11.
Syahna's Pov
Aku mencoba berdiri setelah manusia nyebelin itu pergi gitu aja. Jadi orang kok gak punya hati banget. Salah siapa coba aku sampe harus ikut dipanggil ke ruang BK kalau bukan karena ulahnya dia.
"Manusia nyebelin, gak punya hati, gak punya nurani, gak punya otak, tukang bikin emosi, aaahh Naya nyebelin," gumamku.
"Aduh duh," ringisku lagi. Sepertinya kaki kananku benar-benar terkilir. Rasanya sangat ngilu, susah digerakkan bahkan untuk menopang tubuhku saja sulit.
Aku mencoba berpegangan pada tangga untuk turun perlahan. Namun ketika sudah di anak tangga terakhir, aku hampir kehilangan keseimbangan dan tiba-tiba ada seseorang membantu menyanggah tubuhku.
Aku menatapnya lekat. Begitu pun dengannya.
"Ngapain dia balik lagi? Bukannya tadi dia pergi gitu aja ninggalin gue?" batinku.
"Ngapain lo liatin gue, buru bangun, berat," ucap si Naya.
Aku langsung berusaha membenarkan posisiku berdiri. Kemudian dia menarik sebelah tanganku dan dirangkulkannya di bahunya. Tanpa banyak bicara, sebelah tangan Naya sudah melingkar di pinggangku lalu dia bantu memapahku berjalan.
Aku tidak tahu harus berkata apa, aku hanya bisa menatap wajahnya dari samping yang begitu tenang. Dengan jarak sedekat ini, aku jadi bisa melihat jelas kalau Naya memiliki bulu mata yang lentik. Dia juga memiliki tahi lalat kecil di bagian bawah ujung mata kanannya. Duh, kenapa juga aku harus memerhatikan manusia menyebalkan ini.
"Heh, udah sampe," ucapnya membuyarkan lamunanku.
"Hah?"
"Udah sampe depan UKS bego," ucapnya lagi sembari melepaskan rangkulannya.
Aku melihat sebuah pintu dengan tanda di atasnya bertuliskan "UKS".
"Kok lo ngatain gue bego?" gerutuku akhirnya setelah tersadar.
Dia hanya memutar bola matanya.
"Buru masuk, bego," ucapnya lagi.
"Ih apa sih lo, ngata-ngatain orang bego."
"Kesel kan lo dibilang BEGO?"
Aku menatapnya penuh kebingungan. Kenapa deh nih orang tiba-tiba.
"Cepetan masuk," ucapnya lagi sambil memegang gagang pintu yang tadi ia buka.
Ah iya, pasti tadi dia kesal karena aku sempat menyahutinya dengan kata bego. Pendendam juga nih orang.
"Hemm," ucapku sambil masuk ke dalam.
Bu Ifa yang baru melihat kami masuk langsung datang menghampiriku. "Kenapa Syahna?"
"Kaki saya terkilir Bu barusan di tangga," jawabku.
"Ya ampun ada-ada saja, coba sini Ibu periksa dulu," ucap Bu Ifa yang kemudian memeriksa kaki kananku.
"Iya Bu."
"Ini kamu kenapa bisa terkilir?"
"Tadi dia jalan buru-buru Bu katanya kebelet mau BAB," sahut si Naya.
Aku langsung memukul tubuhnya yang berdiri di sampingku.
"Ngaco lo. Gak Bu, tadi saya abis dipanggil ke ruang BK tuh gara-gara dia terus pas di tangga saya mau buru-buru ke kelas terus jatuh," jelasku.
Bu Ifa terlihat tersenyum memandangi kami berdua. "Sudah-sudah. Syahna, ini kaki kamu Ibu perban ya. Nanti di rumah harus segera diurut biar tidak semakin bengkak."
"Saya gak bisa pakai sepatu dong Bu?"
"Iya Syahna, kamu terpaksa pakai sandal dulu ya. Kebetulan harus beli di koperasi," jawab Bu Ifa sambil menatap Naya.
Naya menghela nafas kasar. "Kaki lo nomor berapa?"
Aku langsung memandanginya. "38."
"Hm," sahutnya lalu dia langsung pergi begitu saja keluar dari UKS.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala.
"Sambil nunggu Naya datang, kamu bisa isi daftar absen ini ya buat nanti Ibu berikan ke wali kelas kamu. Sekarang, Ibu mau balik lagi ke dalam, tadi ada anak kelas X yang pingsan."
"Oh iya Bu, terima kasih."
Kemudian aku buku catatan kehadiran UKS yang ada di meja sambil menunggu Naya. Tidak menunggu waktu lama, dia kembali sambil menenteng sepasang sandal jepit di tangannya.
"Nih," dia lalu memberikannya.
Aku mengambil sandal tersebut lalu menatapnya sebal.
"Seriously? Emang gak ada warna lain ya selain shocking pink gini?"
"Duh, lo tuh ya, bukannya bilang makasih malah ngedumel. Sandalnya tinggal itu doang, udah deh gak usah banyak mau."
"Huh, thanks," gumamku.
"Sering-sering deh lo masuk UKS," celetuknya.
"Maksudnya apa ya? Lo doain gue sakit terus?"
"Ya kan enak gue jadi bisa bolos pelajaran."
"Ih, emang kalo misal gue ke UKS gue mau apa ditemenin mulu sm lo? Males gila."
"Ya siapa juga yang mau nemenin lo."
"Ya terus kenapa lo ngomongnya gitu?"
"Terserah gue lah, mulut-mulut gue."
"Issshhh," gerutuku kesal padanya.
Lalu Bu Ifa tiba-tiba kembali lagi menghampiri kami. "Sudah diisi Syahna?"
"Sudah Bu."
"Yasudah, kamu dan Naya sudah boleh kembali ke kelas ya. Naya, tolong bantu Syahna jalan ya."
"Iya Bu," sahut Naya.
"Kami permisi ya Bu Ifa, terima kasih."
"Sama-sama."
Naya membukakan pintu UKS dan dia menatapku dari bawah sampai atas.
Aku tidak berkata apa-apa, aku hanya balas tatapannya dan ingin tahu reaksi dia akan seperti apa.
Dia kembali menghela nafas lalu dia memegang lenganku. Untuk sekali lagi, dia membantuku berjalan sampai ke kelas.
Sesampainnya di depan pintu, semua mata tertuju pada kami. Termasuk Pak Wanto yang langsung datang menghampiri.
"Lho, kenapa kaki kamu Syahna?" tanya Beliau.
"Terkilir Pak tadi di tangga lalu saya langsung ke UKS. Maaf ya Pak jadi telat masuk," jawabku menjelaskan.
"Yasudah, kalian berdua silakan kembali ke bangku masing-masing ya."
"Iya Pak."
Naya berjalan di depanku sambil menjulurkan tangannya. Aku pun meraihnya dan dia membantuku sampai di tempat duduk. Pelajaran Pak Wanto pun dilanjutkan, aku sempat menatap ke belakang ke arah bangku Naya. Dia juga tengah menatapku dengan wajah datarnya itu. Sedetik kemudian aku memalingkan wajah kembali fokus ke papan tulis.
Aku benar-benar tidak mengerti dengan sikapnya yang suka berubah-ubah. Dia bisa jadi manusia menyebalkan sekaligus baik hati karena telah menolongku berkali-kali. Dia paling tidak suka ditanya atau disindir mengenai background keluarganya. Dia juga memiliki ekspresi yang sangat datar. Tapi di sisi lain, sorot matanya terkadang terlihat hampa seperti malam itu di kamarku. Entahlah, Naya sepertinya menyimpan banyak rahasia.
***
Jam Istirahat Pertama
Naya's Pov
Aris langsung mengajak gue ke kantin tanpa basa-basi. Seperti biasa, dia memesankan makanan yang gue pengen. Lalu kami berempat bersama Rio dan Ody duduk di bangku panjang paling pojok. Tidak lama kemudian, Will datang berdua bersama Sandy dan duduk dengan kami.
"Hai Naya, mau pesan apa lagi?" tanya Will sok manis.
"Gue udah beliin Naya makan sama minum, mending lo beliin gorengan Will, enak nih kayaknya," sahut si Aris.
"Ah elu, kalah cepet lagi aja gua. San, nih beliin gorengan gih sama lo mau makan apa bebas beli aja. Tapi beliin gue jus mangga ya," ucap Aris mengeluarkan satu lembar uang seratus ribu pada Sandy.
"Siap Brooo," dengan wajah senangnya, Sandy langsung pergi untuk beli gorengan.
"Cerita Nay, jadi gimana bisa?" tanya Aris.
"Iya Nay, sumpah gue kaget tiba-tiba lihat lo sama Syahna datengnya," sahut Will.
"Gue abis ngerjain tugas sama dia terus gue ajak aja," jawab gue.
"Gak mungkin sesimpel itu. Syahna tuh paling susah diajak hangout sama anak-anak sekolah yang bukan sahabat baiknya dia kayak si Mala atau Kiara, dulu. Apalagi diajak party, sebuah keajaiban," ucap Aris.
"Serius gue. Gue cuma ngajak dia, gue bilang cuma sebentar terus dia mau."
"Hemmm, terus kenapa lo berdua tiba-tiba balik duluan? Sebelum lo pamit ke gue, lo lagi ngejar si Syahna kan, kenapa tuh? Berantem?" kini giliran Will yang bertanya.
"Oh gak kenapa-kenapa, dia udah ditelpon nyokapnya terus gue anterin balik. Gak enak kan gue yang ngajak masa gak gue anter balik."
"Oalah. Kapan-kapan ajak dia lagi Nay party, biar makin banyak cewek cantiknya haha," celetuk Will.
"Yee, itu sih modus lo njing," sahut si Aris ke Will.
"Mau juga kan lo?"
"Ya gak nolak sih, hahaha."
"Tapi Syahna yang nolak lo Ris," celetuk Ody.
"Gak apa-apa deh, asal Naya gak nolak gue juga," goda Aris.
"Eits enak aja lo, Naya kan udah punya gua," ucap Will sambil merangkul bahuku.
"Sedih amat guaaaa," gumam Aris dan disahuti oleh tawaan Ody dan Ryo.
Tidak lama, Sandy datang membawa sepiring gorengan hangat serta jus mangga di tangannya. Lalu di belakangnya ada tukang soto yang membawakan semangkok soto ayam pesanan Sandy.
"Tadi rame pada ngomongin katanya di kelas lo ada yang ribut sama Bu Ida Ris?" tanya Sandy.
"Lah itu, tuh orangnya di samping si Will yang ribut."
"Hah? Serius? Anjir lah, keren banget lo Nay bisa ributin si killer," Sandy mengangkat dua jempolnya ke gue.
"Ah biasa aja, gue cuma keluar dari kelasnya," sahut gue.
"My Naya is so fucking damn good!" ucap Will.
"My Naya, My Naya, enak aje luh semprul," sahut Aris ke Will.
Will hanya tersenyum mengejeknya.
"Terus Nay, kenapa tadi abis dari ruang BK balik-balik kaki si Syahna diperban?" tanya Aris lagi. Dia ini rasa ingin tahunya besar sekali.
"Jatoh dia di tangga," jawab gue.
"Kok bisa?"
Gue hanya mengangkat bahu.
"Lo berdua tuh lagi jadi perbincangan hangat di kalangan cowok-cowok sekolah kita," kata Aris.
"Kenapa?"
"Akhir-akhir ini kalian sering kelihatan bareng terus cowok-cowok makin tertantang gitu pengen deketin lo berdua, katanya biar dapet double jackpot."
Gue memutar bola mata malas. "Pikiran laki tuh kenapa sih selalu jadi cewek objek terus?"
"Ya bukan gitu, abis gimana Nay. Syahna kan banyak banget yang suka eh muncul lo, cewek rebel yang gak banyak gaya dan sexy. Siapa yang gak kegoda coba? Gue aja mau."
Aris langsung dilempari sisaan cabe rawit oleh Will.
"Dibilang, Naya punya gua, gak boleh ada yang deketin Naya, enak aja," ucap Will.
"Gak bisa gitu lah, Naya kan sebangku sama gue."
"Apa hubungannya?"
Aris dan Will sama-sama berdebat gak jelas yang ditontoni oleh Sandy, Ryo, dan Dyo.
"Udah ah, gue balik ke kelas aja."
"Kok balik?" tanya Airs.
"Bye," ucap gue lalu berjalan kembali ke kelas.
Pelajaran ketiga sampai terakhir berjalan seperti biasa. Hingga bel pulang berbunyi, semua anak-anak di kelas ini langsung bergegas pergi, termasuk Aris.
"Nay, gue duluan ya," ucapnya sambil berlari keluar.
"Ke mana dia?" tanya gue ke Ody dan Ryo.
"Jemput cewek di sekolah sebelah," jawab Ody.
Gue hanya menggelengkan kepala.
"Kita duluan ya Nay, mau main futsal," ucap Ody lagi.
"Oke," sahut gue.
Gue pun merapikan buku dan peralatan tulis. Di kelas hanya tinggal beberapa orang saja. Lalu gue pun berjalan keluar kelas. Namun langkah gue tiba-tiba dihentikan oleh Mala tepat di depan toilet.
"Nay," panggilnya.
"Ya?"
"Nay, please tolongin Syahna ya," ucapnya memohon.
Gue mengerutkan dahi. "Tolongin apa ya?"
"Dia lagi di dalem, nah gue gak bisa nyetir. Kaki dia kan lagi bengkak, lo bisa nyetir kan Nay?"
Apa lagi sih ini?!
"Kenapa gak minta tolong sama yang lain?"
"Emmm, gimana ya. Syahna kan gak begitu punya banyak temen deket selain gue, Diandra, dan Kiara."
"Yaudah, dua temen lo itu aja. Kenapa harus gue?"
"Diandra udah pindah sekolah. Kiara, hemmm, gak mungkin deh pokoknya. Cuma lo doang Nay yang bisa, please," dia memohon lagi.
Gue menghela nafas.
Kenapa sih semesta seakan terus membuat gue untuk berurusan sama si Syahna.
"Kenapa lo yang minta tolong? Kenapa gak dia?" tanya gue.
Lalu Syahna muncul menghampiri kami dengan langkah pelan.
"Ngapain sih La sama dia?"
"Gue lagi minta tolong Naya untuk anterin lo balik, lo kan gak mungkin nyetir dengan keadaan kaki kayak gitu. Gue juga gak bisa nyetir," jawab Mala.
Syahna menatap gue. "Gak usah, gue mau telpon abang gue aja ke sini."
Lalu dia terlihat mengambil ponsel dari sakunya dan menelpon abangnya.
"Gue balik," ucap gue meninggalkan mereka berdua.
Dengan langkah santai gue mulai menjauh dari Syahna dan Mala, lalu terdengar suara Syahna manggil nama gue.
"Nay, Nayaaa," panggilnya membuat gue menoleh.
"Apaan?"
Syahna terlihat menghela nafas lalu dia berjalan dengan dipapah Mala menghampiri gue.
"Hemmm, Abang gue lagi gak di rumah," ucapnya.
"Terus?" tanya gue.
"Hemmm, gue, gue mau minta tolong lo untuk anterin gue balik," dia menundukkan kepala.
"Minta tolong yang bener," sahut gue.
Terdengar lagi helaan nafasnya. Lalu dia mendongakkan kepala dan menatap gue. Wajah ketusnya berubah lembut.
"Gue minta tolong untuk anterin gue balik."
Gue tersenyum tipis. "Sini kunci lo."
Dia pun memberikan kuncinya.
"Mobil lo apa?" tanya gue.
"Kenapa?"
"Lo tunggu deket gerbang aja gak usah ke parkiran, jauh. Gue jemput di sana, lo dibantu Mala jalan."
Syahna terdiam sejenak dan gue bisa melihat sekilas dia tersenyum.
"Hemm, okay. Mobil gue Yaris putih, B 1156 BOH," jawabnya.
"Okay."
Gue pun langsung menuju parkiran untuk mengambil mobilnya. Tidak butuh waktu lama karena di parkiran hanya tinggal 5 mobil saja. Kemudian gue mengendarai mobilnya menuju gerbang, dia sudah menunggu ditemani Mala.
Dia naik ke dalam mobil sembari dipapah Mala.
"Makasih ya La," ucap Syahna ke sahabatnya itu.
"Iya, hati-hati ya Sya, Nay," sahut Mala.
"Lah, Mala gak bareng?" tanya gue.
"Engga, dia ada bimbel."
"Oh."
"Hemm."
"Arahin jalan ke rumah lo, gue gak hafal kalo dari sini."
"Iya."
Gue malajukan mobil Syahna dengan kecepatan sedang. Tidak ada obrolan di antara kami. Syahna malah lebih memilih menghidupkan radio di mobilnya dan hanya mengarahkan jalan saja.
Hingga kami sampai di komplek rumahnya, tiba-tiba dia berbicara.
"Gue sebenernya gengsi mau ngomong ini, tapi gue selalu diajarin untuk bilang maaf dan terima kasih pada orang yang pantas. Dan gue mau bilang makasih ke lo karena udah nolongin gue hari ini," ucapnya.
"Oh ya, sama-sama," sahut gue datar.
Syahna kembali terdiam.
"Emmm, tadi pas istirahat ada anak cowok kelas XII IPA 2 nyamperin gue buat nanyain lo," ucapnya.
"Siapa? Nanyain apaan?"
"Titan, nanya lo di mana."
"Kenapa nanyain gue ke lo?"
"Mana gue tau."
"Terus?"
"Ya gue bilang ke dia kalo gue gak tau lo di mana. Terus dia nulisin di kertas no hpnya dan minta gue kasih ke lo."
"Freak," sahut gue.
"Yeah, I think he likes you," ucapnya.
Gue tertawa kecil. "Dia salah orang."
"Maksudnya?" tanya Syahna tepat ketika mobil terhenti di depan gerbang rumahnya.
Gue kembali tersenyum tipis. "I don't like boys."
"Hah? Gimana maksudnya?" dia kaget.
Gue melepaskan seatbelt lalu membenarkan posisi sambil menatapnya.
"Gue gak suka cowok, gue suka cewek," ucap gue.
Syahna terlihat shock. Dia tidak berbicara sepatah kata pun selain mengerjapkan matanya dengan mulut yang sedikit terbuka.
Enaknya ngerjain si syaiton...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top