Chapter 4 - Search and Research

Pria itu datang dengan setumpuk tinggi buku hingga kepalanya sendiri tenggelam di baliknya. Masing-masing buku memiliki ketebalan luar biasa, tidak termasuk sampul yang juga tebal. Ia meletakkan perlahan di meja kami agar tidak menimbulkan bunyi yang menggangu pengunjung lainnya.

Tadi pagi Mr. Grecell sudah bersedia untuk membantu---atas izin Sean---menggali visi-visiku agar aku mengetahui cara menghentikannya. Maka di sinilah kami bertiga, duduk di meja baca panjang Livskaya Gorodskaya Biblioteka atau Perpustakaan Kota Liev. Aku duduk di sebelah Sean sementara Mr. Grecell di seberang kami.

Aku melongo. Siapa yang tahan membaca buku setebal dan sebanyak itu?

"Ini adalah buku-buku yang membahas atau berkaitan dengan penglihatan, indra keenam, déjà vu, dan reinkarnasi," katanya.

"Reinkarnasi?" tanya Sean, "Jadi Anda punya teori bahwa Ann adalah reinkarnasi seseorang?"

"Yah, bisa sa---"

Sean keburu memotong perkataan Mr. Grecell. "Ini gila!" Ia mati-matian menahan diri untuk tidak menggebrak meja. Kepalanya berpaling padaku dengan raut tak percaya. "Kau memercayainya?"

Aku membalas datar, "Tidak masuk akal bukan berarti tidak mungkin."

"Sebenarnya," kata Mr. Grecell sambil memakai kacamata dan mengambil buku teratas, "aku juga tidak terlalu percaya dengan reinkarnasi. Ini hanya sekadar teori. Aku akan memberitahu teori lain yang lebih masuk akal bila menemukan."

Aku memberi kode pada Sean dengan tatapan agar ia diam seraya melakukan gerakan menutup ritsleting di depan bibir. Ia akhirnya duduk setelah mengambil buku di tumpukan lalu membolak-balik halamannya, asal membaca.

Kudekatkan tumpukan buku yang telah dikumpulkan Mr. Grecell untuk dilihat. Dan, yah, seluruh buku dalam tumpukan itu berupa buku psikologi serta sebuah---

"Novel?" Tanganku mengangkat sebuah buku fiksi bertuliskan 'Herthia' pada sampulnya.

Mr. Grecell mengangkat wajah dari buku yang dibaca. "Ehm, yah," ucapnya ragu. "Kisahnya serupa dengan kasusmu. Aku pikir, kita bisa saja menemukan teori lagi dari sana."

Sebelah alisku terangkat.

"Hanya untuk referensi," tambahnya lagi kemudian kembali membaca.

Sean menggeleng sambil mendengus. Dapat kulihat salah satu sudut bibirnya tertarik ke samping.

"Kau sudah berjanji untuk membiarkan Mr. Grecell membantuku," aku mengingatkan.

Ia tersenyum menyebalkan. "Tapi aku tidak pernah berjanji untuk tidak mengomentari cara kerja konyolnya."

Kuputuskan untuk mengabaikan dia dengan membaca karya fiksi yang menjadi bahan tertawaan Sean hanya untuk membuktikan bahwa Mr. Grecell bukan orang konyol, walau sebenarnya aku sedikit ragu sekarang. Namun aku tak mau mengakui itu. Mengakui keraguanku hanya akan membuat Sean puas.

Kami terus membaca berbagai buku terkait hingga jam makan malam tiba dan Sean memutuskan sudah saatnya untuk pulang.

Aku berjalan pelan di sepanjang jalan menuju rumah, memikirkan teori dari buku-buku yang sudah kubaca. Banyak yang menjelaskan bagaimana kemampuan ini kemungkinan muncul tetapi belum ada yang menulis bagaimana bisa aku mendapat visi mirip déjà vu tanpa aku pernah mengalaminya sendiri. Terlebih lagi, penglihatan-penglihatan itu muncul dalam urutan waktu teratur. Maju atau mundur.

Aneh.

"Kau mau pulang atau tidak?" Sean bertanya ketika aku tertinggal jauh di belakang.

Kakiku mengejar. Berlari kecil melewati deretan toko yang sudah tutup kecuali kedai kopi di ujung jalan dan toko perhiasan yang baru saja melayani pembeli terakhirnya. Tuan pemilik toko itu meletakkan papan bertuliskan 'terjual' di etalase, tempat loket antik yang kulihat tempo hari terpajang.

"Sean," panggilku, "apa kau punya pemikiran lain soal asal visiku?"

Ia menggeleng. "Belum. Semua masih berupa dugaan. Dan aku harap kau mempercayai orang yang tepat, Ann, karena aku juga berharap visi itu berhenti mengganggumu," katanya. Kedua mata Sean menatapku memancarkan kesungguhan.

"Terima kasih." Hanya itu yang bisa kukatakan. Senyuman kecil terbit di bibirku sebagai tanda bahwa aku menghargai dukungannya.

Kami sampai di rumah tepat saat Papa dan Mama selesai mempersiapkan meja makan.

"Bagaimana perkembangan penelitianmu?" Mama bertanya di tengah acara makan malam kami.

Keningku berkerut. "Penelitian apa?"

"Penelitian sejarah yang pernah kau katakan."

"Aaah," ucapku, akhirnya mengetahui yang Mama maksud, "Baru saja dimulai. Jadi kami belum mendapatkan hasil apa pun."

Mama menepuk pipiku pelan. "Beritahu kami perkembangannya, ya? Kami sangat bangga padamu."

"Pasti!" dustaku. Sesendok penuh beef stroganoff masuk ke mulut untuk menutupi kebohongan yang baru saja kuutarakan. Tentu saja aku tidak bisa memberitahu mereka. Sean bisa membunuhku.

Sean menepuk bahuku sebelum kami berpisah ke kamar masing-masing usai makan malam. "Bangunkan saja aku kalau visi itu datang lagi di mimpimu." Aku mengangguk dan langsung masuk ke kamar.

Sekarang sudah menjelang tengah malam tetapi mataku belum bisa terpejam. Tubuhku berguling dari satu sisi tempat tidur ke sisi yang lain. Sepertinya terlalu takut bermimpi buruk lagi, menyebabkan diriku insomnia.

Pikiranku bekerja mencari teori-teori baru. Semakin lama teori yang kubuat semakin melantur. Akhirnya aku menyerah mencoba untuk tidur atau pun berpikir dan berjalan-jalan mengelilingi kamar sambil menyentuh semua barang yang bisa kusentuh. Mencari petunjuk yang mungking terlewatkan selama ini.

Jariku menyentuh kotak perhiasan di atas meja rias. Gambaran-gambaran peristiwa seketika berkelebat cepat di kepalaku. Walau begitu, aku melihat semuanya. Sedetail dan sejelas jika aku mengalaminya sendiri.

Namun, mungkin kotak ini bukan contoh yang tepat karena Mama memberikannya padaku sebagai hadiah ulang tahun karena aku suka mengoleksi perhiasan. Dulunya kotak itu milik Nenek, yang tidak pernah aku kenal, dan diwariskan pada Mama yang kemudian menyimpannya di gudang.

Kini foto-foto berbingkai yang kusentuh. Namun, tetap saja tak ada informasi penting. Aku hanya bisa melihat bagaimana pigura itu dibuat, bukannya bagaimana peristiwa yang terjadi di foto itu.

Aku terus menyentuh semua benda-benda yang kumiliki. Dari yang terbesar hingga yang terkecil. Tak ada fakta aneh yang kutemukan kecuali mungkin semua barang yang kupakai sekarang berumur setahun lebih sedikit. Jadi bisa dibilang Papa dan Mama baru saja membelinya ketika Sean dan aku akan keluar dari rumah sakit.

Kemudian aku tersadar. Ketika aku melihat semua yang ada di kamar Sean, sejarah mereka bersama abangku juga dimulai ketika ia sudah keluar dari tempat kami dirawat selama sebulan setelah kecelakaan itu.

Jadi, apakah benar kami pernah tinggal di kota lain sebelum di Liev? Apa mungkin gadis yang dicari Sean selama ini ada di kota kami sebelumnya?

Aku mengerang seraya menjatuhkan diri kembali ke ranjang. Rasa penasaran ini benar-benar membunuh perlahan.

∆∆∆

"Annette!"

Tubuhku terlonjak dari bangku, terbangun. Meski begitu, otakku masih mencerna apa yang terjadi saat ini sementara mataku mengerjap, menangkap belasan pasang mata yang memandang ke arahku.

Wanita tua yang memanggil namaku dari depan papan tulis berucap lagi,
"Apa tidur siangmu nyenyak?"

"Ehm, maaf. Tadi---"

"Sekali lagi kau tidur di kelasku, nilai C untuk semester ini." Wanita itu memotong penjelasanku.

Sial, aku malah tertidur di kelas. Pastilah efek kurang tidur semalam.

Untung saja, ini ada pelajaran terakhir untuk hari ini. Setelah itu aku bisa tidur di perpustakaan sementara Mr. Grecell melakukan riset dan Sean melakukan apa pun yang ia inginkan. Paling tidak aku sudah menemukan sesuatu yang berguna semalam.

Kami bertiga langsung meluncur ke perpustakaan setelah bel pulang sekolah berbunyi.

Saat sarapan tadi pagi aku sempat bertanya apakah kami pernah tinggal di kota lain sebelum tinggal di Liev pada orang tuaku.

Papa dan Mama saling berpandangan sebelum menjawab. "Di Kota Yovd. Kami pernah tinggal di sana," jawab Papa.

"Kami?"

"Maksudnya, kita," Mama meralat sambil memberikan senyum lebar pada Papa. Kemudian ia menatapku. "Kita tinggal di Yovd sebelum di Liev."

Aku menghentikan pertanyaanku karena Papa dan Mama tampak tidak nyaman. Mungkin ada sesuatu di sana yang tidak aku ingat, yang membuat kami sekeluarga pindah.

"Tapi Yovd luas sekali! Lima kali lebih luas dari Liev. Dari mana kita harus memulai mencari petunjuk?" tanya Sean saat aku sudah selesai memberitahukan hasil temuanku pada Mr. Grecell saat ini di perpustakaan.

Aku bersedekap. "Mungkin kau bisa bertanya di mana kita dulu tinggal?"

"Ha!" seru Sean dengan nada skeptis, "Seperti akan dijawab saja. Apa kau tidak lihat keanehan Papa dan Mama saat menjawab pertanyaanmu tadi pagi?"

"Hargailah sedikit! Aku sudah berusaha membantumu walau masalahku sendiri masih belum selesai."

"Baiklah, aku minta maaf," kata Sean.

Ia mengangsurkan buku yang harus kubaca hari ini. Kuambil kasar buku itu dari tangannya seraya menggumamkam terima kasih.

Mr. Grecell menghilang di antara rak buku untuk mencari referensi lain, mengganti tumpukan buku kemarin dengan buku yang baru. Aku tidak menyangka pria itu benar-benar tertarik dengan penglihatan dan kemampuanku sebegitu besarnya. Ia membaca semua buku dengan cepat, bahkan meminjam beberapa buku untuk dibaca di rumah. Ia jelas lebih bersemangat untuk menuntaskan kasus ini daripada aku.

Kami terus melakukan rutinitas ini selama beberapa minggu. Bangun - sekolah (Mr. Grecell mengajar) - riset di perpustakaan - pulang - tidur - bangun lagi, begitu seterusnya.

Tidak ada kemajuan berarti. Teori dari buku yang kami baca tidak ada yang mirip dengan kasusku. Jalan keluar yang awalnya kulihat, makin lama makin jauh seiring dengan mulai menipisnya referensi kami.

Aku merasa bersalah karena membuat waktu Mr. Grecell terbuang percuma dengan penelitian tidak berguna ini. Ia sering tertidur di ruangannya jika sedang tidak mengajar. Area di bawah mata pria itu juga mulai menghitam dan wajahnya kuyu.

"Aku ingin menghentikan riset ini," kataku di tengah acara membaca kami bulan berikutnya. "Menurutku, kita tidak mencapai kemajuan sama sekali. Malah membuat kita semua kelelahan. Aku juga sudah tidak mendapat visi-visi lagi, jadi kupikir lebih baik kita tutup saja kasus ini."

Mr. Grecell menggeleng tegas. "Kita akan memulai lagi dari awal jika kau menghentikan penelitian ini sekarang," ucap pria itu, "Lagipula, menurutku visi itu akan datang lagi dengan kuantitas lebih banyak tahun depan. Ingat, kau hanya mendapat satu penglihatan tahun lalu dan tahun ini kau mendapat satu penglihatan, dua mimpi, dan satu déjà vu. Bisa kau bayangkan berapa banyak yang akan kau lihat kemudian hari bila visi itu muncul lagi?"

Tidak terpikir olehku hingga ke sana. Mr. Grecell ada benarnya juga. Aku meminta pendapat Sean sebagai penentu.

"Sean?"

"Tidak dariku juga." Ia juga menggeleng. "Aku sudah berjanji untuk membiarkan Mr. Grecell menuntaskan misteri visimu dulu, barulah kita berdua bisa fokus mencari adik sahabatku. Bagaimanapun janji harus ditepati."

"Tapi---"

"Sudahlah, Ann. Santai saja. Berjalan-jalanlah di antara rak buku atau sentuhlah semua benda yang ada di sini untuk melihat masa lalunya jika kau bosan. Barangkali kau menemukan sesuatu yang menarik untuk diceritakan pada Mama." Gerakan tangan Sean membuatku merasa diusir secara halus.

Sean kembali membaca buku telepon semua keluarga yang tinggal di Yovd. "Barangkali ada nama yang familiar di ingatan bawah sadarku," katanya waktu itu. Ia sudah sampai di marga berawalan huruf S.

Kuputuskan untuk mengikuti saran Sean untuk berjalan di antara rak-rak buku. Aku tidak terlalu suka membaca jadi tidak ada efek apa-apa dari kegiatan ini selain menyelamatkan bokongku dari kram karena duduk terlalu lama.

Sesekali tanganku menyentuh buku-buku tua yang terlihat menarik, hanya untuk membaca masa lalunya sekilas. Sempat terpikir ide jahil untuk masuk ke seksi terbatas di mana pangunjung hanya bisa masuk jika ditemani oleh seorang petugas, tetapi kuurungkan.

Tidak ada yang menarik lagi. Justru aku bertambah bosan.

Akhirnya aku kembali ke meja kami lalu duduk diam di sana. Jariku mengetuk meja mengikuti ketukan sebuah lagu yang terngiang di kepalaku. Sean mendelik, terganggu.

Sebagai permintaan maaf, aku membuka buku terdekat dan berusaha membacanya. Kali ini tentang orang-orang yang memiliki kepekaan berlebih pada indra penglihatannya.

Sebelum itu, aku mengira kemampuan ini hanya untuk bisa melihat hantu saja. Namun, tentu saja hal itu salah. Mataku tidak pernah melihat hantu atau roh-roh apa pun yang mungkin bergentayangan di bumi. Mataku hanya bisa melihat masa lalu dengan sentuhan dan kini mata itu sedang berhenti memberikan visi aneh meresahkan yang menggangguku beberapa minggu yang lalu.

Kusandarkan tubuh ke punggung kursi sambil memejamkan mata.

Aku ingat bagaimana takutnya diriku ketika mengetahui bahwa aku memiliki kemampuan ini. Peristiwa itu terjadi beberapa hari setelah aku siuman. Dalam kebingungan, aku menerka di mana aku berada dan bagaimana aku bisa di sana.

Tak ada yang kuingat kecuali pemuda di ranjang sebelah memiliki hubungan denganku, walau aku tidak tahu hubungan semacam apa itu, dan namaku. Aku mencoba mengingat nama lengkapku, tetapi yang dapat terucap hanya 'An'.

Pemuda itu, Sean, terus menerus mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Aku tahu itu hanya kebohongan. Kami berdua tidak baik-baik saja dan ingatan kami hilang. Dokter mengatakan Sean dan aku baru saja selamat dari sebuah kecelakaan. Setidaknya itu menjelaskan mengapa ada sepasang suami istri yang mengaku sebagai orang tua kami.

Namun, saat itu hanya ada kami berdua. Aku ingin ke kamar mandi, jadi kusingkap selimut dan turun dari ranjang. Penglihatan itu datang ketika tanganku menggenggam tiang infus. Ada sebuah energi kecil yang merambat sangat cepat di lenganku menuju mata. Kilasan-kilasan peristiwa memenuhi kepala, membuatku megap-megap karena
syok.

Aku tersentak setelah menerima tumpukan informasi yang menyerbu masuk dalam kepalaku.

Mata tajam Sean bertemu dengan mataku. Ia tampak tenang tetapi aku masih bisa merasakan ketegangannya.

"Jangan ceritakan hal ini pada siapa pun," Sean mewanti-wanti. Aku mengangguk walau masih belum bisa mencerna apa yang terjadi barusan.

Kubuka lagi mataku, kembali ke masa kini. Sean dan Mr. Grecell masih sibuk dengan bacaannya masing-masing.

Ujung mataku menangkap sesuatu. Aku menoleh tetapi tidak menemukan sesuatu yang janggal. Pengunjung perpustakaan masih duduk di kursinya masing-masing atau melihat buku di rak.

Kuedarkan pandangan ke arah rak-rak buku.

Dan di sana, di rak buku paling ujung di pojok ruangan ada sesosok gadis berdiri. Ia mengenakan gaun putih panjang yang tampak halus, mirip dengan gaun tidur orang zaman dahulu.

Semula tidak ada yang aneh, tetapi setelah kuperhatikan lebih saksama bulu kudukku meremang melihat bagaimana cahaya matahari menembus tubuh gadis itu seolah tubuhnya transparan.

Ia tidak melakukan apa-apa. Hanya berdiri diam sambil melihat ke arah area membaca dari satu sisi ke sisi lain. Ada sesuatu yang menarik darinya yang tak dapat kujelaskan. Aku memperhatikannya dari kursiku begitu serius hingga tidak sadar bahwa pandangan matanya bertemu dengan mataku.

Ia tersenyum.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top