35.
Syahna's Pov
Aku dan Naya bergegas ke kamar Kiara. Sesampainya di sana, sudah ada Jeje dan dua orang teman sekamarnya Kiara. Aku langsung menghampirinya yang tergeletak di atas tempat tidur.
"Gimana Kiara bisa pingsan?" tanyaku ke dua orang temannya Kiara.
"Jadi tuh tadi kan kita abis rapi-rapi tempat tidur, Kiara tiba-tiba bilang kepalanya pusing, mukanya juga udah pucet. Eh tau-tau dia jatuh, gue keluar cari panitia. Ada Ruth sama Jeje, akhirnya kita angkat Kiara ke tempat tidur," salah satu dari temannya menjelaskan.
"Hemm okay. Je, udah dikasih minyak kayu putih atau apa gitu?" tanyaku ke Jeje.
"Lagi diambil Ruth, nah tuh orangnya dateng. Mana Ruth," ucap Jeje lalu memberikan minyak itu padaku.
Aku langsung mengoleskan minyak tersebut di dekat hidung Kiara. Dia masih juga belum siuman.
"Tadi siang ada yang lihat Kiara makan?" tiba-tiba Naya bertanya.
"Oh, tadi pas makan siang tuh Kiara berduaan sama Will jadi kita gak tahu dia makan atau gak," jawab salah seorang temannya lagi.
"Pas di sekolah atau di bus, keadaannya Kiara gimana?" Naya kembali bertanya.
Teman Kiara menyahuti. "Di bus tadi pagi sih biasa aja, cuma emang pas balik dari sekolah pertama, mukanya Kiara udah pucet. Gue tanyain kenapa, katanya gak apa-apa."
Aku menyimak obrolan mereka lalu tiba-tiba Gina datang bersama dengan Bu Reni dan Pak Wanto.
"Yang tidak ada kepentingan bisa keluar dari ruangan ini, biar kamar ini tidak sumpek, Kiara butuh banyak udara," ucap Pak Wanto membuat dua orang teman sekamarnya Kiara, Ruth, Gina, dan Naya keluar ruangan.
Sebelum Naya melangkah, aku menahannya dengan memegang lengannya. Dia menatapku bingung.
"Stay," ucapku tanpa bersuara.
Dia hanya menganggukkan kepala lalu berdiri di pojok ruangan.
"Udah kamu olesi minyak Syahna?" tanya Bu Reni mendekat ke tempat tidur.
"Sudah Bu, tapi belum bangun juga," jawabku.
"Bu Reni, saya lihat situasi di luar kamar ya Bu, kayaknya ramai sekali itu. Kalau ada apa-apa, panggil saya saja Bu," ucap Pak Wanto.
"Iya Pak Wanto, tolong ya Pak," sahut Bu Reni.
Lalu Bu Reni meminta tolong ke Jeje. "Itu coba Jeje tolong ambilkan bantal dan taruh di kakinya Kiara sebagai penyanggah."
Jeje pun mengikuti perintah Bu Reni dan meletakkan bantal tersebut di bawah kaki Kiara.
"Sini Syahna minyaknya kasih Ibu, kamu tolong lepaskan seatbelt roknya Kiara dan buka tiga kancing seragamnya ya," perintah Bu Reni lagi.
Aku memundurkan tubuh lalu mengikuti perintah beliau. Bu Reni kembali mengoleskan minyak kayu putih dan menggoyangkan tubuh Kiara sambil memanggil namanya beberapa kali.
Setelah beberapa menit, Kiara mulai sadar dengan mengerjapkan matanya.
"Alhamdulilah, udah sadar," ucap Bu Reni lega sama seperti kami.
Bu Reni membantu Kiara membenarkan posisinya untuk duduk dan bersandar agar ia tidak kembali pingsan.
"Tolong ambilkan air putih di gelas," ucap Bu Reni dan dengan sigap tiba-tiba Naya sudah menyiapkan air tersebut dan memberikannya ke Bu Reni.
"Ini Kiara, diminum dulu airnya."
"Iya Bu," sahut Kiara pelan lalu menenggak air mineral tersebut.
"Sudah enakan?" tanya Bu Reni lagi dan Kiara menganggukkan kepalanya.
"Apa yang kamu rasa nak?"
"Pusing Bu."
"Kapan terakhir kali kamu makan?"
"Tadi pagi Bu."
"Astagfirullah Kiara, pantas saja kamu pingsan," Bu Reni menghela nafasnya.
"Jeje, tolong pesenin jus buah tanpa es dan teh manis hangat di kafetarian dan bawa ke sini ya," Bu Reni kembali meminta tolong ke Jeje dan Jeje langsung pergi ke kafetaria.
Bu Reni melihat arloji di tangan kanannya lalu beliau meminta Naya untuk duduk di samping Kiara.
"Naya, tolong Ibu jagain Kiara di sini. Syahna ikut Ibu, sebentar lagi panitia sudah harus kumpul sebelum makan malam. Ibu mau cari Bu Wati dulu, biar Naya jagain Kiara di sini sampai nanti Jeje datang. Biar Kiara juga bisa nyaman istirahatnya, kalau banyak orang takut tambah pusing. Kiara gak apa-apa ya Ibu tinggal sebentar dan ditemani Naya dulu? Ibu mau cari wali kelas kamu," ucap Bu Reni menjelaskan.
Aku dan Naya sama-sama saling menatap. Naya memberikan senyuman yang menandakan semuanya akan baik-baik saja. Aku balas senyumannya lalu menganggukkan kepala.
"Iya Bu, tidak apa-apa. Maaf ya Bu, saya merepotkan," ucap Kiara masih dengan suaranya yang terdengar lemah.
"Iya Kiara tidak apa-apa. Nanti saya kembali lagi sama wali kelas kamu sambil bawa makan malam untuk kamu ya. Naya juga nanti Ibu bawakan ya."
"Gak usah Bu, terima kasih. Nanti saya bisa makan sendiri aja ke kafetaria."
"Yasudah, Ibu tinggal dulu kalau ada apa-apa, ada Pak Wanto masih jaga di depan kamar kamu ya. Ayo Syahna, kita turun."
"Iya Bu," ucapku sambil melangkah keluar dari kamar Kiara. Tapi sebelum aku menutup pintu kamarnya, aku menengok ke belakang dan melihat Naya sedang menggenggam tangan Kiara dan sebelah tangannya menyentuh dahi Kiara. Dan pada saat itu juga, hatiku merasa sakit melihat mereka berdua.
"Naya gak akan ngapa-ngapain Sya, gak akan ngapa-ngapain," batinku menguatkan diri.
Ketika aku keluar dari kamar Kiara, terlihat Pak Wanto sedang meminta anak-anak untuk turun ke bawah dan tidak lagi berdiri di depan kamar.
"Syahna, Ibu ke aula dulu untuk mencari Bu Wati ya. Kamu langsung saja ke aula kumpul sama semua panitia. Kalau ada yang tanya kondisi Kiara, bilang Kiara sudah baik," ucap Bu Reni.
"Iya Bu," sahutku.
Aku pun berjalan seorang diri menuju ke aula. Ada beberapa anak IPA yang berjalan di depan dan di belakangku sambil berbisik dengan suara yang masih bisa aku dengar.
"Kiara pingsan terus ditemeninnya sama Naya? Ternyata mereka masih pacaran ya?"
"Eh iya, gue pikir udah putus soalnya kan mereka berdua udah jarang kelihatan bareng."
"Terus juga bukannya Kiara lagi deket sama Will?"
"Ih amit-amit ya, ternyata Kiara maruk banget, semuanya dideketin, gak cewek gak cowok, mentang-mentang cantik."
"Mukanya aja yang innocent tapi kelakuannya kayak gitu."
Bisikan-bisikan tersebut sangat mengganggu pendengaranku hingga aku menegur mereka.
"Eh lo berdua, kalo pada gak tau apa-apa, mending gak usah bikin gosip atau ngomongin orang," ucapku ketus pada dua orang itu.
Mereka langsung menundukkan kepala tidak mau menatap mataku.
"I-iya Sya, sorry," ucap mereka.
"Dasar, biang gosip," ucapku lagi sambil berlalu di depan mereka.
Aku kembali berjalan ke aula dan sesampainya di sana, hampir semua panitia sudah berkumpul, tinggal beberapa orang saja yang belum terlihat termasuk Jeje.
Ada beberapa yang menanyakan kondisi Kiara, aku pun menjawab pertanyaan mereka sesuai dengan yang Bu Reni bilang tadi. Ketika semua panitia sudah hadir, aku langsung membuka agenda pertemuan kami sore itu untuk membahas persiapan besok.
Rapat berlangsung selama 40 menit dan ketika selesai, semuanya langsung ke kafetaria karena sudah waktunya untuk makan malam.
Mala dan Aris berjalan menghampiriku. "Sya, si Kiara gimana?"
"Udah baikan sih, dia sekarang di kamar sama Naya, Bu Reni, dan Bu Wati," jawabku ke Mala.
Aris menyahuti. "Uuh, gak jealous Sya?"
"Ih apaan sih lo? Engga lah," jawabku padahal hatiku lumayan kesal.
Aris hanya menyengir dan Mala kembali bertanya. "Jadi kenapa Kiara bisa pingsan?"
"Belum makan dari siang. Si Will ke mana ya Ris? Gue mau nanya nih sama dia."
"Gak tau, gue juga gak lihat daritadi. Kan gue bareng sama sahabat lo terus nih, hehe."
"Ih, kayak anak kembar lo berdua."
"Hehe, udah yuk, kita makan malem yuuukk," ajak Mala menggandeng lenganku.
Aku meng-iya-kan ajakan Mala. Yang penting sekarang Kiara tidak berdua saja dengan Naya karena ada Bu Wati dan Bu Reni.
Kami pun berjalan menuju kafetaria lalu mengantri untuk mengambil makan ala buffet. Aku melihat ke segala sisi ruangan ini, Will masih juga tidak kelihatan batang hidungnya. Lalu mataku menatap ke meja makan untuk guru-guru yang berada di depan sana. Aku sedikit memicingkan mata dan melihat ada Bu Reni jalan bersama Bu Wati. Ah, berarti saat ini Naya berduaan doang dengan Kiara.
"Ris, Ris, pegang nih piring gue, gue mau ke atas," ucapku langsung bergegas ke kamar Kiara.
"Lo mau ke mana Syaaa?" tanya Mala tapi tidak aku gubris.
Aku berjalan cepat menuju lantai 3 ke kamarnya Kiara. Bisa-bisanya Naya tidak mengabariku. Ketika sudah sampai di depan kamarnya, aku bingung harus mengetuk pintunya dulu atau langsung buka aja ya?
Ketuk, buka, ketuk, buka, ah udah buka aja deh.
Aku pun membuka pintu kamarnya dan langsung masuk ke dalam. Aku kaget melihat ada Naya, Kiara, dan juga Will. Mereka bertiga menatap ke arahku bingung. Will terlihat sedang menyuapi Kiara dan Naya tengah memakai Jaketnya.
"So-sorry, gue main asal masuk aja. Gak tahu kalau ada Will," ucapku malu.
Mereka bertiga tersenyum bahkan sedikit tertawa melihat tingkahku barusan.
"Tuh Nay, udah disamperin pacar," goda Will mengejekku.
"Syahna khawatir kali kalau kamu cuma berduaan doang sama aku di kamar," Kiara menyahuti.
Naya berjalan ke arahku lalu sebelah tangannya mengacak rambut kemudian merangkul bahuku.
"Harap dimaklumi ya kalau cewek gue posesif dan cemburuan," ucap Naya juga mengejekku.
Aku langsung melepaskan rangkulannya. "Ih, siapa yang cemburuan? Gue cuma mau manggil lo buat makan malem."
Naya tersenyum jahil. "Oh, tapi kok tadi masuknya tergesa-gesa gitu sih? Takut ya kalo gue macem-macem sama Kiara?"
Aku memukul lengan Naya. "Ih apaan sih? Pede banget. Udah ayo makan."
"Hahaha. Yaudah, Will jagain pacar lo ya. Lo tuh harusnya bawelin Kiara buat makan, gimana sih?" ucap Naya ke Will membuatku langsung menoleh ke arahnya.
"Will.. sama.. Kiara?"
Naya kembali tertawa. "Haha, makanyaaa gak usah khawatir kalo gue berduaan sama Kiara. Kita gak akan ngapa-ngapain."
"Sejak kapan?" tanyaku ke Will.
"Ada deh," jawab Kiara usil. Kondisinya sudah jauh membaik.
"Ish," gumamku.
"Haha udah-udah, yuk kita makan yuk ke bawah," Naya kembali merangkul bahuku.
"Gak usah rangkul-rangkul," gerutuku membuatnya semakin tertawa.
"Gue makan dulu ya, hati-hati kalo tiba-tiba ada guru masuk sini," ucap Naya ke mereka berdua.
"Haha tenang, abis suapin Kiara gue keluar kok. Biar Kiara istirahat," sahut Will.
"Okay, duluan yaa."
"Yoo, Nay," sahut Will.
Aku berjalan lebih cepat di depan Naya membuatnya mengikuti langkahku.
"Ngapain sih buru-buru banget?" tanyanya.
"Gue laper," jawabku sebal.
"Lo masih ngambek?" tanyanya lagi.
"Tau ah."
"Ngambek kenapa sih? Kan gue gak ngapa-ngapain sama Kiara. Ih, aneh deh."
"Kenapa lo gak chat gue kalo Bu Reni dan Bu Wati udah gak di kamar Kiara?"
"Oalaaah, cuma karena itu?"
Aku menghentikan langkah. "Cuma karena itu?"
"Ya, aduh, salah nih gue."
Aku menggelengkan kepala padanya lalu kembali berjalan. "Gak pernah peka."
"Ya, sorry Sya. Hp gue lowbet daritadi, nih lo lihat sendiri," Naya menunjukkan hp-nya yang mati di depanku.
Aku tidak menyahutinya dan tetap berjalan.
Terdengar helaan nafas Naya.
"Jangan ngambek gitu dong. Iya gue salah, gue minta maaf. Harusnya tadi gue pinjem hp Will untuk kabarin lo, tapi tadi gue pikir lo lagi sibuk kan ada rapat panitia," ucapnya kembali menjelaskan.
"Hemm..." gumamku.
Naya kembali memohon. "Jangan ngambek Sya."
"Hemm.." aku kembali bergumam.
Tiba-tiba Naya menghentikan langkahnya lalu memegang lenganku. Dia berdiri di depanku.
"Apaan?" tanyaku.
Mata Naya melihat ke segala arah lalu dengan cepat dia mencium sebelah pipiku membuatku kaget.
Dia tersenyum.
"Jangan ngambek lagi ya," ucapnya lembut.
Naya sialan, selalu aja bisa bikin aku luluh.
Aku masih terdiam sambil memegang sebelah pipiku yang baru saja dicium olehnya.
Dia kembali menatapku dengan tatapan memohon. "Jangan ngambek."
"Iya, engga," ucapku malu-malu.
Kemudian dia tersenyum lebar masih menatapku. "Gitu dong, aku kan gak bisa dijutekin lama-lama sama kamu."
"Iyaaa," sahutku.
"Iya apa?"
"Iya aku gak ngambek lagi sama kamu. Tapi jangan cium tiba-tiba gitu dong Nay, kalo ada yang lihat gimana?" ucapku memelankan suara.
"Gak ada kok, kan aku tadi udah cek sekeliling sini."
"Ya tetep aja, kalo tiba-tiba ada yang lewat gimana? Ih, kamu tuh."
"Hehe, paling juga syaiton yang lihat. Eh lupa, kan syaitonnnya kamu, hahaha," ejek Naya sambil berjalan meninggalkanku.
Aku mengejarnya lalu memukul bahunya. "Ih, dasar manusia nyebeliiiiiinnnn."
"Hahaha," Naya masih tertawa membuatku juga ikut tertawa bersamanya.
Ah Naya, kamu udah sukses bikin tahun terakhirku di SMA jadi lebih berwarna dan penuh tawa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top