45.

Naya's Pov

"Duar!" bunyi suara tembakan peluru terakhir gue hari ini tepat mengenai sasaran. Ya, sudah satu bulan terakhir ini gue latihan menembak seperti keinginan Papa.

Gue baru diajarkan menembak menggunakan Metrillo Handgun oleh Om Caesar, adik Papa yang memang sudah lama menjadi anggota Perbakin. Papa hobi mengoleksi berbagai dummy handgun walaupun riffle ya karena dikenalkan oleh Om Caesar.

"Good job, Naya!" ucap Om Caesar ke gue.

Gue pun melepaskan alat pelindung suara dari telinga. "Kena di tengah Om?"

Om Caesar berjalan mengambilkan kertas target sasaran. "3 tembakan kamu berturut-turut kena angka 10, perfect shot!"

Gue tersenyum melihat hasil tembakan. "Berarti aku udah boleh latihan pakai SS2-V1 dong Om?"

Om Caesar merangkul bahu gue sambil mengajak duduk di badge penonton. "Belum boleh. Next practice, kamu tetap pakai handgun tapi dengan target yang bergerak."

"Okay. Nanti pas aku UN seminggu, aku masih boleh latihan gak?"

"Kamu belajar aja dulu di rumah. Kita latihan lagi ketika kamu udah selesei UN, oke?"

"Huff, padahal aku lagi semangat banget latihan."

"Haha, ajak cowok kamu juga biar makin semangat latihannya."

"Aku gak punya cowok Om."

"Ah masa sih ponakan Om yang cantik ini gak punya pacar?"

"Hehehe," aku hanya tertawa menanggapinya.

"Yasudah, Om harus melatih yang lain dulu. Kalau kamu masih mau main di sini, main aja ya."

"Aku mau langsung balik deh Om, udah sore."

"Yaudah kalau gitu. Hati-hati di jalan ya Nay."

"Iya Om, makasih ya untuk latihannya hari ini."

"Iyaa."

Gue berjalan ke mobil sambil menelpon Syahna.

"Kok dia gak angkat sih?" gerutu gue.

Gue kembali menelponnya beberapa kali tapi masih juga gak ada jawaban. Gue pun akhirnya mengiriminya chat.

"Kamu lagi ngapain?"

"Kok gak angkat-angkat telpon aku? Padahal kita udah 2 hari gak ketemu, aku kangen. Aku main ke rumah ya? Atau nanti malem kita jalan yuk?"

Gue masih menunggu balasan darinya tapi chat dari gue belum juga dibaca olehnya. Mungkin dia lagi di bawah kali ya, yasudahlah gue balik dulu aja ke apart.

Ketika gue sampai di apart, Syahna masih juga belum membalas chat dari gue padahal dia sudah membacanya. Gue membereskan pakaian lalu bergegas mandi. Sampai gue selesai, gue kembali mengecek hp dan ternyata Syahna sudah membalas chat gue.

"Maaf sayang baru bales." – Syaiton

"Aku nanti malam gak bisa ketemu soalnya Mama minta temenin ke rumah Tante Shinta." – Syaiton

Gue mengerutkan dahi membaca pesan darinya. Tumben dia gak nanya gimana latihan gue hari ini, gue udah sampai rumah atau belum, dan lainnya.

"Oh gitu. Yaudah kamu temenin Mama aja dulu." – Naya

"Tapi, kalo besok bisa kan? Kita nonton yuk?" – Naya

Lagi-lagi Syahna tidak langsung membalas. 15 menit kemudian, dia baru merespon chat gue.

"Hemm, aku takut Mama berpikir aneh kalau aku terus-terusan ketemu kamu." – Syaiton

"Yaudah, aku ajak Aris dan Mala aja. Nanti aku minta tolong Mala jemput kamu. Gimana?" – Naya

"Gak enak sayang ngerepotin orang. Siapa tau Mala lagi sibuk belajar. Aku juga kan harus belajar." – Syaiton

"Oh okay, yaudah kalau gitu." – Naya

"Maafin aku ya. Lusa aja kita ketemunya gimana?" – Syaiton

"Iya." – Naya

"Yaudah, aku mau siap-siap dulu ya. Love you." – Syaiton

"Love u too." – Naya

Gue menghela nafas sambil melempar ponsel gue ke sofa. Kenapa Syahna sekarang jadi berubah sikap ya? Apa jangan-jangan dia tahu tentang gue dan Kiara? No, kalau Syahna tau pasti dia akan langsung marah-marah ke gue.

Waktu pun terus berjalan dan gak kerasa kalau sudah malam. Perut gue mulai keroncongan karena dari selesai latihan tadi, gue belum makan apa-apa lagi.

Cari makan di luar aja kali ya.

Gue mengendarai mobil ke salah satu restoran Jepang yang jaraknya tidak jauh dari rumah Syahna. Gue pun memesan beberapa jenis sushi dan menikmati makan malam gue sambil bermain hp. Ketika gue selesai makan dan ingin membayar ke cashier, gue kaget melihat ada Syahna yang baru saja masuk ke dalam tempat makan ini bersama seorang pria yang gak gue kenal.

Gue gak langsung menghampiri dia. Gue mencoba menahan diri sambil terus memerhatikan mereka. Lalu, mereka berdua duduk di meja bagian tengah ruangan ini. Mereka pun memesan pesanan mereka. Gue coba menelpon ke nomor Syahna.

Dari kejauhan, gue melihat Syahna tengah memeriksa ponselnya lalu tidak dia angkat, malah dia membalikan layar ponselnya di atas meja. Seketika itu pula, emosi gue langsung memuncak. Tapi gue tetap harus berusaha menenangkan diri.

Gue mengatur nafas beberapa kali sampai akhirnya gue menghampiri mereka berdua.

"Hai Sya," sapa gue sambil tersenyum ke Syahna yang langsung terlihat kaget melihat gue.

"Na-naya?" sahutnya terlihat panik.

Gue menganggukkan kepala beberapa kali.

"Berduaan aja?" tanya gue.

"Emmm..." gumam Syahna.

Gue pun langsung menatap ke cowok tersebut dan menyodorkan tangan untuk berjabat dengannya.

"Hai, gue Naya," ucap gue.

Dia membalas jabatan gue. "Gue Giffran."

Ketika dia menyebutkan namanya, gue langsung ingat kalau dia ini cowok yang dulu ditaksir Syahna dan membuat gosip tidak enak tentang Kiara sehingga Syahna benci Kiara.

Syahna memegang lengan gue. "Nay."

Gue menoleh sebentar ke Syahna lalu kembali menatap Giffran. "Okay, gue cabut duluan ya. Kalian lanjutin aja makannya."

Gue pun berjalan meninggalkan mereka lalu ke cashier untuk membayar pesanan gue tadi. Syahna mengejar gue sampai ke parkiran.

"Nay, tunggu dulu Nay," ucapnya sejak tadi.

Gue menghentikan langkah tepat di samping mobil.

"Kenapa?" tanya gue.

"Aku mau kamu gak salah paham," jawabnya.

Gue mengerutkan dahi. "Kenapa aku harus salah paham?"

Syahna menghela nafasnya. "Please jangan marah dulu."

Gue menarik nafas dalam-dalam. "Lanjutin dulu aja dinner kamu sama Mama, eh sorry, maksudnya sama Giffran. Aku mau pulang."

Gue pun membuka pintu mobil tapi langsung ditutup sama Syahna.

"Kenapa lagi Sya?" tanya gue tetap berusaha tenang.

"Dengerin aku dulu, aku bisa jelasin ke kamu."

"Nanti aja ya ngejelasinnya. Kasihan tuh cinta pertama kamu nungguin lama di dalem."

"Ck, Naayyy.."

Gue menarik tangan Syahna dengan lembut dari pegangan pintu mobil. Lalu gue tersenyum padanya. "Ternyata daritadi kamu lama bales chat aku dan gak angkat telpon aku karena lagi sibuk jalan sama Giffran. It's okay, go with him. I won't stop you. But don't blame me if I'm out of reach."

Syahna hanya terdiam melihat gue yang masuk ke dalam mobil dan meninggalkannya di parkiran.

"Fuck! Fuck! Fuck!" gue meninju beberapa kali setir mobil dengan perasaan kesal.

Gue gak bisa benar-benar marah sama Syahna karena gue juga udah ngelakuin sesuatu dengan Kiara di belakang dia. Tapi, kenapa Syahna bisa... oh fuck!

Gue mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi dan entah mau ke mana. Hingga emosi gue mulai mereda, gue menghentikan mobil di pinggir jalan lalu membuka kaca dan menyalakan sebatang rokok.

Gue mengambil ponsel lalu menelpon Kiara. Dia pun langsung mengangkat panggilan dari gue.

"Halo Nay?"

"Halo Ki, di mana?"

"Aku di rumah. Kenapa Nay?"

"Aku boleh ke rumah kamu?"

"Boleh kok. Kamu lagi kenapa?"

"Nanti aja aku jelasin ya. Aku otw ke sana ya."

"O..kay. Kamu jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya ya."

"Iya. Yaudah, see you."

"See you."


***

Kiara's Pov

Naya menutup telponnya membuatku bingung kenapa malam-malam begini dia tiba-tiba ingin ke rumah. Aku turun ke bawah dan menunggu Naya datang sambil menonton TV. Semua orang di rumahku sudah tidur. Hanya aku yang masih terjaga karena sejak tadi aku tidak bisa tidur hingga Naya menelponku.

Aku bingung harus bersikap bagaimana di depannya. Sejak kejadian malam itu di apartemennya, aku belum bertemu Naya lagi. Aku merasa bersalah padanya dan juga ke Syahna. Tapi aku juga gak bisa membohongi diriku atas perasaanku padanya.

Lalu tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Aku keluar dan membukakan gerbang untuknya. Naya memarkirkan mobilnya di garasi luar. Aku kemudian mengajak Naya masuk ke dalam dan langsung ke kamarku sambil membawakannya segelas air mineral.

Ketika masuk ke dalam kamar, Naya meminta ijin ke kamar mandi untuk mencuci kakinya. Kemudian dia duduk di sofa kecil dekat tempat tidurku. Aku ikut duduk di sampingnya.

"Kamu kenapa Nay?"

Naya menundukkan kepala sambil meremas tangannya sendiri. Aku yang melihat dia yang seperti itu, langsung memegang sebelah tangannya.

"Tangan kamu kok merah gini? Kenapa?" tanyaku lagi melihat punggung tangan kanannya yang merah dan sedikit bengkak.

"Aku tadi ngelihat Syahna," ucapnya pelan.

"Okay, kamu lihat Syahna di mana?"

"Di tempat makan deket rumahnya."

"Terus? Kamu emang janjian sama dia di sana?"

Naya menggelengkan kepala.

"Lalu?" tanyaku.

Terdengar Naya sedang menarik nafasnya dalam. "Daritadi sore, Syahna gak angkat telpon aku. Dia juga lama bales chat aku. Terus aku ajakin dia dinner bareng tapi dia bilang dia gak bisa karena harus anterin Mamanya ke rumah tantenya. Eh ternyata, aku malah ketemu dia gak sengaja di tempat makan. Dan dia jalan berdua sama cowok."

Aku mengerutkan dahi sambil fokus mendengarkan cerita Naya. "Cowok? Siapa?"

Naya menghela nafas. "Giffran."

Aku diam sejenak mendengar Naya menyebut nama itu.

Naya pun menoleh menatapku. "Giffran itu cowok yang ditaksir Syahna dan buat kalian berdua berantem kan?" tanyanya.

Aku menganggukkan kepala.

"Shit! Harusnya tadi aku pukul muka cowok itu. Tapi, aku juga gak bisa marah ke Syahna Ki karena aku juga ngelakuin hal yang sama, technically. I betray her, I kissed you," ucap Naya terdengar frustasi dan menahan emosi.

Jujur saat ini aku tidak tahu harus merespon apa ke Naya. Biar bagaimana pun juga, aku ikut andil dalam rasa bersalahnya itu.

Aku kemudian mengelus lembut punggung Naya. "Aku minta maaf ya Nay karena aku juga cium kamu malam itu."

Naya langsung menatapku dengan dalam. "Why did you kiss me, Ki?"

Aku membuang muka tidak ingin membalas tatapannya.

"I'm sorry," ucapku sambil berdiri namun Naya memegang lenganku dan memintaku kembali duduk.

"I heard you when you said you love me," ucapnya lagi dan membuat jantungku langsung berdetak kencang. Apakah ini saatnya untuk aku jujur atas perasaanku padanya?

Aku masih terdiam dan Naya masih menatapku. Lalu terdengar helaan nafas darinya kemudian dia melepaskan pegangannya di tanganku.

"Gak apa-apa kalau kamu gak mau jawab Ki, aku ngerti," ucap Naya.

Aku pun akhirnya memberanikan diri. "Aku emang punya perasaan ke kamu Nay."

Naya kembali menengok ke arahku. Dan aku juga membalas tatapannya itu.

"Aku.. aku emang simpen perasaan ke kamu dari pas pertama kali kamu nolongin aku ketika Aldo datang ke kelas waktu itu. Aku semakin merasa nyaman ada di dekat kamu karena aku ngerasa kamu sangat baik, kamu ngelindungin aku beberapa kali dari cowok itu sampai kamu luka-luka. Kamu udah bikin aku jatuh cinta sama sosok kamu Nay. Tapi, aku tahu kalau kamu cintanya sama Syahna. Makanya, aku berusaha untuk simpen perasaan aku ini sendirian. Aku minta maaf," ucapku padanya sambil menitihkan air mata. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi.

Naya masih menatapku lalu dia menarik tubuhku dan memelukku.

"Maaf kalau aku udah bikin kamu jatuh cinta ke aku Ki," bisiknya.

Aku menggelengkan kepala dalam pelukannya. "Bukan salah kamu."

"Maaf juga kalau aku... emmm," Naya menggantungkan kalimatnya.

"Aku ngerti Nay, kamu cintanya sama Syahna, aku ngerti itu. Makanya aku minta maaf ke kamu karena udah punya perasaan ke kamu."

"Kamu itu orang yang sangat baik Ki. Aku udah anggep kamu sebagai sahabat dan kayak adik aku sendiri. Maaf aku gak bisa balas perasaan kamu dan aku benar-benar minta maaf atas ciumanku malam itu. At that time, aku lagi dalam pengaruh alkohol dan lagi bete sama Syahna. I'm so childish, I know. And I'm sorry."

"Gak apa-apa Nay. Aku udah cukup bahagia dengan kamu tahu perasaan aku ini. Dan aku gak minta kamu balas itu karena aku tahu diri. Aku juga selalu ngerasa bersalah ke Syahna kalau ingat kejadian kita malam itu."

"Itu bukan salah kamu Ki, itu salah aku. Aku yang akan tanggung jawab sepenuhnya kalau suatu hari nanti Syahna tahu tentang kejadian itu."

Aku menarik tubuh dari dekapannya dan mengusap air mataku.

"Makasih ya Nay kamu udah baik banget sama aku selama ini. Thank you for being a good friend. Kamu benar-benar pribadi yang sangat baik Nay."

Naya tersenyum. "Will pasti beruntung punya pacar kayak kamu yang sangat sabar, lembut, dan perhatian."

Aku juga tersenyum. "He is really nice. Will take care of me so much."

"I'm happy to hear that," sahutnya.

Lalu Naya kembali menghela nafas laly tersenyum. "So, we are best friend?" Naya mengajakku melakukan fist bump.

Aku sedkit tertawa dan melakukan fist bump dengannya. "Ya, best friend."

Naya kembali menghela nafas panjang sambil menatap langit-langit kamarku.

"Lalu sekarang aku harus gimana ke Syahna, Ki?"

"Kamu temuin dia Nay, kamu dengerin penjelasannya biar kamu tahu kejadian sebenarnya dari sisi Syahna."

"Hemmm, gitu ya?"

"Iya, besok kamu temuin dia ya. Jangan pakai emosi, kamu harus coba bersikap tetap tenang."

"I will try. Tapi aku bingung, kenapa Giffran bisa tiba-tiba jalan sama Syahna? Apa mungkin selama ini mereka saling komunikasian tanpa sepenghetahuan aku? Dan Syahna kan juga tahu gimana brengseknya si Giffran itu dulu ke kamu."

Aku berusaha tetap menenangkan Naya. "Kamu jangan berspekulasi macem-macem dulu. Kamu harus dengerin penjelasannya Syahna. Aku yakin kok, pasti Syahna punya alasan kuat kenapa tadi dia bisa jalan sama Giffran."

"Aku kesel Ki."

"Iya aku ngerti Nay."

"Tapi aku gak bisa lakuin apa-apa. Aku cuma bisa marah sendiri."

"Hemm, itu tangan kamu merah gitu karena apa?"

Naya melihat sejenak ke punggung tangannya. "Oh ini, gak apa-apa."

"Kenapa? Udah jangan bohong sama aku."

Dia menghela nafas lagi. "Tadi aku kesel terus aku mukulin setir."

"Ya ampun, kamu nih. Aku kompres ya. Bentar, aku ke dapur dulu ambil air hangat dan handuk kecil."

"Gak usah lah Ki, gak apa-apa kok ini."

Aku tersenyum padanya. "Udah, aku kompres ya. No bargain."

Aku berjalan keluar dan Naya langsung mengkuti langkahku. "Aku ikut."

Aku sedikit tertawa. "Haha, yaudah ayo turun."

Keadaan di dapur lumayan gelap karena penerangan hanya dari halaman belakang. Aku mengambil baskom serta handuk kecil. Naya berdiri di dekat kitchen bar sambil memerhatikanku menuangkan air hangat.

Lalu tiba-tiba saja Naya berteriak dan berlari ke belakang tubuhku.

"Ki, Kiii, kecoa," ucapnya ketakutan sambil mengumpat di balik tubuhku.

"Haha, kamu takut kecoa?" tanyaku tertawa padanya.

Naya hanya menganggukkan kepala.

"Mana kecoanya?"

"Tadi, dia jalan di kaki aku."

"Yaudah, bentar aku cari kecoanya," ucapku lalu menaruh baskom yang sudah terisi air hangat di atas meja.

Naya terus memegang belakang bajuku dengan keras. Dia juga mengikuti langkahku yang ingin mengambil sapu. Saat ini aku benar-benar ingin tertawa melihat tingkahnya yang lucu ini.

Kami pun mencari kecoa tersebut di sela-sela meja tapi tidak ada.

"Kecoanya udah gak ada. Udah yuk, balik ke kamar aku lagi aja," ajakku.

"Ayo buruan," sahutnya lalu dia berjalan cepat menaiki tangga menuju ke kamar.

Ketika masuk ke dalam, Naya menghela nafas lega.

"Huuuhhh, dasar kecoa sialan!"

"Haha, aku gak pernah tahu kalau kamu takut kecoa Nay."

"Ish, itu tuh hewan paling menjijikan."

Aku tidak bisa lagi menahan tawa melihat mukanya yang panik. "Hahaha, kamu tuh. Badan tatoan, gak takut sama preman, berani ngelawan anak STM, berantem sama anak kuliahan, eh ternyata takutnya sama kecoa. Nayaaa, Naya, hahahaha."

Naya terlihat malu. "Udah deh, jangan ngeledek terus."

"Hahaha, aduh, kalau aja anak satu sekolah tahu betapa paniknya kamu ngelihat kecoa, mereka masih pada idola-in gak ya? Hahaha."

"Udah dong Kiiii, jangan ketawain terus."

"Haha, iyaa, iyaaa. Aduh, lucu banget tadi muka kamu sumpah."

"Iya, iyaaa. Aku tahu aku cupu kalo udah ketemu kecoa. Aku takut sama hewan itu, apalagi kalo dia terbang. Urgh, menjijikan!"

"Duh, kamu lucu banget Nay, hahaha."

"Iya, udah dooong."

"Syahna tau kamu takut sama kecoa?"

Dia langsung menggelengkan kepala.

"Haha, aku kasih tahu Syahna ah nanti."

"Jangan! Nanti dia ngejek aku terus pasti. Udah cukup kamu aja yang tahu kelemahan aku."

"Hahaha, gak janji."

"Ah Kiaraaaa."

"Haha iya, iyaaa. Yaudah, sekarang siniiin tangan kamu."

Naya menyodorkan tangan dan aku mulai mengompres punggung tangannya dengan masih sedikit tertawa.

Tiba-tiba dengan gerakan cepat, sebelah tangan Naya mengacak rambutku.

"Uuhhh, udah deh jangan ketawain aku terus," ucap Naya dan membuatku sedikit kaget atas perlakuannya barusan.

Aku tersenyum. "Iya, iya, udah engga. Aku gak ketawain lagi."

"Ck, gitu dong."

"Tapi aku bakal tetep kasih tahu Syahna nanti."

"Kiaraaaaa..."

"Hahaha."

Dan malam itu Naya berbagi banyak cerita tentang dirinya padaku. Aku merasa ingin lebih mengenalnya lagi. Sikapnya yang baik padaku selalu membuatku terus merasa nyaman berada di sampingnya. Naya, kamu salah satu manusia terbaik di hidupku Nay. Dan sayangnya, aku gak akan pernah bisa miliki kamu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top