5.

Syahna's Pov

Hari ini aku sangat kesal dengan anak baru banyak gaya itu. Kenapa sih harus aku yang ditunjuk untuk menemaninya. Mulutnya yang gak bisa dijaga, tingkahnya yang menyebalkan, dan senyumannya itu bikin aku kesal setengah mati.

Bisa-bisanya dia temuin kondom di tas aku. Bang Andra juga nih becandanya suka keterlaluan. Duh, gimana kalo si Naya itu cerita ke yang lain ada kondom di tasku. Bisa rusak semua reputasi yang selama ini aku bangun.

"Aku pulaaaang," salamku memasuki rumah.

"Eh anak Mama udah pulang, gak ada kegiatan OSIS hari ini sayang?"

"Gak ada Mam, aku lapeeeeer," manjaku pada Mama.

"Uh anak Mama ini manjanya gak pernah hilang yaaaa."

"Hehehe."

"Mau makan apa sayang? Mama hari ini kebetulan gak masak soalnya tadi pagi harus ke rumah Tante Nina. Mama pesenin nih, kamu mau apa?"

"Heemm, boleh makan ayam geprek gak Ma?"

"Gak boleh, maag kamu semalem kan kambuh. Jangan makan yang pedes-pedes."

"Hemmm, apa yaaaa. Aku mau chicken fillet aja deh Ma."

"Pake kentang kayak biasa?"

"Yes."

"Ok, Mama pesan ya."

"Iya, aku ganti baju dulu ya Ma."

"Iya gih sana, bau acemmm."

"Iiih enak ajaaaa."

"Haha sana gih bersih-bersih sekalian."

"Iya Mamaaa."

Aku menaiki anak tangga menuju kamarku yang berhadapan dengan kamar Bang Andra. Ketika aku ingin membuka pintu, tiba-tiba Bang Andra keluar dari kamarnya.

"Eh, adek abang yang paling cantik udah pulang. Tumben?" sapanya sambil memamkai jaket.

Aku langsung menghampirinya dan langsung memukul bahunya dengan keras.

"Aduh, kok aku dipukul sih dek?"

"Bang Andra becandanya keterlaluan tau gak! Ih, sebel banget," gerutuku.

"Becanda apaan?"

"Bang Andra kan yang naruh kondom ke dalem tas aku?"

Matanya langsung berpaling melihat ke sembarang arah.

"Tuh kan beneeer! Ih Bang Andra kebangetan tau gak, tadi tuh temen aku yang nemuin kondomnya pas dia lagi ambilin obat aku. Dia mikirnya itu punya aku dan dia ngira kalo aku hamil."

"Kenapa temen kamu bisa ngira kalo kamu hamil?"

"Tadi asam lambung aku kambuh lagi, aku pingsan dan langsung dibawa ke UKS. Eh dia ngiranya aku hamil gara-gara lihat kondom di tas. Semua gara-gara Bang Andra nih ah!"

"Terus gimana? Temen kamu gak cerita ke yang lain kan?"

"Ya gak tau, aku gak kenal banget sama dia. Dia anak baru di sekolah."

"Ah udah tenang, nanti kalo dia comel Abang samperin ke sekolah kamu terus Abang jewer kupingnya."

"Ih tau ah. Lagian ngapain sih Bang naro-naro kondom di tas aku? Kalo mau make tuh ya taro di tas sendiri kek."

"Hehe, iseng aja."

"Nyebelin! Terus ini kenapa lagi Bang Andra jam segini malah di rumah? Emang gak kuliah?"

"Nih baru mau berangkat."

"Kuliah apaan berangkat sore begini."

"Yeeeh, Abang sih mau nongkrong, hahaha. Daaaah adek sayang."

"Aku bilangin Mama lho."

"Bilangin aja sana, paling besok ada kondom rasa stroberi di tas kamu, hahaha," dia malah mengejek.

Uh nyebelin!

Bang Andra adalah kakakku satu-satunya dan aku tidak punya adik. Dia selalu menjahiliku sejak kami kecil. Bahkan Bang Andra pernah sampai disiram air sama Papa karena mendorongku ketika aku baru bisa mengendarai sepeda hingga terjatuh sampai bibirku berdarah. Walau begitu, Bang Andra sangat protective terhadapku. Dia bisa diandalkan meskipun tingkah lakunya menyebalkan.

"Syahnaaaa, makanannya sudah sampai nih," panggil Mama dari bawah.

"Iya Maaa, sebentar," sahutku.

Aku pun turun ke ruang makan dan Mama sudah menyiapkan makanan yang tadi dipesannya.

"Abangmu pinjam mobil kamu tuh katanya tadi," ucap Mama.

"Ih kok dia gak minta ijin ke aku sih? Ah, pasti kalo abis dipake Bang Andra bensin aku abis dan gak diisiin lagi deh, ih sebel," gerutuku.

"Haha, yaudah besok Mama tambahin uang jajan kamu buat beli bensin ya."

"Emmm."

"Jangan manyun gitu ah, cantiknya ilang."

"Hemmm," aku masih bergumam.

"Hari ini gimana di sekolah?"

"Tadi pagi pas pelajaran olahraga aku pingsan, asam lambung aku naik lagi."

"Ya ampun, kamu emang gak minum obat dulu?"

"Iya, aku lupa Ma soalnya pas sampe sekolah ada urusan urgent di OSIS."

"Sayang, mau sesibuk apapun kamu jangan sampai lupa minum obat. Semalem kan maag kamu kambuh."

"Iya Maaa."

"Terus sekarang udah gak apa-apa?"

Aku hanya menggelengkan kepala.

"Kamu pingsan di mana? Dan siapa yang bawa kamu ke UKS?"

"Aku pingsan deket toilet terus ada anak baru di kelas yang bawa aku ke UKS sama Pak Ginanjar."

"Kamu harus terima kasih tuh sama temen kamu."

"Ih, anaknya nyebelin Ma."

"Nyebelin kenapa?"

"Bikin kesel terus. Males aku temenan sama dia."

"Husss, gak boleh gitu ah. Mungkin karena dia anak baru jadinya kamu belum mengenal dia lebih jauh."

"Ih siapa juga yang mau kenal dia lebih jauh."

Mama tertawa kecil. "Biasanya yang benci kayak gini ujung-ujungnya jadi cinta sih."

"Hah? Gak mungkin lah Mam aku jatuh cinta sama dia. Dia kan..." belum sempat aku menuntaskan kalimat, telpon Mama berdering.

"Sebentar-sebentar, Papa telpon," ucap Mama sembari mengangkat telponnya.

"Halo, iya Pa?"

"...."

"Oh ini Mama lagi makan sama Syahna. Andra barusan berangkat."

"...."

"Papa lagi di mana ini?"

"...."

Aku pun melanjutkan makan seorang diri karena Mama sedang asik mengobrol sama Papa. Ya, Papa sudah 3 hari ini berada di Padang untuk urusan pekerjaan. Setiap hari Papa pasti telpon Mama minimal 3x. Kedua orangtuaku sudah sepeti pasangan remaja yang baru saja menjalin cinta.

Oh iya, setiap hari sepulang sekolah aku pasti ngobrol banyak hal sama Mama. Keluargaku termasuk keluarga yang harmonis. Walaupun di sekolah aku terkenal jutek, tapi kalau sudah di rumah aku menjadi anak bungsu yang paling manja.

Papa dan Mama selalu mendukung apapun yang aku dan Bang Andra lakukan selama itu positif. Sebenarnya dulu aku diterima masuk jurusan IPA tapi aku memohon pada wali kelas untuk memasukkanku ke IPS. Aku tidak suka pelajaran hitung-menghitung karena aku lebih suka menghafal. Dan kedua orangtuaku tetap mendukungku.

Sedangkan Bang Andra sekarang sedang kuliah semester 7 mengambil jurusan perfilm-an. Gayanya sangat urak-urakan, kadang dia ke kampus hanya menggunakan sandal jepit.

Aku tahu kalau Bang Andra suka minum-minum dan clubbing. Aku juga tahu kalau dia suka 'main' sama pacarnya. Makanya dia taruh kondomnya di tasku. Walau begitu, Bang Andra tidak pernah membuat masalah di keluarga ini. Dia bisa mempertanggungjawabkan hal-hal yang dia lakukan.

Aku kembali ke kamar untuk merebahkan tubuh sambil membaca majalah. Perlahan mataku pun terpejam. Sepertinya efek samping dari obatku masih terasa.

***


Keesokan Harinya di Sekolah

Aku mengendarai mobil memasuki gerbang sekolah. Banyak murid lain yang juga membawa kendaraan, baik beroda dua maupun roda empat. Parkiran di sekolah ini cukup luas karena pihak sekolah sadar kalau para muridnya mayoritas dari keluarga menengah ke atas. Jadi bukan hal aneh jika di sini suka pada pamer kendaraan, dan aku pastinya tidak termasuk ke dalam orang-orang itu.

Dari kaca spion aku melihat si anak baru turun dari ojek. Dia melepaskan helm dan terlihat rambutnya dicat berwarna lagi.

"Cari masalah aja tuh orang," batinku.

Aku pun memarkirkan mobil dan berjalan menuju kelas. Ketika aku melewati ruang Tata Usaha, aku melihat si Naya sedang dimarahi oleh Pak Amir. Aku hanya menggelengkan kepala melihatnya.

"Syaaaa," terdengar suara Mala memanggilku dari belakang.

Aku menoleh ke arahnya. "Hai."

"Baru sampe?"

"Iya nih, tumben lo pagi-pagi udah sampe."

"Hehe iya, tadi gue bareng Edo," ucapnya dengan wajah sumringah.

Aku tertawa kecil. "Mau sampe kapan sih ttm-an sama Edo?"

"Ya sampe dia nembak gue, hehehe."

"Haha keburu lulus Laaa."

"Jangan sampe dong. Eh iya, tuh si Naya kenapa lagi deh?" tanya Mala sambil melihat ke arah dekat lapangan.

"Lo lihat aja tuh rambut dia warnain lagi," ucapku.

"Oh iya, haha cari gara-gara aja tuh anak."

"Hemm, udah yuk ah ke kelas."

"Ayo," dan kami berjalan ke arah kelas.

"Anyway Sya, lo punya saingan baru nih di sekolah."

"Saingan apaan?"

"Iya, pamor lo lagi dibanding-bandingin."

"Apa sih? Gue gak ngerti."

"Itu lhoo, lo kan di sekolah kita selama hampir 3 tahun ini sangat dipuja-puja satu sekolah. Nah sekarang, anak-anak cowok tuh lagi pada ngomongin si Naya."

"Biarin aja, bukan urusan gue."

"Hemmm, mulai deh careless-nya keluar."

"Ya emang bukan urusan gue kan?"

"Hemmm, iya deh iya. Tapi yang gue denger nih, Naya itu anaknya pengusaha real estate super kaya Sya."

"Yaudahlah biarin aja."

"Pantes nih para cowok lagi pada getol deketin dia," ucap Mala yang daritadi bercerita tanpa henti.

"Udah sampe kelas nih, masih mau bahas dia lagi?"

"Hehe engga-engga."

"Hemmm," gumamku.

Bel masuk pun berbunyi dan semua murid langsung duduk di bangkunya masing-masing. Bu Reni masuk ke dalam kelas untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dan Adit langsung mengucapkan salam.

"Selamat pagi anak-anak," salam beliau.

"Pagi Buuuu."

"Pagi ini saya ingin menjeleskan mengenai berbagai macam jenis sajak yang termasuk dalam puisi lama ataupun puisi baru."

"Aris jagonya nih Bu bikin puisi buat gombalin cewek," celetuk Ody yang diikuti tawa seisi kelas.

"Hahahaha."

"Baik, coba Aris sebutkan salah satu jenis sajak yang sering kamu gunakan ke cewek-cewek," ucap Bu Reni.

Semua mata tertuju pada Aris yang diminta berdiri. Aku pun melihat ke arahnya dan tanpa sengaja, tatapanku bertemu dengan tatapannya si Naya. Dia tengah melihatku sama sepertiku yang melihatnya untuk sepersekian detik.

"Coba Aris sebutkan," ucap Bu Reni lagi.

"Hemmm, syair Bu," jawab Aris sambil senyam-senyum.

"Iya benar sekali jawaban kamu."

"Wuiiiii, playboy mah emang paham syair-syair-an Bu."

"Hahahaha," lagi-lagi seisi kelas tertawa dan yang ditertawai hanya cengengesan.

"Kamu boleh duduk kembali. Dan sekarang kalian buka buku halaman 21."

Dan Bu Reni pun menjelaskan berbagai jenis sajak dengan memberikan beberapa contoh.

Setelah menjelaskan, Bu Reni membagi kelompok kerja untuk membuat sebuah karya sajak yang akan dipresentasikan mulai minggu depan.

Aku pun diminta Bu Reni ke depan untuk menuliskan nama-nama kelompok yang sudah dibagi olehnya.

Ketika aku mengambil kertas dari beliau, aku melihat namaku dan aku langsung bertanya ke Bu Reni.

"Bu, ini satu kelompok 2 orang?"

"Iya Syahna, kenapa?"

"Bu, kenapa saya harus sama Naya? Boleh ganti teman kelompoknya gak?"

"Kalau diganti nanti Ibu pusing lagi ngaturnya. Sudah, kan sekalian kamu bisa memberitahukan Naya tentang sekolah kita. Silakan tolong ditulis nama kelompoknya di ya."

Aku pun tidak bisa menginterupsi perintah Bu Reni.

"Baik Bu," ucapku lalu mulai menuliskan pembagian kelompoknya.

"Terima kasih Syahna, silakan kamu kembali ke tempat duduk. Nah anak-anak, nama kelompok yang ditulis di sini adalah partner kalian. Ibu membebaskan jenis sajak apapun yang kalian pilih untuk dipresentasikan. Nama-nama yang ada di kolom pertama akan membacakan hasil karyanya di Hari Rabu minggu depan. Kolom kedua di Rabu minggu depannya lagi, dan kolom ketiga di minggu terakhir. Apakah sudah jelas semuanya? Ada yang ingin ditanyakan?"

Naya terlihat mengangkat tangannya.

"Iya, Naya?"

"Bu, saya boleh ganti partner?" tanyanya sama seperti pertanyaanku tadi.

Bu Reni tersenyum. "Nama yang sudah ditulis di depan tidak dapat diganti ya anak-anak. Mengerti Naya?"

Dia terlihat menghela nafas dengan wajah kecewa. "Baik Bu."

"Yup, jadi mulai hari ini setiap pelajaran Ibu tempat duduk kalian berubah sesuai dengan kelompok masing-masing ya."

"Maksudnya Bu?" Tanya Mala.

"Iya, kalian harus duduk sebangku sama partner kalian. Yuk, mulai pindah dari sekarang."

Semua anak berdiri dan mencari teman kelompoknya masing-masing.

"Nay, gue sama Aris nih. Lo mau gue yang pindah apa lo yang ke tempat Aris?" tanya Mala.

Aku menoleh ke bangku belakang melihat Aris berdiri ke arah bangku kami.

"Aris tuh yang ke sini."

"Oh yaudah, berarti lo yang pindah yah?" tanya Mala sambil tersenyum lebar.

"Hemm," aku pun membereskan buku dan tas lalu berjalan ke tempat duduk si Naya.

"Sya, pinjem dulu ya bangkunya," ucap Aris dengan cengiran di wajahnya.

"Iya, jangan lo coret-coret," sahutku.

"Iya Sya, iyaaa," ucapnya.

Aku menaruh tas di atas meja Aris. Naya hanya diam sambil menulis-nulis sesuatu di buku catatannya.

"Semuanya sudah duduk dengan teman kelompoknya?" tanya Bu Reni.

"Sudah Buuuu," sahut seisi kelas.

"Pelajaran Ibu masih ada 30 menit lagi, silakan kalian gunakan untuk berdiskusi karya apa yang akan kalian buat ya."

"Iyaaa Bu."

Semua anak mulai berdiskusi. Ada yang sangat bersemangat, ada yang malas-malasan, dan ada juga yang sibuk sendiri. Dan kami masih diam satu sama lain.

"Emmm, mau bikin apa?" tanyaku akhirnya.

"Terserah," sahutnya singkat.

"Jangan terserah dong, emang gue kerja sendiri," gerutuku.

Dia menghela nafas. "Lo maunya apa?"

"Yee malah balik nanya."

"Gue gak tau," ucap si Naya menutup buku catatannya lalu dia merebahkan kepalanya.

"Jangan tidur dong," gerutuku lagi.

"Lo pikirin aja sendiri deh, gue ngantuk," ucapnya santai tanpa menoleh ke arahku.

"Ih gini nih, kenapa gue males sekelompok sama lo."

"Oh gue pikir lo yang minta ke Bu Reni untuk satu kelompok sama gue."

"Idih pede banget, ogah ya!"

"Emmm.." dia hanya bergumam masih dengan kepala yang ia sandarkan.

"Nay, serius dikit kek. Mau bikin apaan? Kita majunya minggu depan soalnya."

Lagi-lagi ia menghela nafas lalu meregangkan tubuhnya.  kemudian dia membenarkan posisi duduknya dan menatapku.

"Lo mau bikin apaan?"

"Lo bisanya apa?" tanyaku balik.

"Tidur," jawabnya dengan wajar datar menyebalkan.

"Kebo."

"Bodo."

"Serius ah, gue gak mau ya nilai gue jelek cuma gara-gara lo."

"Yaudah makanya gue tanya, lo maunya bikin apaan?"

"Ya gak tau."

"Ya sama."

Iiissshh, dia benar-benar bisa membuatku naik darah.

Aku menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diriku. Aku membuka lagi buku paket dan membaca kembali jenis-jenis sajak.

"Bikin ini aja," ucapku menunjuk ke poin nomor 9.

Naya menatapku dengan mengerutkan dahi.

"Serius?" tanyanya.

"Iya."

"Haha, oke," dia tertawa dengan nada mengejek.

"Kenapa lo ketawa begitu?"

"Suka-suka gue, mau ketawa kek, nangis kek."

Aku menatapnya tajam.

"Kenapa? Gak suka?" tanyanya.

"Bodo ah, pokoknya kita bikin sajak romansa," ucapku tegas.

"Iya, Syaaa...iton," sahutnya pelan.

"Hah? Apa lo bilang tadi?" aku mencoba memperjelas apa yang dia ucapkan barusan.

"Syaaa...iton..." ucapnya lagi.

"Lo tuh emang demennya ngajak ribut ya?"

"Ya itu, kelakuan lo teriak-teriak kayak syaiton."

"Apa lo bilang?" tanyaku kesal.

Tiba-tiba Bu Reni menegur kami. "Syahna, Naya, ada apa kalian ribut-ribut di sana?"

"Engga ada apa-apa Bu, maaf," ucapku.

Aku kembali menatap tajam si Naya. "Jangan sembarangan manggil nama orang."

Dia tertawa kecil.

"Jangan ketawa."

"Dih, siapa yang ketawa. Terus ini lo pilih Romansa mau bahas apa?"

"Belum tau," jawabku.

"Oh gue tau," sahutnya.

"Apa?"

Naya tiba-tiba mendekatkan tubuhnya di sampingku, lalu ia berbisik di telingaku.

"Judulnya, kon-dom."

Aku langsung memukul kepalanya kesal.

"Aduh, sakit anjir. Lo kenapa mukul kepala gue deh?" gerutunya dengan sebelah tangan yang mengelus kepalanya.

"Jangan macem-macem lo sama gue," ucapku kesal.

"Syahna, Naya, kenapa lagi kalian?" tanya Bu Reni lagi.

"Gak apa-apa Bu," kali ini si Naya yang menyahuti.

"Nyesel gue nerima permintaan Bu Reni buat nemenin lo."

"Siapa suruh lo mau."

"Shut up ur mouth," ucapku pelan.

"Yaa, yaaa, yaaa," dan dia malah mengejek.

Entah kesialan apalagi yang akan menimpaku karena si manusia menyebalkan ini. Aku hanya berharap satu bulan bisa berlalu dengan cepat agar hidupku kembali normal seperti biasa tanpa adanya gangguan dari seorang berama Naya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top