34.

Naya's Pov

Gue gak tahu hal apa lagi yang bisa buat gue bahagia selain mendengar jawaban Syahna tadi. Akhirnya, kami berdua memiliki ikatan yang jelas walaupun Syahna tidak ingin ada yang tahu mengenai hubungan kami selain teman-teman dekat kami.

Dan sekarang, kami semua sudah sampai di SD pertama yang kami kunjungi hari ini. Sejak tadi turun dari bus, Syahna langsung berkumpul dengan panitia dan sibuk mengurus banyak hal.

"Nay.." Aris datang tiba-tiba merangkul bahu gue.

"Apa sih lo ngagetin aja."

"Gimana? Diterima gak?"

Ya, Aris memang mengetahui rencana gue untuk nembak Syahna dari pas kami beli kopi di rest area.

"Lo bisa lihat kan dari muka gue?"

"Gokiiiiiiiiil!! Anjir, lo satu-satunya orang yang diterima sama dia Nay. Fuck man!" ucap Aris penuh semangat.

"Lo jangan bacot tapi ya," gue mengingatkan Aris.

"Yaelah, sans aja sama gue mah. Haha PJ boleh kali?"

"Dateng aja ke apart gue nanti setelah study tour. Gue buka botol nanti sekalian ajak Will."

"Nah, gitu dooong. Congrats ya Nay," dia memberikan selamat.

"Congrats juga ya lo udah jadian sama Mala."

"Haha, tanggal jadian kita sama nih. Kapan-kapan kita double date ya."

"Iyaa. Tapi daritadi si Syahna sibuk terus."

"Wajar aja, namanya juga dia anak OSIS dan panitia. Mala gue juga lagi diminta bantu-bantu tuh."

"Ayo anak-anak, kumpul di sini dulu," ucap Bu Reni meminta kami sekelas berbaris di depan ruangan yang ada di SD tersebut.

Syahna dan ketua kelas kami terlihat berdiri di depan bersama Bu Reni.

"Kalian sudah dibagikan kertas kan sama panitia tadi sebelum berangkat?" tanya Bu Reni.

"Sudah Buuu."

"Sekarang, coba kalian buka kertas tersebut. Angka yang tertera di dalamnya adalah kelompok kalian."

Semua pada membuka kertas yang tadi dibagikan, begitu pun dengan gue.

Bu Reni kembali menjelaskan. "Kelas kita dibagi jadi 6 kelompok. Masing-masing kelompok berisi 5 orang dan akan masuk di kelas 1-6 memberikan pelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika, dan Kesenian sesuai dengan dapatnya kelompok tersebut. Masing-masing kelompok nanti akan membagi tugas ada yang menjadi pengajar 2 orang, moderator 1 orang, dan yang membuat laporan 2 orang. Sampai sini ada yang ingin ditanyakan?"

Aris mengangkat sebelah tangannya. "Bu, di masing-masing kelompok ada ketuanya gak?"

"Tidak ada ketua, tapi semuanya harus bekerjasama atas jalannya sesi pelajaran yang akan sekolah kita berikan pada murid-murid di sini."

Kali ini Ryo yang mengangkat tangan. "Berapa lama kita kasih pelajarannya Bu?"

"Kita diberikan waktu 1 sampai 1.5 jam. Kalian bisa mengajar sambil memberikan permainan yang edukatif."

Aris kembali mengangkat tangan. "Untuk pembagian tugas di masing-masing kelompok dikasih waktu berapa lama Bu? Kan kita baru tahu kelompoknya barusan nih Bu."

"Pertanyaan bagus Aris. Baik, setelah penjelasan Ibu selesai, Ibu akan kasih kalian waktu 30 menit untuk menentukan tugas dan bahan ajarannya."

"Pelajaran dasar kan Bu?" tanya Mala.

"Iya Mala. Baik, semuanya ada lagi yang ingin ditanyakan?"

Gue pun mengangkat tangan.

"Iya, Naya?" tanya Bu Reni.

"Bu, kalau panitia kayak Syahna bakal ikutan mengajar juga gak Bu?"

Bu Reni tersenyum, sedangkan si Miss Jutek terlihat malu dan kesal mendengar pertanyaan gue barusan. Haha, eskpresinya lucu banget.

"Tenang saja Naya, semua panitia juga akan ikut terlibat dalam proses mengajar ini. Sekarang, silakan kalian kumpul bersama kelompok masing-masing, 30 menit lagi kita kumpul di sini," ucap Bu Reni kemudian semua orang langsung mencari kelompoknya.

"Kelompok berapa Nay?" tanya Aris.

"Gue dapet 3. Lo?"

"Yah, gue dapet 4. Eh, lo berdua dapet apaan?" tanya Aris ke Ryo dan Ody.

"Kita sekelompok dong broo, nomor 6, hahaha," jawab mereka mengejek Aris.

"Sialan."

Mala datang menghampiri Aris. "Kamu dapet kelompok berapa?"

"Aku dapet nomor 4. Kamu?"

"Aku dapet 3."

"Yah, kamu sekelompoknya sama Naya. Tukeran Naaayyy," mohon Aris.

"Kelompok gak bisa dituker kayak bangku bus," tiba-tiba ada Syahna datang menghampiri kami.

"Yah, kita LDR-an deh," ucap Aris sok manja ke Mala membuat siapapun yang melihat mereka pasti ingin muntah.

"Uh, iyaaa, LDR-an 1.5 jam gak apa-apa yaaa," sahut Mala juga manja.

Gue dan Syahna sama-sama memutar bola mata malas melihat mereka.

"Dapet nomor berapa?" tamya gue ke Syahna, lalu dia memperlihatkan kertas yang ia dapat.

Gue langsung tersenyum melihat angka 3 di kertasnya.

"Asiiiikkkk, satu kelompok sama Syahnaaaa," ucap Mala langsung menggandeng lengan sahabatnya itu.

"Udah sana lo Ris, cari kelompok lo sana," ucap gue mengusir Aris dan dia hanya bisa pasrah.

Lalu ada Wildan dan Teddy ikut bergabung dengan kelompok kami. Kami berlima pun berdiskusi mengenai pembagian tugas. Syahna juga memberitahukan kalau kami mendapat mata pelajaran Bahasa Inggris yang akan kami ajari di kelas 1.

"Okay, jadi kita semua udah agreed ya kalau Mala yang akan jadi moderator?" tanya Syahna. Dia memang memiliki jiwa leadership yang tinggi.

"Iya, Sya," sahut Wildan.

"Untuk pengajar?" tanyanya lagi.

"Emmm.. gue sih setujunya lo sama Naya ya," jawab Mala.

"Iya, gue juga setuju gitu," Teddy menyahuti.

Syahna langsung menoleh menatap gue.

"Sorry, gue gak terlalu bisa kalau disuruh ngomong apalagi ngajar di depan banyak orang," ucap gue apa adanya.

"Iya, biar Naya yang bikin report-nya nanti. Hemm, gimana kalau Wildan yang jadi partner gue untuk ngajar?" ucap Syahna.

"Oh iya bener, Wildan kan pernah menang lomba debat Bahasa Inggris pas kelas XI. Yaudah, gue setuju," sahut Mala.

"Gue juga," ucap Teddy.

"Same here," gue ikut menyetujui.

Syahna kembali me-lead diskusi kelompok kami.

"Okay, berarti yang akan jadi tim pengajar ada gue dan Wildan. Mala sebagai moderator. Naya dan Teddy tim reporting."

"Iyaa," sahut kami bersamaan.

"Ok, karena kita dapat pelajaran Bahasa Inggris, menurut gue kita bisa kasih pelajaran tentang pengenalan hewan. Gimana menurut kalian?"

"Bisa sih, mungkin bisa ditambahin juga di awal pengenalan lafal alphabet sebelum masih ke hewan. Gimana?" Wildan menyahuti.

"Iya, itu basic banget sih. Dan kita bisa sambil main games tebak kata gitu," ucap Mala.

Gue dan Teddy ikut menyetujui.

"Berarti, Naya dan Teddy nanti tolong di reporting-nya di-breakdown ya mata pelajaran apa yang kelompok kita dapet, materi apa yang kita kasih, jenis games apa yang nanti kita mainin, durasi mengajar kita, analisa feedback dari anak-anak yang kita ajarin, dan saran kita untuk sekolah ini. Okay?" ucap Syahna menjelaskan dengan detail.

Mata gue terus terpana melihatnya yang begitu tegas dan bisa membawa diri. Pantas saja kalau dia dipilih jadi ketua OSIS.

"Got it," sahut gue.

Syahna menatap mata gue sejenak lalu mengalihkan pandangannya ke Teddy.

"Ted, nanti tolong lo ambil juga dokumentasi selama kita isi pelajaran ya. Lo bisa pakai kamera gue aja nih," ucap Syahna memberikan kamera mirrorless-nya pada Teddy.

"Oke Sya."

"All good?" tanyanya lagi.

"All gooooood," jawab Mala penuh semangat dan gue, Teddy, Wildan hanya menganggukkan kepala mengerti.

"Yaudah, kita kumpul lagi yuk," ajak Syahna.

Kelas kami kembali berkumpul dan Bu Reni memberikan sedikit lagi penjelasan sebelum semuanya masuk kelas mengajar masing-masing.

Kelompok kami pun akhirnya masuk ke kelas 1. Anak-anak yang berada di dalam kelas duduk sangat rapi dan sudah menyiapkan alat tulis di atas meja mereka. Guru yang ada di kelas tersebut mempersilakan kami untuk mengambil alih.

Mala membuka sesi mengajar ini dengan memperkenalkan kami satu persatu dengan ramah. Lalu, dia meminta anak-anak tersebut untuk aktif bertanya jika ada yang tidak mengerti.

Syahna dan Wildan mulai memberikan pelajaran mengenai pelafalan alphabet dengan nyanyian. Gue kembali memperhatikan Syahna yang sejak tadi selalu tersenyum ramah pada anak-anak tersebut.

Setelah materi alphabet, Syahna dan Wildan memberikan materi pengenalan hewan. Kemudian Mala membuka sesi games dengan anak-anak tersebut. Mereka sangat bersemangat dan terlihat senang bermain games. Apalagi, sekolah kami juga menyiapkan hadiah berupa alat tulis untuk mereka.

Permainan tebak kata berjalan seru. Mereka tampak sangat menikmati dan juga cepat mengerti dengan metode pelajaran yang kami berikan. Waktu 1.5 jam sangat tidak terasa hingga Mala mengakhiri sesi ini dengan kami berlima memberikan alat tulis dan juga tos ke mereka satu persatu.

Gue memberikan alat tulis ke seorang anak perempuan yang sejak tadi terus-terusan menatap gue.

"Ini buat adek. Dipake dengan baik ya alat tulisnya," ucap gue sedikit menundukkan kepala.

Anak tersebut tiba-tiba memegang rambut gue yang tergerai.

"Kakak rambutnya bagus," ucapnya sangat polos.

Gue tersenyum pada anak tersebut. "Terima kasih. Rambut kamu juga bagus."

"Aku mau kayak Kakak rambutnya," ucapnya lagi.

"Nanti kalau kamu sudah besar, kamu warnain aja rambut kamu kayak Kakak gini. Warna ungu," sahut gue.

Syahna tiba-tiba berdiri di samping gue lalu sedikit memukul lengan gue. Gue langsung menoleh ke arahnya.

"Jangan didengerin apa kata Kakak ini ya dek. Warna rambut kamu udah bagus, udah alami, jadi gak perlu diwarnain lagi ya. Kan di sekolah ada peraturannya," ucap Syahna pada anak tersebut.

Anak itu tampak bingung lalu sedetik kemudian tersenyum lebar. "Hehe iya Kak."

Lalu kami berlima pun pamit dari kelas tersebut dan keluar menuju ruang serbaguna.

Syahna berjalan di samping gue. "Lo jangan ngajarin yang engga-engga dong sama anak-anak di sini."

"Lah, kan gue cuma encourage dia aja. Dia kan bisa lakuin apa yang dia mau."

"Secara gak langsung, lo tuh udah ngajarin anak itu buat melanggar aturan yang ada Nay. Gimana sih?" gerutu Syahna.

"Lho, kalo emang dia mau warnain rambut dia, ya suka-suka dia lah. Hidup-hidup dia, kenapa jadi ribet urusin kemauan dia?"

"Bukannya gitu. Lo ngerti gak sih kalau di sekolah tuh ada larangan untuk mewarnai rambut?"

"Rambut gue diwarnain dan gak apa-apa."

"Karena guru-guru di sekolah kita udah males ngebilangin lo."

"Nah yaudah, gak salah dong kalo gue meng-encourage anak tadi?"

"Tetep salah lah. Lain kali tuh kalo ngomong sama anak kecil dipikirin dulu."

"Yaa, iyaaa."

"Jangan iya-iya aja. Ngerti gak? Masih ada 2 sekolah lagi lho yang bakal kita datengin. Jangan kayak gitu lagi."

"Iyaaa Ibu Syahnaaa."

"Kok malah jadi ngejek?"

Gue menghela nafas lalu menghentikan langkah. Syahna juga ikut berhenti, sedangkan yang lain sudah jalan terlebih dahulu.

Gue menatapnya dan dia juga menatap gue.

"Kenapa? Gak suka dibilangin kayak gitu?" tanya Syahna masih dengan nada kesal.

Gue tersenyum padanya lalu sebelah tangan gue mengelus lembut kepalanya.

"Jangan marah-marah terus ya. Nanti gue gak bisa tahan diri gue untuk nyium lo kayak waktu itu."

Wajah Syahna langsung berubah merah padam.

"Gila," ucapnya kemudian pergi meninggalkan gue membuat gue gak bisa menahan tawa melihat ekspresinya barusan.

"Gila, gila, juga cinta," ucap gue pelan sambil menatap punggungnya.

***


Setelah selesai dari sekolah tersebut, kami semua makan siang di warung sunda yang sudah sekolah kami pesan. Sehabis itu, kami melanjutkan ke SD kedua di hari ini.

Agak berbeda dengan sebelumnya, di SD ini kami hanya melihat kondisi sekolah mereka, memberikan buku yang memang kami bawa untuk ditaruh di perpustakaan di sana, dan juga bagi-bagi alat tulis.

Kemudian kami melanjutkan pergi ke hotel untuk beristirahat sampai makan malam nanti. Satu kamar berisi 3 orang yang dipilih secara acak oleh wali kelas masing-masing. Gue sekamar dengan Shiren dan Jessy yang di mana gue tidak pernah sekali pun mengobrol sama mereka.

Ketika kami masuk ke dalam kamar, terdapat dua tempat tidur terpisah. Yang satu berukuran double size, satunya lagi single.

"Gue di kasur yang single ya," ucap gue ke mereka.

"Iya Nay," sahut Jessy.

Gue pun menaruh tas dan mengambil baju untuk gue ganti.

"Kalian ada yang mau pakai kamar mandi dulu?" tanya gue.

Shiren menatap gue malu-malu. "Eng..engga kok Nay."

"Oh yaudah, gue mandi duluan gak apa-apa ya?"

"Iya gak apa-apa kok," Jessy menyahuti.

Gue pun masuk ke dalam kamar mandi. Belum sempat gue menutup pintu dengan sempurna, gue sedikit mendengarkan bisikan-bisikan mereka.

"Gue seneng banget bisa sekamar sama Naya."

"Iya ih sumpah, di sekolah dia susah banget dideketin. Bisa gak ya gue nanya-nanya tentang dia? Pensaran banget gue sama Naya."

"Iya gue juga. Duh Jes, kita harus bisa nih deket sama Naya. Dua malem lho kita sekamar sama dia."

"Hihi, iyaa Shir."

Gue hanya menggelengkan kepala mendengar percakapan mereka. Dasar, cewek-cewek ribet.

Setelah selesai mandi dan mengganti pakaian, gue bisa merasakan kalau mereka berdua diam-diam curi pandang ke gue. Gue pun dengan santai mengeringkan rambut dengan handuk tanpa memedulikan apa yang mereka lakukan.

"Nay, lo punya tato?" tanya Shiren.

Gue sedikit melihat lengan gue. Ya, mungkin karena gue sedang mengenakan kaos lengan pendek, jadi mereka bisa melihat tato gue dengan jelas.

"Iya," sahut gue lalu kembali mengeringkan rambut.

"Ih, keren banget tatonya. Kenapa milih tato Saturnus?" tanyanya lagi.

"Pengen aja," sahut gue lagi singkat.

"Awesome," ucap Jessy tapi tidak gue gubris.

Setelah rambut gue sudah tidak begitu basah, gue mengambil jaket dan keluar dari kamar.

"Gue mau jalan-jalan dulu ke depan. Dikunci aja kamarnya, nanti gue langsung ke aula buat makan malem," ucap gue ke mereka.

"Oke Nay, sampai ketemu nanti," sahut Jessy.

Gue mengambil ponsel dari kantong jaket lalu menelpon Syahna.

"Halo?" – Syahna

"Di mana?" – Naya

"Kamar, kenapa?" – Syahna

"Udah mandi?" – Naya

"Baru selesei. Lo di mana?" – Syahna

"Lagi jalan." – Naya

"Ke?" – Syahna

"Depan kamar lo." – Naya

"Ngapain?" – Syahna

"Ayo keluar." – Naya

"Mau ngapain?" – Syahna

"Berenang." – Naya

"Ck, serius mau ngapain? Sejam lagi gue ada kumpul panitia." – Syahna

"Yaudah, gue minta waktu lo 59 menit kalo gitu." – Naya

"Lo di mana ini sekarang?" – Syahna

"Di depan kamar lo." – Naya

"Ish, bentar." – Syahna

Dan dia pun mematikan telponnya lalu membuka pintu kamarnya mendapati gue yang sudah berdiri di depannya.

Syahna tersenyum tipis, sama seperti gue yang juga mengulas senyum padanya.

"La, gue keluar dulu bentar ya. Nanti langsung ketemu di aula aja pas makan malem," ucap Syahna ke Mala.

"Iya Naaay, nanti gue chat yaaa," sahut Mala sedikit berteriak.

"Gue pergi sama Syahna dulu ya La," ucap gue ke Mala.

"Ooh ada Naya, oke-oke. Have fuuuun!"

Syahna menutup pintu kamarnya.

"Yuk," ajaknya.

"Kok lo cuma pamit sama Mala doang? Emang temen sekamar lo yang lain ke mana?"

"Gue cuma berdua."

"Kok bisa?"

"Lo kalo di kelas pake earphone terus sih. Si Sisil kan gak ikut study tour karena harus ke Jawa, ada family urgent. Harusnya dia sekamar sama gue dan Mala."

"Oh, terus kasurnya tetep dapet yang double size dan single?"

"Iya, kenapa?"

"Gue tidur di kamar lo aja ya kalo gitu."

"Kenapa emang?"

"Temen sekamar gue si Jessy dan Shiren tuh berisik banget, males."

"Hemm, yaudah nanti gue tanya Mala dia bersedia apa gak."

"Iya."

"Terus ini kita mau ke mana?" tanya Syahna ketika kami sudah berada di depan lobby hotel.

"Hemmm, main ayunan di taman samping situ yuk?" ajak gue.

Syahna mengerutkan dahinya. "Ayunan?"

"Iya."

"Hemm, yaudah."

Kami pun berjalan ke taman bermain anak yang berada di samping hotel tidak jauh dari kolam renang. Ada beberapa anak sekolah kami yang sedang duduk-duduk berkelompok di pinggiran kolam. Ada pula yang sedang bermain bola di rumput dekat sana.

Kami duduk di ayunan secara bersampingan. Kami memainkan ayunan dengan pelan sambil berbincang menikmati langit yang mulai berganti warna.

"Hemm.." gumamnya.

"Kenapa?" tanya gue.

"Gue, gue tadi kasihtau Mala tentang hubungan kita," jawab Syahna.

"Lalu? Gimana responnya"

"Dia kaget sih, tapi said congrats karena akhirnya gue nerima 'tembakan' seseorang juga."

Gue sedikit tertawa. "Haha, gak Mala, gak Aris, sama aja ya responnya."

Syahna langsung menoleh. "Lo udah kasih tau Aris?"

"Udah, tadi."

"Hemm, berarti tinggal Will dan Kiara yang belum tahu?"

Gue menganggukkan kepala. "Yes."

Syahna kembali menatap gue, kali ini tatapannya sedikit memohon.

"Nay, please jangan kasihtau siapa-siapa di luar circle orang-orang terdekat kita ya. Gue belum siap," ucapnya serius.

"Iya Sya, tenang aja. Lo gak perlu khawatir," gue mencoba meyakinkan Syahna.

"Jangan lo," ucapnya lagi membuat gue bingung.

Gue mengerutkan dahi menatapnya. "Hemm??"

"Jangan lo, tapi kamu."

"What?"

Syahna menghela nafasnya. "Don't say lo-gue, but aku-kamu kalau kita lagi berduaan."

Gue pun langsung mengulas senyum padanya. Gue tidak pernah menyangka kalau Syahna ternyata bisa selembut ini.

"Iya, sayang," ucap gue lembut masih sambil menatapnya.

Yang ditatap pun memperlihatkan raut wajah malunya membuat gue semakin gemas padanya.

"Ya, ya, jangan langsung manggil sayang gitu. Kan a, aku malu dengernya," Syahna salah tingkah.

"Hahaha, iya Miss Juteeeeekk," tawa gue mengejeknya.

Syahna langsung menatap. "Terus aja panggil gue Miss Jutek."

"Lhooo, kok pake gue lagi ngomongnya?"

"Ya abis lo nyebelin sih," gerutunya membuat gue semakin ingin mengerjainya.

"Aduh duh duuuh, gemes banget gue sama Miss Jutek-nya gue."

"Terus aja terus."

"Udah kayak tukang parkir, terus-terus."

"Tau ah," ucap Syahna mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.

Gue pun bangun kemudian berdiri di belakangnya sambil memegang ayunannya. Lalu gue mendekatkan wajah gue di samping telinganya.

"Let me make you happy, Sya. I love you," bisikku.

Syahna sempat terdiam lalu dia menundukkan kepalanya.

"I wanna hug you," balasnya juga berbisik.

"Ayo, ke kamar lo. Minta kunci sama Mala, pasti dia lagi sama Aris," ucap gue bersemangat.

Syahna menatap gue tajam. "Lo?"

"Eh, sorry. Aduh aku belum terbiasa. Iya, ayo coba telpon Mala, kita minta kunci terus kita ke kamar. Aku juga pengen banget peluk kamu. Kita masih punya waktu 20 menit sebelum kamu kumpul sama panitia."

"Okay, wait," kemudian Syahna menelpon Mala dan sesuai dugaan gue, Mala lagi ngopi sama Aris di kafetaria hotel.

Kami langsung menghampiri mereka lalu meminta kunci kamar. Mala dan Aris menatap curiga ke arah kami, namun Syahna tetap beralasan kalau dia hanya ingin mengambil lembaran kertas yang ketinggalan.

Ketika kami sedang berjalan menuju kamar Syahna, tiba-tiba ada Gina berlari menghampiri Syahna.

"Sya, urgent! Ada yang pingsan di kamar," ucap Gina tergesa-gesa sambil mengatur nafasnya.

"Siapa yang pingsan?"

"Kiara, Kiara pingsan. Baru beberapa panitia sama temen sekamarnya yang tahu. Ini gue lagi cari Bu Reni atau Bu Pak Wanto. Lo ke kamarnya dia ya sekarang, di 306," ucap Gina terburu-buru dan langsung pergi meninggalkan kami.

Syahna menoleh ke arah gue.

"Ayo, ke sana," ucap gue langsung bergegas menuju ke kamar Kiara.

Ada apa lagi ya sama Kiara?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top