36.
Syahna's Pov
Satu minggu sudah berlalu dari kegiatan study tour kami. Selama 3 hari di sana, Naya selalu menemaniku bahkan di malam terakhir kami sempat jalan-jalan berdua di tengah malam.
Itu pertama kalinya aku menyelinap diam-diam tanpa ketahuan guru. Banyak pengalaman seru ketika aku bersama Naya. Dia selalu memberikan cerita yang gak akan pernah mungkin bisa aku lupa.
"Ini Pak Wanto gak masuk ya Sya?" tanya Mala di sampingku.
Seisi ruang kelas ini mulai berisik, ada yang ngegosip, main game di pojokan, bahkan ada yang nyanyi-nyanyi sambil gebrak meja. Seharusnya Pak Wanto mengajar di kelas kami pagi ini, tapi sudah 10 menit belum juga datang.
"Hemm gak tau sih gue," jawabku.
Tiba-tiba ada Pak Agus, guru kesiswaan yang masuk ke dalam ke kelas kami membuat semua murid langsung diam dan duduk di bangku masing-masing.
"Pagi anak-anak."
"Pagi Paaak."
"Hari ini Pak Wanto berhalangan hadir. Jadi selama 1.5 jam ke depan, kalian belajar sendiri dulu. Jangan pada berisik apalagi keluar-keluar kelas. Mengerti?"
"Mengerti Paaak."
"Ketua kelas, kalau ada apa-apa langsung ke ruang guru piket ya."
"Iya Pak."
"Baik, Bapak keluar dulu."
Dan sesaat setelah Pak Agus keluar menutup pintu, semua anak di ruang kelas ini langsung ceria dan kembali berisik walau dengan volume suara yang tidak sekencang tadi.
"Yesss! Gue bisa streaming-an drama koreaaaa," ucap Mala senang sambil memasang earphone pada ponselnya.
Aku menoleh ke arah Naya di belakang. Dia bersama Aris, Ryo, Ody, dan Adit sedang merapikan bangku membuat ruang di bagian belakang kelas jadi lebih lega. Lalu mereka duduk di lantai dan Aris mengeluarkan kartu gaple.
Naya ngapain ikut-ikutan sih?!
Aku pun langsung mengirimi Naya pesan.
"Kamu ngapain ikut-ikutan main kartu?"
Dia tidak langsung membalas. Aku pun kembali menoleh ke arahnya. Sepertinya Naya sedang tidak memegang ponselnya. Kemudian aku merobek selembar kertas dan menggulungnya hingga terbentuk seperti bola. Lalu aku menimpuk Naya dengan kertas tersebut.
Untung saja timpukanku mengenai kepalanya sehingga dia langsung menoleh ke arahku. Aku pun memberikan isyarat untuk Naya mengecek ponselnya. Kemudian dia mengambil hp-nya dari dalam tas dan membalas pesan dariku.
"Abis aku bosen." – Naya
"Ish nanti kalo ketahuan guru gimana?" - Syahna
"Ya jangan sampe. Udah dulu ya, aku mau main dulu." - Naya
"Naya!!! Iihhhhh, bandel banget sih. Gak usah ikutan main!" - Syahna
"Naya!"
"Naya!"
"Naya!"
"P"
"P"
"P"
"P"
Ih Naya bener-bener deh, chat dariku tidak dibaca dan dia malah asik bermain kartu. Terserah dia aja deh ah.
Aku pun hanya bisa menatap Naya dengan kesal karena dia tidak memedulikanku. Biarin aja, kalau sampe ketahuan guru bakal aku ketawain.
Aku mengambil buku paket dan mulai membacanya. Anak-anak di kelas ini pada sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Bahkan ada beberapa dari kami yang sejak tadi keluar kelas dan tidak kembali. Paling mereka jajan di kantin atau ngumpet di ruang koperasi.
Entah sudah berapa lama hingga tiba-tiba saja pintu dibuka secara paksa oleh Pak Agus membuat seisi ruangan ini kaget. Pak Agus berjalan cepat ke arah belakang kelas memergoki Naya dan yang lainnya yang sedang bermain kartu.
"Astagaaaa, ini disuruh belajar malah main kartu di kelas. Kalian berlima, ke depan sekarang dan bawa kartunya!"
Naya, Aris, Ryo, Ody, dan Adit pun berjalan ke depan sambil menundukkan wajah mereka. Bahkan aku sempat melihat kalau Ody cengengesan di balik tundukan kepalanya itu.
Mereka berlima berbaris sejajar di depan kelas. Pak Agus berdiri di dekat meja guru tepatnya di samping Naya.
"Kenapa kalian main kartu?" tanya Pak Agus tegas.
Mereka semua hanya diam.
"Jawab!"
"Ka-kami bosen Pak," jawab Aris.
"Bosan? Kan Bapak sudah bilang kalian belajar sendiri-sendiri bukan malah main kartu. Ini lagi, kenapa kamu ikut-ikutan?" Pak Agus menunjuk ke arah Naya.
Naya langsung mendongakkan kepalanya menatap Pak Agus. Hanya dia yang berani menatap langsung Pak Agus.
"Saya cuma jadi bandar aja Pak."
"Ya tetap saja, astagaaa! Kamu lihat teman-teman kamu yang lain, mereka semua pada diam, anteng. Kamu ini cewek satu-satunya yang ikutan main kartu."
"Yang lain juga pada gak belajar Pak. Ada yang gosip, streaming-an film, nyanyi-nyanyi, malahan tadi ada yang jajan ke kantin," Naya masih saja menyahuti.
"Kamu ini tetap saja menjawab. Sudah-sudah, kalian berlima Bapak hukum. Ayo ikut ke lapangan, hormat ke tiang bendera sampai nanti bel istirahat pertama berbunyi!"
Pak Agus menyuruh mereka berlima untuk mengikutinya ke tengah lapangan. Sesuai dengan perkataan beliau tadi, Naya dan yang lainnya pun tengah berdiri di depan tiang bendera sambil hormat. Cuaca di luar sana juga sangat terik walaupun saat ini jam masih menunjukkan pukul setengah 9 pagi.
Pak Agus kembali berjalan menuju ruang kelas kami. Beliau memberikan peringatan pada kami untuk tidak pergi keluar kelas, berisik di dalam kelas, atau pun bermain. Semua murid termasuk aku mematuhi perkataan beliau dengan membuka buku paket dan belajar sendiri-sendiri. Hingga Pak Agus pergi keluar, aku kembali melihat ke Naya yang sedang berdiri di luar sana. Pasti Naya saat ini sangat kepanasan deh. Aku ingin sekali memberikannya topi dan minuman, tapi apa daya, Pak Agus masih berjalan mundar-mandir di koridor sini.
Aku terus melihat jam di tanganku. Sudah 20 menit Naya berdiri di sana. Masih ada sekitar 40 menitan lagi untuk sampai bel istirahat pertama. Aku melihat ke sekeliling koridor kelas, sepertinya Pak Agus sudah tidak ada.
Aku pun bergerak mengambil topi dari dalam tas dan membawa botol air mineral milikku.
"Mau ke mana lo Sya?" tanya Mala melihatku berdiri ingin meninggalkan kelas.
"Ke depan, bentar," jawabku langsung bergegas menghampiri Naya.
Aku sedikit berlari sambil melihat ke sana ke mari, waspada jika ada Pak Agus datang. Ketika situasinya sudah terlihat aman, aku menghampiri Naya. Dia terlihat kaget sama seperti Aris, Ryo, Ody, dan Adit.
"Ini pake topinya, terus minum," ucapku berbisik padanya.
Dia tersenyum padaku dan memandangiku.
"Buruan diminum Nay, nanti keburu Pak Agus dateng," ucapku lagi memaksanya sambil memakaikannya topi punyaku.
Dia masih saja tersenyum lalu dia minum air mineral pemberianku.
"Buat kita mana Syaaa?" Rengek Aris sambil mengejek.
"Lo minta aja sana sama Mala," sahutku.
Aku kembali menyuruh Naya untuk minum. "Minum yang banyak."
"Iyaa," dan ia kembali menenggak minumanku.
"Makasih ya," ucapnya setelah menghabiskan setenga botol air mineralku.
"Iyaa. Gue balik ke kelas ya," sahutku lalu bergegas pergi meninggalkan Naya.
Namun ketika aku sedang berjalan menuju kelas, Pak Agus memanggil namaku.
"Syahnaaa.."
Aduh, ketahuan nih!
Aku membalikkan tubuh. "I-iya Pak?"
Pak Agus berjalan menghampiriku. "Kamu abis dari mana?"
"Saya abis dari koperasi Pak, beli air mineral."
Pak Agus melihat botol kemasan di tanganku.
"Yasudah, cepat kembali ke kelas," ucap beliau membuatku lega.
Aku kembali ke kelas dan belajar lagi membaca buku paket hingga bel istirahat pertama berbunyi. Naya dan yang lainnya pun akhirnya masuk dengan seragam yang sedikit lepek karena berkeringat. Satu persatu mulai keluar kelas untuk ke kantin, hanya tinggal beberapa orang saja yang ada di dalam termasuk aku, Naya, Aris, Mala, dan satu geng cewek rempong.
Aku dan Mala menghampiri Naya dan Aris. Mala terlihat memberikan tisu pada Aris untuk ia mengelap keringat di dahinya. Sedangkan Naya sudah mengelap sendiri wajahnya dengan handuk kecil miliknya.
"Lo berdua sih, bukannya maen apa kek malah maen kartu di kelas. Kalo males buka buku paket kan bisa main hp aja," gerutuku pada mereka.
"Lo gak pernah tau serunya main kartu sih Sya. Nih, si Naya nih waktu di Sukabumi ngalahin gue sama si Will sampe kita berdua mesti minum amer berapa gelas," jawab Aris membuatku langsung menoleh ke Naya.
"Kapan ya Naya main kartu sampe minum amer gitu?" tanyaku ke Aris tapi mataku masih menatap tajam mata Naya.
"Eh, duh keceplosan gue. Sorry Nay, udah yak, gue ke kantin dulu. Ayo sayang," sahut Aris lalu menarik tangan Mala meninggalkan kami berdua di bangku belakang.
Naya hanya bergumam. "Hemm.. hemmm.."
Aku melipat kedua tanganku masih sambil menatapnya. "Kapan?"
"Eng... itu waktu malem di hari pertama. Pas kamu udah tidur jam 1 malem, aku diajak Aris ke kamarnya Will. Terus kita main kartu sampe subuh."
"Terus kamu juga minum amer?" tanyaku sedikit berbisik padanya.
Naya memperlihatkan ekspresi merasa bersalahnya. "I-iya, dikit."
Aku menarik nafas dalam-dalam. "Berapa gelas?"
"Lupa."
"Pantes ya lo besokannya kelihatan ngantuk terus dan suka gak nyambung kalo gue tanya-tanya. Ternyata malemnya malah main kartu sambil minum-minum, pinter bohong yaaa. Terserah deh," ucapku kesal padanya. Aku pun langsung berdiri dan berjalan ke kantin meninggalkan Naya di kelas.
Dia tidak mengejarku bahkan dia juga tidak memanggil namaku. Dasar, Naya brengsek!
Hingga bel masuk berbunyi, aku kembali ke kelas dan melihat Naya sedang memakai earphone sambil memejamkan mata dengan sebelah tangannya yang menyanggah wajahnya.
Aku memerhatikan seragamnya, sepertinya Naya tadi membeli seragam baru. Mungkin tadi ia ke koperasi untuk membelinya. Dia sudah makan belum ya? Kenapa aku tidak membelikannya sesuatu untuk ia makan? Ah, kenapa sih Naya itu nyebelin banget?!
Jam istirahat kedua
Naya menghampiri mejaku. Dia berdiri di sampingku.
"Temenin ke kantin yuk, makan," ajaknya.
Aku hanya menoleh sedikit. "Gak, males."
Terdengar ia sedang menghela nafas. "Yaudah."
Lalu ia pun berjalan pergi tanpa memaksaku untuk menemaninya. Naya tuh kadang suka gak peka sama maunya cewek. Kalau aku lagi ngambek kayak gini kan harusnya dia baik-baikin aku.
Naya masih berdiri di depan pintu kelas. Aku pun sengaja jalan ke dekat pintu dan sok ke meja Wildan untuk menanyakan tugas. Aku sedikit mendengar Naya sedang menelpon seseorang.
"Halo Ki, udah keluar?"
"..."
"Aku udah di depan kelas."
"..."
"Oh yaudah, ketemu depan ruang OSIS ya. Kamu juga mau makan kan?"
"..."
"Okay, aku jalan ke sana."
Dan Naya pun pergi berjalan menuju ke ruang OSIS. Aku masih menatapnya dari balik pintu dan dia terlihat menghampiri Kiara. Bisa-bisanya Naya malah ngajak cewek lain. Maunya apa sih????
Jam Pulang Sekolah
Aku merapikan buku dan alat tulis ke dalam tas. Lalu aku berjalan keluar seorang diri karena Mala sudah bergegas pergi bersama Aris. Terdengar langkah seseorang sedang berlari di belakangku.
Naya tiba-tiba muncul di sampingku. "Sya, tunggu dong."
"Apaan sih?"
"Lo mau ke mana? Arah parkiran kan ke sana."
"Gue mau pulang lah."
"Kok?"
"Kenapa emang?"
"Kan mobil gue di parkiran."
"Gue gak mau pulang naik mobil lo."
"Lho, terus?"
"Gue udah pesen taksi online."
"Kok gitu sih?"
"Lo pikir aja sendiri."
"Lo masih marah?"
Aku menghentikan langkah lalu menatapnya. "Lo tuh gak pernah peka!"
Lalu aku kembali melanjutkan langkahku menuju ke gerbang depan. Naya masih berjalan di depanku tanpa berbicara apa-apa. Taksi online pesananku pun sudah sampai dan aku langsung masuk ke dalam. Dengan gerakan cepat, Naya juga ikut masuk lewat pintu satunya.
"Lo mau ngapain?"
"Ikut lo," jawabnya santai.
"Ck, ngapain sih? Terus mobil lo gimana?"
"Ya biarin aja."
"Ngapain sih Nay?"
"Ya terserah gue. Udah Pak, jalan aja," ucap Naya ke driver tersebut.
Aku masih menatapnya tajam. Mau ngapain sih anak ini?!
Mobil berlaju dengan kecepatan sedang menuju ke groceries store yang tidak begitu jauh dari rumahku.
"Lho, kok belok kanan?" tanya Naya.
"Kenapa?"
"Kok gak ke rumah lo?"
"Gue mau belanja keperluan bulanan gue."
"Oh, oke."
Mobil berhenti di depan lobi lalu kami berdua turun. Aku masuk ke dalam dan mengambil troli tanpa berbicara apapun ke Naya. Dia langsung mengambil alih troli dari tanganku.
"Sini, aku aja yang bawa," ucapnya.
Dan Naya yang akhirnya membawakan troliku sampai barang belanjaanku penuh. Mama tadi sempat menelpon dan menitip beberapa kebutuhan untuk masak seperti sayuran, buah, dan bumbu-bumbu lainnya sehingga belanjaanku jadi banyak. Ketika aku sudah selesai membayar, Naya sedang memilah-milih plastik.
"Ngapain sih?" tanyaku yang melihatnya sedang sibuk.
"Nih, kamu bawa yang enteng-enteng aja," ucapnya sambil memberikanku dua kantong plastik.
"Emang lo gak apa-apa bawa yang berat-berat?"
"Gak apa-apa. Udah pesen taksi online?"
"Gak usah, minta taksi di depan aja biar cepet."
Lalu kami berjalan ke lobi utama dan aku meminta petugas keamanan untuk memanggil taksi yang sedang mangkal. Tidak butuh waktu lama, taksi tersebut pun datang dan kami langsung memasukkan barang belanjaanku.
Sesampainya di rumah, Mama dan Mbak langsung membantu membawakan tentengan plastik belanjaan. Mama juga sempat mengobrol dengan Naya menanyakan kabarnya dan masih memintanya untuk tinggal di sini saja daripada di apartemen.
Aku langsung mengajak Naya ke kamar selagi Mama menyiapkan makan malam. Setelah masuk ke kamarku, Naya menaruh tasnya di atas meja belajar dan dia berjalan ke arah kamar mandi.
"Mau ngapain?" tanyaku.
"Cuci kaki, cuci tangan, cuci muka sebelum kamu bawelin aku," jawabnya membuatku sedikit tersenyum.
Setelah ia selesai bersih-bersih, gantian diriku yang ke kamar mandi sekalian mengganti baju.
Ketika aku keluar, Naya sedang mengkoneksikan ponselnya ke speaker bluetooth yang ada di samping tempat tidur. Lalu dia menyetel lagu-lagu indie kesukaannya.
Aku mengambil majalah dan bersandar di tempat tidur. Naya duduk di dekatku lalu ia mengambil majalah yang sedang aku baca.
"Apa?" tanyaku.
Naya memasang tampang melasnya. "Maafin aku ya."
"Maaf apa?"
"Maaf aku udah bohongin kamu."
"Itu doang?"
Dia mengerutkan dahinya. "Emang, apa lagi?"
Aku masih menatapnya tajam. "Tadi istirahat kedua, makan sama siapa?"
"Oh, haha."
"Kok malah ketawa?"
"Eh iya, sorry."
"Emmm..."
"Iya, tadi makan sama Kiara. Abis kamunya kan gak mau nemenin aku."
"Harus ya sama Kiara?"
"Aku kan gak punya teman lain selain dia, Will, Aris, Mala, Ryo, Ody."
"Kenapa gak sama Ryo atau Ody?"
"Mereka tadi pergi ke taman belakang buat mabar. Aris sama Mala terus kan, dan Will lagi gak masuk. Jadi cuma sama Kiara aja bisanya."
"Kenapa gak maksa aku untuk temenin kamu sih?"
"Lho, emang kamu mau dipaksa?"
"Tuh kan, kamu emang gak peka. Kamu gak ngerti ya kalo cewek ngomong A itu tandanya bukan A, tapi B. Gitu aja masa gak paham sih?"
"Ya, kalo aku paksa kamu terus mohon-mohon ke kamu, nanti anak-anak di kelas mandang aneh ke kita berdua kamunya malah makin risih lagi."
"Ya, tapi kan tetep aja."
"Iya, iya, yaudah aku minta maaf yaaaa."
"Hemmm..." aku hanya bergumam.
Naya terlihat menghela nafasnya lalu dia mendekatkan tubuhnya di depanku. Sedetik kemudian, Naya mencium lembut keningku lalu ia mengusap puncuk kepalaku.
"Aku bakal berusaha untuk lebih peka lagi sama kamu," ucapnya diakhiri dengan senyuman manisnya. Ya, senyuman yang selalu membuat jantungku ini berdetak kencang.
"Peluk," pintaku manja membuatnya sedikit tertawa.
Lalu dia menarik tubuhku ke dalam dekapannya. "Iya, iya, sini peluk."
"Tadi kamu beli seragam baru ya?" tanyaku masih dalam pelukannya.
"Iya, kok tau?"
"Ya aku kan merhatiin kamu."
Naya sedikit melepaskan pelukannya untuk menatap wajahku.
"Kamu segitunya merhatiin aku?"
"Ck, tau ah."
Dia kembali menarik tubuhku ke dalam dekapannya.
"I love you, Sya."
"Emmm.."
"Gak apa-apa gak usah dibales, yang penting aku tau kalo kamu segitu sayangnya sama aku. Makasih ya Syahna, you're the only one," bisiknya lalu Naya kembali mencium keningku.
Ting..ting..ting..ting..
Terdengar notifikasi chat dari ponsel Naya.
"Siapa sih chat banyak gitu?" tanyaku.
Naya melepaskan pelukannya lalu mengambil ponsel dari dekat speaker bluetooth-ku dan membukanya di depanku.
"Hi Nay." – Emily Watson
"I'm in your town for a couple weeks." Emily Watson
"I wanna see you." – Emily Watson
"I miss you." – Emily Watson
Aku langsung membaca raut wajah Naya yang langsung berubah.
"Who is Emily Watson?" tanyaku ke Naya.
Dia masih menatap ponselnya lalu menutupnya dan kembali menaruhnya ke atas meja.
"My ex," jawab Naya datar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top