MEI 2018

Chiswell Street masih riuh dengan manusia. Jika saja pendengaranku mampu menangkap percakapan mereka, kegaduhan dalam pikiranku akan mudah tersisihkan. Sayangnya, setiap jengkal dan ruang dalam otakku bersilih memperlihatkan memori tentang satu manusia. Setengah botol Cabernet Sauvignon yang mengaliri tenggorokan tiga puluh menit lalu enggan bergerak demi mengaburkan nama yang selama sewindu menempati hatiku.

Diterangi lampu jalan yang menembus dinding kaca kamar, aku mengunjurkan dua kaki di atas sofa. Kombinasi desis halus mesin pendingin yang terdengar seperti bisikan serta pengaruh alkohol kerap mendatangkan kantuk pada malam-malam biasa. Namun usaha mengatupkan penglihatan bukan hanya sia-sia, tetapi wajah Anom semakin leluasa berkeliaran.

Menelantarkan ratusan alasan supaya tetap tercacak di Jakarta, aku membawa jiwa dan raga ke London. Sungguh naif berpikiran berada di kota ini akan menjeratku dalam suka cita. Harusnya aku bersikukuh dengan penolakan, tetapi Anom selalu berhasil mengguncangkan keteguhanku.

Dia adalah tumit Achilles bagiku.

"Anom ...."

Pemilik nama tersebut adalah matahari. Aku tidak ubahnya  Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus yang menjadikannya poros. Anom layaknya Zeus, penguasa langit yang dengan langgas memporakporandakan emosiku tanpa ampun selama delapan tahun.

Sering aku bertanya, mungkinkah mencintai satu anak Adam sehebat itu? Karena Anom adalah cinta paling agung yang mustahil digantikan.

Anom datang dengan gamblang, pukul sepuluh pagi ketika abu-abu saling bercengkerama di langit Jakarta. Dengan lamban, tapi beriak, Anom merayapi jiwaku lantas menguncinya. Hari Senin, tanggal 18 bulan Januari itu terpancang sebagai mula. Delapan tahun kemudian, di negeri para pangeran dan puteri, hatiku secara resmi diremas hingga repihnya berserakan.

Siapa Anom?

"Nama yang udah nggak relevan lagi di usiaku sekarang, Mas." Jawaban yang dia berikan diikuti sebuah tawa kecil itu mengambang dalam kenangan. Dalam semestaku, namanya telah diabadikan agar tetap kokoh sekalipun waktu berjalan.

Delapan tahun memberiku ratusan peristiwa yang melibatkan Anom: kala dia bersenandung di dalam mobilku pertama kalinya—lagu-lagu yang selalu kupandang sinis—sementara sepi menguasai Jakarta lepas tengah malam; atau air mata yang dengan hebat dia sembunyikan dari orang lain, tapi tidak di hadapanku.

Ada lebih banyak yang sebaiknya aku bawa hingga maut menjemput, termasuk sunyi berselimut amarah yang melingkari kami beberapa jam lalu.

Aku manusia, pasti menua, ingatanku tidak akan lagi tajam, dan takdir bisa dengan mudah menghapus Anom dari masa laluku. Membayangkannya saja terasa gamang. Aku sangat tidak ingin melupakan Anom. Untuk itulah cerita tentang Anom akhirnya aku buka.

Sebelum membalik halaman selanjutnya, aku meminta kalian memejamkan mata. Gambarlah dalam angan, rintik yang menerjang aspal, suara klakson kendaraan bersahutan di bundaran HI, hangat sinar matahari mengintip dari balik awan dan meretas dinding-dinding kaca bangunan perkantoran.

Kisahku dengan Anom dimulai dari sana.

***

There you go, the prolog of Hingga Hati Lelah Menunggu!

Karena ini bermain dengan memori, bab-bab yang ada akan pendek-pendek dibanding dengan cerita-cerita saya sebelumnya yang bisa lebih dari 2000 kata. Kenapa? Karena menurut saya, kenangan manusia itu singkat, terutama jika menyangkut satu waktu yang spesifik. Jadi jumlah kata yang sedikit dalam cerita ini memang disengaja atas alasan memori manusia yang singkat itu. Nah, imbas dari jumlah kata yang sedikit adalah bab yang akan lebih banyak. Saya nggak tahu akan ada berapa banyak, tapi kemungkinan sekitar 40-an karena ada 8 tahun perjalanan antara tokoh Aku dan Anom.

I'm both excited and terrified in executing this story. We'll see how this one will turn out, hehehe.

Selamat berakhir pekan buat kalian semua. Stay at home, kalau terpaksa keluar, jangan lupa pakai masker, cuci tangan dengan sabun sesering mungkin, dan jaga kesehatan. We'll get through this chaotic time together! Semoga ini juga bisa menemani waktu menunggu berbuka bagi kalian yang lagi puasa. Semangat!!

Song: I Want The One that I Can't Have - The Smiths

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top