi sedang memikirkan apa sebenarnya sosok Tatiana itu jika ia bukan hantu. Otomatis kutegakkan tubuh dan melahap satu sendok penuh disertai senyuman kecil. Papa mengacak rambutku pelan, ikut tersenyum.

Kami berkumpul di ruang keluarga setelahnya. Biasanya Sean dan aku masuk ke kamar masing-masing untuk belajar, tetapi karena sekolah sudah libur kami ikut Papa dan Mama menonton televisi bersama. Papa dan Mama duduk di sofa, Sean di kursi berlengan sebelah sofa, sementara aku duduk di karpet di sebelah kaki Mama.

Ada siaran berita tentang seorang anak yang memenangkan olimpiade matematika tingkat internasional yang ternyata bakatnya itu menurun dari orang tuanya.

"Mama," panggilku.

"Hmmm?"

"Apa Mama atau Papa memiliki kekuatan super atau ... sihir barangkali?" tanyaku. Melihat kejeniusan anak dalam berita itu mengingatkanku tentang kemampuan piskometri yang kumiliki.

Orang tuaku malah tertawa. "Tentu saja tidak," jawab Papa. "Kau sedang membaca buku fantasi?"

"Yah, semacam itu," balasku, berbohong. "Mungkin kakek atau nenek?"

Mama menggeleng masih tertawa kecil. "Tidak ada, Ann."

Keningku berkerut. Jadi kemampuan ini tidak berasal dari keluargaku. Apakah aku benar-benar reinkarnasi dari Anastasia? Jika benar begitu seharusnya aku adalah seorang penyihir, sedangkan satu-satunya kekuatan yang aku punya hanya psikometri yang tidak bisa dibilang sebagai sihir.

"Kalau begitu, apakah saat kecil tingkahku aneh? Seperti ... menyebut nama-nama asing mungkin?" Dalam kasus-kasus yang telah kubaca di internet, anak-anak yang dipercaya merupakan reinkarnasi orang lain biasanya bertingkah laku atau mengatakan sesuatu yang aneh. Mungkin aku juga begitu?

Papa dan Mama kembali berpandangan. Tampak gelisah sama seperti ketika aku menanyakan di mana kami tinggal sebelum ini waktu itu. Mama memberi Papa tatapan bertanya sementara Papa terlihat memikirkan sesuatu, seperti menimbang suatu keputusan. Akhirnya Papa mengangguk sembari mencari tangan Mama dan menggenggamnya erat. Seakan mereka butuh untuk saling menguatkan.

"Sean, Ann." Nama kami disebut. "Ada sesuatu yang ingin kami beritahukan pada kalian."

Aku mengubah posisi dudukku menjadi sedikit menjauh dari sofa agar bisa melihat Papa dan Mama, mendekat pada kursi Sean dan menempatkan diri di dekat kakinya. Dapat kurasakan tubuh abangku yang menegang walau ekspresinya masih berusaha tenang.

"Tentang?" tanyanya.

Papa memulai, "Satu tahun yang lalu, kami berdua sedang dalam perjalanan dari Yovd ke Liev karena kami memutuskan untuk pindah dari sana. Jalanan lengang sehingga laju mobil juga lumayan cepat."

Aku berusaha mengingat peristiwa itu, tetapi tak berhasil sekuat apa pun aku mencoba. Papa menghela napas lalu berkata, "Saat itulah tepat di depan toko roti langganan kita ada sebuah sinar terang menyilaukan sehingga aku tidak melihat ada dua orang di balik sinar itu. Sudah kami coba untuk menginjak rem, tetapi mobil masih terus melaju hingga menabrak kalian berdua."

Sean meremas pundakku. Namun, tidak kuhiraukan karena masih mencerna cerita Papa. "Lalu?" tanyaku.

"Kalian tidak sadarkan diri selama beberapa hari di rumah sakit. Ketika sadarkan diri kalian malah tidak ingat identitas kalian, siapa orang tua asli kalian, bahkan mengapa kalian ada di sana waktu itu," ujar Papa, "Kami menghubungi polisi, melaporkan adanya dua anak yang hilang. Namun, hingga sekarang tidak ada yang mencari kalian." Dapat kulihat mata Mama berkaca-kaca.

Mulutku bergetar begitu mengerti maksud mereka. "Jadi maksudnya---"

"Kalian bukan anak kandung kami," ucap Mama akhirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top