46.

Naya's Pov

Gue mengerjapkan mata terbangun karena bel pintu berbunyi. Gue melihat ke jam dinding, ternyata ini sudah pukul 12 siang. Semalam setelah pulang dari rumah Kiara, gue mampir ke bar untuk minum dan baru sampai apartemen sekitar jam 4 pagi.

Bel terus berbunyi dan dengan mata yang belum sepenuhnya sadar, gue membuka pintu. Di sana sudah ada Syahna berdiri sambil menatap gue.

"Masuk," ajak gue dan dia langsung berjalan ke dalam lalu duduk di sofa.

Gue pun ikut duduk di sampingnya.

"Kamu baru bangun?"

"Emmm," sahut gue.

"Semalem ke mana?"

"Bar."

"Kenapa chat dan telpon aku gak dijawab-jawab?"

"Oh iya, aku skip."

Terdengar helaan nafas darinya. "Yaudah, cuci muka dulu gih. Aku pesenin makan sekalian ya. Kamu mau makan apa?"

"Terserah," sahut gue kemudian gue menuruti kata-katanya untuk cuci muka dan sikat gigi.

Ketika gue sedang mengelap wajah di kamar, Syahna ikut masuk dan dia menatap gue dengan ekspresi bersalah.

"Kenapa?" tanya gue padanya.

"Emmm, tentang semalem..."

"Jangan sambil berdiri ngobrolnya, sini." Gue menarik tangannya lembut untuk duduk di atas tempat tidur.

Syahna menarik nafas dalam. "Aku minta maaf ke kamu karena aku gak minta ijin ke kamu untuk pergi sama Kak Giffran."

Gue berusaha mengontrol diri untuk gak emosi. "Sejak kapan kamu chat-an sama dia? Kamu bisa jelasin semuanya dengan detail?"

"Beberapa hari lalu, tiba-tiba Kak Giffran chat aku dan dia bilang dia lagi di Jakarta, dia mau ketemu sama aku. Aku bingung harus nanggepinnya gimana. Terus kemarin pas aku sama Mama mau berangkat ke rumah Tante, Kak Giffran dateng ke rumah aku. Mama juga kan udah kenal sama dia jadi yaudah deh, aku dan Mama ke rumah Tante dianter Kak Giffran. Pas kamu lihat aku di tempat makan, sebenernya ada Mama juga tapi Mama telat masuk ke dalam karena dia juga gak sengaja papasan sama temen lamanya. Jadi mereka ngobrol dulu. Makanya pas Mama masuk dan kamu udah pergi, aku langsung ngejar kamu," ucap Syahna menjelaskan.

Gue mencoba membawa gerak tubuh dan tatapan Syahna. Gue bisa merasakan apa yang dia katakan barusan itu jujur. Justru sekarang jadi gue yang semakin merasa bersalah padanya karena udah sembunyiin hal yang terjadi antara gue dan Kiara.

"Kenapa kamu gak bilang sama aku aja sih tentang Giffran?"

"Aku takut kamu marah Nay. Aku juga jadinya bingung."

Gue menghela nafas panjang. "Terus sekarang dia masih chat kamu?"

"Masih, tapi aku gak bales-bales kok. Nih kamu lihat aja sendiri," Syahna memberikan ponselnya ke gue.

Gue pun membaca isi chat-an mereka dan gue bisa menilai kalau semua balasan pesan Syahna ke Giffran hanya sekadarnya saja. Dan benar katanya, chat terakhir dari cowok itu tidak Syahna tanggapi.

Syahna kembali menatap gue dengan tatapan sedih. "Maafin aku ya karena udah gak bilang apa-apa ke kamu tentang Kak Giffran sampai kamu salah paham."

Gue mengelus sebelah pipinya lalu tersenyum padanya. "Iya, aku udah maafin kamu."

Dia juga ikut tersenyum dan langsung memeluk tubuh gue. "Makasih sayang, kamu selalu ngertiin aku. Aku sayang banget sama kamu."

Apa gue harus kasih tahu ke Syahna tentang hal yang terjadi antara gue dan Kiara ya?

"Syaa.." panggil gue membuatnya menarik tubuh dari pelukan gue.

"Iya?"

"Emmm.. ada yang mau omongin."

"Hemm? Apa?"

"Aku... emmm.. aku..."

Tiba-tiba terdengar panggilan masuk di hp Syahna.

"Bentar sayang, ini kayaknya food delivery-nya," ucapnya.

"Oh iya, yaudah angkat."

"Halo?"

"..."

"Oh iya benar Mas."

"...."

"Gak bisa naik ke atas? Kenapa?"

"...."

"Oh gitu. Yaudah, saya turun ke receptionist aja kalau gitu."

"..."

"Iya gak apa-apa Mas."

"..."

"Oke."

Syahna berdiri. "Sebentar ya sayang, abangnya gak bisa naik ke atas. Aku turun dulu ambil makanannya ya."

"Aku aja yang ngambil, kasihan kamu bulak-balik."

Syahna sedikit tertawa. "Muka kamu masih muka bantal, cuma pake short pants sama kaos tipis lagi. Udah ya, kamu aturin piring aja. Aku tadi pesen nasi padang."

"Iya yaudah. Makasih ya."

"Iya, bentar ya." Dan Syahna pun turun ke bawah untuk mengambil pesanannya.

Kayaknya ini belum saat yang tepat untuk memberitahukan Syahna tentang gue dan Kiara. Maafin aku ya Sya...


***


Hari Terakhir Ujian Nasional

Hampir seluruh murid dari setiap kelas sedang sibuk membaca buku catatan masing-masing. Begitu pun dengan Syahna yang terlihat sangat fokus tengah membaca bersama Mala.

Aris menghampiri gue yang sedang duduk di depan kelas.

"Nay, gak belajar lu?"

"Gak, males."

"Wuih, udah hapal semua kayaknya nih."

"Yaaah, gak juga sih. Lo sendiri kenapa gak belajar malah mundar-mandir daritadi?"

"Haha pusing gua belajar mulu. Yang ada kalo belajar sebelum ngerjain soal malah nge-blank otak gue."

"Bilang aja lo males."

"Hehehe. Oh iya Nay, gue mau nanya deh," Aris mengecilkan suaranya.

"Nanya apaan?"

"Emmm.. nanti aja deh abis kelar ujian."

"Yaelah, jangan setengah-setengah ah."

"Udeh entar aja. Takut nanti gua bikin lo gak fokus ujian."

"Emang lo mau nanya tentang apa?"

"Tentang lo dan si Miss Jutek."

Gue langsung mengerutkan dahi. "Kenapa sama Syahna?"

"Lo lagi gak berantem kan?"

"Engga kok. Kenapa sih?"

"Duh, nanti aja deh Nay. Udah yak, gua mau boker dulu. Nanti abis selesei ujian, kita ngobrol di warung."

"Gue kan mau anterin Syahna balik."

"Udah gak usah, nanti Syahna balik sama Mala aja. Udah yak, kebelet nih gua."

"Hemm, yaaa."

Bel pun berbunyi lalu kami semua masuk ke dalam kelas untuk mengerjakan mata pelajaran terakhir untuk Ujian Nasional.

Selama mengerjakan soal, fokus gue sedikit beralih memikirkan hal apa yang ingin ditanyakan oleh Aris mengenai Syahna. Duh, semoga gak ada yang aneh-aneh deh. Gue hanya ingin menjalani sisa beberapa bulan ini baik-baik dengan Syahna sebelum akhirnya gue harus pergi jauh.

60 menit sudah berlalu dan kami semua mengumpulkan jawaban. Semua yang ada di dalam ruangan ini langsung menghela nafas lega karena Ujian Nasional sudah selesai. Gue menghampiri Syahna ke mejanya.

"Hai," sapa gue.

Syahan tersenyum. "Hai, gimana tadi soalnya? Bisa kamu kerjain semua kan?"

"Bisa kok. Oh iya, Aris tadi bilang ke aku kalau hari ini kamu pulang bareng Mala karena Mala mau ke rumah pinjem dress kamu?"

"Iyaa, tadi sebelum masuk Mala bilang gitu. Kamu juga sama anak-anak mau pada ke warung kan?"

"Iya sih, Aris ngajakin ke sana."

"Yaudah. Kamu main aja sama temen-temen. Biar aku pulang bareng Mala naik taksi ya."

Mala dan Aris pun masuk ke dalam menghampiri kami. Ya, kami memang tidak satu ruangan dengan mereka.

"Ayo Sya, balik," Mala langsung menggandeng lengan Syahna.

"Iyaa ayo," Syahna menyahuti.

"Hati-hati ya bebih aku. Aku pulang bareng Syahna dulu. Nay, gue ke rumah Syahna dulu yaaa," ucap Mala pada Aris lalu padaku.

"Chat aku ya kalo udah sampe," sahut Aris.

"Iya La. Hati-hati ya," gue juga ikut menyahutinya.

Syahna sempat menatap mata gue sebelum mereka pergi.

Aris merangkul bahu gue. "Ayo cabs."

"Lah, lo gak ngambil motor dulu?"

"Udeh dibawain sama si jeki ke warung."

"Terus si Rio sama Ody ke mana tuh?"

"Tuh anak dua langsung ke rental PS katanya."

"Will?"

"Nanti nyusul abis anterin Kiara."

"Lo ikut mobil gue nih jadinya?"

"Iyeh, ayooo."

Setelah memarkir mobil di pinggir jalan, kami langsung memesan es kopi dan duduk di depan warung karena di dalam ada beberapa anak sekolah kami yang sedang pada mabar.

Aris mengeluarkan sebatang rokok dan membakarnya.

"Minta Ris, rokok gue abis," ucap gue padanya dan dia memberikan rokoknya ke gue.

"Jadi lo mau ngomongin apa tentang Syahna?" tanya gue sambil menghisap sebatang rokok.

"Gue bingung nih mesti mulainya gimana."

Gue menatapnya serius. "Kenapa sih?"

"Dua hari berturut-turut kemarin gue ngelihat Syahna."

"Lihat Syahna? Di mana?"

"Yang pertama tuh di bioskop terus yang kedua, di tempat makan."

"Dia sama siapa?"

Aris menoleh dan menatap gue.

"Gue lihat dia sama si Giffran Nay."

Detik itu juga jantung gue langsung berdetak kencang. Emosi gue langsung naik tapi gue tetap berusaha untuk tenang.

"Mereka berduaa doang?"

"Iya."

"Kenapa pas lo lihat mereka, lo gak langsung kasih tahu gue?"

"Asli, gue juga pengen langsung telpon lo. Tapi gue bingung Nay, gue khawatir lo langsung nyamperin mereka terus berantem lagi."

"Lo lihat mereka jalan berdua gimana?"

"Waktu di bioskop sih, gue lihat mereka baru keluar gitu. Jalan aja biasa gak pegangan tangan atau gimana. Terus pas gue lihat di tempat makan, gue sempet lihat si Giffran pegang tangannya Syahna."

"Terus reaksi Syahna apa?"

"Dia diem aja."

"Bangsat," umpat gue.

"Pas lo lihat mereka, lo lagi sama Mala?"

"Engga, gue lagi sama adek-adek gue. Kalo yang kedua, gue lagi sendiri karena gue disuruh nyokap beli makanan."

"Mala gak tahu tentang ini?"

Aris menggeleng. "Gak Nay, gue gak cerita ke dia karena gue mau langsung ceritain ke lo."

Gue menarik nafas dalam-dalam. "Sebenernya minggu lalu pas kita libur, gue sempet pergokin dia tanpa sengaja lagi makan malem sama Giffran. Besokannya dia dateng ke apart gue buat ngejelasin. Dia bilang dia gak mau nanggepin Giffran lagi, eh sekarang gue malah tahu dari lo kalo mereka berdua jalan. Padahal Syahna bilang ke gue selama UN, dia mau di rumah aja untuk belajar. Fuck..."

Aris merangkul bahu gue mencoba menenangkan. "Lo tenang dulu ya Nay."

Gue kembali menoleh ke Aris. "Ris, sebenernya dulu Giffran dan Syahna gimana sih?"

Aris melepaskan rangkulannya. "Hemm, ini yang gue tahu aja ya dan yang diceritain sama Mala."

"Iya."

"Giffran itu kan di atas kita dan waktu pas angkatan kita masuk, Syahna dan Kiara itu jadi inceran banyak senior. Jangankan senior, seangkatan kita aja pada rebutan mau deketin mereka. Nah, si Giffran ini, dia emang terkenal pinter dan ber-attitude baik ditambah dia juga anak OSIS, makin dikenal semua orang. Syahna juga akhirnya ikutan OSIS, sejak itu deh, tuh cowok deketin Syahna, ini yang gue tahu dari Mala ya. Hampir tiap hari mereka suka ke kantin bareng, balik sekolah bareng, sampe anak-anak ngiranya mereka pacaran," Aris menjelaskan.

"Terus?"

"Iya, Mala bilang kalau Syahna suka banget sama si Giffran. Dia bilang kalo Giffran itu cowok tipe dia banget. Makanya, dari banyaknya cowok yang deketin Syahna, cuma Giffran yang dapet lampu ijo," lanjut Aris.

"Mereka gak pacaran?"

"Nah ini nih, si anjing Giffran tuh gak pernah bikin statement kalo dia pacaran sama Syahna. Sampe acara perpisahan angkatan dia, dia kissing sama Kiara."

Gue langsung memotong kalimat Aris. "Not kissing Ris! He kissed Kiara without her permission."

"Iya sorry, maksudnya gitu. Dari situ deh Syahna jadi benci Kiara karena ngira kalau Kiara nikung dia dari belakang."

"Tapi kan akhirnya Syahna tahu kalo itu bukan salahnya Kiara, emang Giffran nya brengsek. Terus kenapa sekarang Syahna malah jalan lagi sama tuh cowok sih? Anjing!" ucap gue sangat kesal.

Aris mengelus sebelah bahu gue. "Sabar Nay sabar."

"Gimana gue bisa sabar Ris? Syahna udah bohongin gue lagi."

Tiba-tiba Will datang berjalan menghampiri kami. Dia menatap gue dan Aris dengan bingung.

"Ada apa nih? Lo kenapa Nay?"

"Gue ketemu Syahna kemaren 2x lagi jalan sama Giffran Will. Terus gue kasih tahu Syahna sekarang."

"Giffran cowok bangsat itu?" tanya Will.

"Iya."

"Ngapain lagi dia di Jakarta?"

"Lo jangan ikutan emosi dong Will. Duh, jadi serba salah nih gue."

Will menghela nafasnya. "Sorry-sorry. Gue kesel aja kalo inget apa yang dia lakuin dulu ke Kiara."

"Syahna bohongin gue Will," ucap gue ke Will dan menjelaskan semua hal yang terjadi antara gue dan Syahna.

"Gini sih Nay, kalo dilihat dari history-nya Syahna ke si Giffran itu, mungkin cewek lo sekarang nih lagi ngerasain perasaanya yang dulu. Biar gimana juga, Giffran ini cowok pertama yang bisa naklukin Syahna dan emang Syahna juga suka sama dia," ucap Will.

"Ya tapi kan Syahna udah tahu gimana brengseknya si Giffran. Harusnya dia bisa mikir dong."

Aris menyahuti. "Cinta tuh bisa bikin bego Nay."

"Ya berarti si Syahna masih punya perasaan ke Giffran dong kalo gitu?" tanya gue semakin emosi.

"Tenang Nay. Lo harus tenang," ucap Will.

Gue mencoba mengatur nafas dan emosi gue yang terlanjur sudah meninggi.

"Gue mesti gimana Will?"

"Lo tanya dan ngobrol sama Syahna baik-baik tapi kalo lo udah gak emosi."

"Gue gak bisa. Gue udah terlanjur emosi."

Will menatap mata gue dalam dan sebelah tangannya menepuk bahu gue. "Yaudah, lo ngobrol dulu gih sama Kiara. Tanya pendapat dia baiknya gimana."

Gue mengerutkan dahi membalas tatapannya. "Hemm?"

Will sedikit tersenyum. "Gih sana ke rumah Kiara. Dia gak ke mana-mana kok."

Lalu Will masuk ke dalam warung untuk memesan sesuatu.

"Bener kata si Will tuh. Kiara kan juga cewek, pasti pola pikirnya akan beda dari gue dan Will. Udah sana, lo curhat sama Kiara gih," sahut Aris.

Gue diam sejenak hingga Will kembali duduk di samping Aris.

"Kok lo masih di sini sih? Udah sana. Gue tahu kok, lo bakal lebih bisa tenang kalo udah ngobrol sama Kiara," ucap Will lagi membuat gue jadi merasa gak enak padanya.

"Tapi Will?"

Will kembali tersenyum dan dia berdiri lalu berbisik di telinga gue. "Tenang Nay, gue udah tahu apa yang terjadi antara lo dan Kiara. Gue gak marah, gue ngerti karena gue juga tahu kalau Kiara punya perasaan ke lo."

Gue kaget mendengar perkataan Will barusan. Dia kembali duduk sambil meminum segelas es teh manis.

"Udah sana gih ke rumah Kiara," ucapnya lagi.

"Will, gue, gue bisa..."

"Udaaah, sana jalan. Masalah itu nanti aja kita omonginnya."

Aris menoleh ke Will. "Masalah apaan nih?"

"Mau tau aja lo. Udah Nay, gih sana ke rumah Kiara. Gue juga barusan chat dia kok kalo lo mau ke rumahnya."

Gue gak tahu harus bersikap gimana ke Will yang pasti gue akan minta penjelasan ke Kiara.

"Okay, gue cabut duluan ya. Thanks Will, Ris."

"Iya Nay, hati-hati lo," sahut Aris.

"Take your time," sahut Will.

Dan gue pun akhirnya menancapkan gas menuju rumah Kiara.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top