🌙 19. Kepada Rasa Tak Acuh 🌙

Hari ini waktu berjalan sangat lambat bagi Syabira. Posisi tubuh dan mata yang yang terlihat fokus menatap layar komputer, tapi otak Sybira berjalan ke mana-mana.

Sebentar-sebentar mengubah posisi duduk, sebentar -sebentar kepalanya melongok melirik jam di dinding. Berharap sore segera datang, karena  Syabira sudah menyusun rencana, ingin cepat menghampiri Raga, lalu dia akan minta maaf atas sikapnya yang keterlaluan beberapa waktu belakangan ini.

Syabira mengurut pangkal hidung, kepalanya terasa sedikit pening. Bibir tipisnya merapal umpatan kecil saat otaknya terus saja terbayang wajah dingin Raga - yang sekarang enggan menatapnya. Malahan lelaki itu saat ini mempunyai hobi baru, berbagi lengkungan senyum dengan banyak staff perempuan di kantor ini.

"Sya, nanti ikut, nggak?" Suara Mbak Daniar dari kubikel sebelah memecah angan Syabira. Keningnya mengernyit mencerna pertanyaan rekannya tersebut.

"Ikut ke mana, Mbak?" Tanyanya balik.

"Dasar! Makanya jangan cuek bebek jadi orang, Sya, jadi enggak  tau, kan, kalau ada info atau gosip ter-update."

"Apa sih, Mbak?" Syabira melirik penasaran.

"Nanti sore kantor kita mau ada acara berbagi takjil buka puasa buat orang-orang." Syabira melongok kubikel Mbak Daniar.

"Emang iya? Kok Sya nggak tahu infonya ya?"

"Pak Raga yang ngusulin. Nggak jauh-jauh, di depan kantor aja, Sya. Setelah itu bukber bareng."

Mata Syabira berbinar mendengar kalimat Mbak Daniar, "Berarti ada Pak Raga juga, Mbak?" Mbak Daniar mengiakan pertanyaannya. "Ikut dong, Mbak, masa ada acara kantor aku nggak ikut," sambung Syabira.

"Tumben?"

Syabira terkikik  mendengar gumaman Mbak Daniar. Memang biasanya dia lebih sering menghindari saat ada acara kantor. Bagi Syabira selama bisa cepat pulang lalu membanting diri ke kasur setelah penat di depan komputer seharian, itu jauh lebih baik, daripada harus ikut berbasa-basi dengan banyak staff lain saat ada acara kantor.

"Sya, Lo udah dengar gosip terbaru, belum?" Kalimat Mbak Daniar sama sekali tidak menarik atensi Syabira jika itu berkaitan dengan rumor atau gosip. Syabira memilih tak acuh.

"Sya, Lo dengar gue, nggak?"

"Nggak, Mbak. Eh, maksudnya nggak tahu, ada gosip apa?".

"Pak Raga, yang gantengnya sebelas-dua belas kayak Prince Mateen itu, katanya habis ditolak cewe, parahnya lagi katanya cewe itu satu kantor ama kita."

Syabira refleks terbatuk kecil mendengar penuturan Mbak Daniar. Sindirannya menohok batin sekali. Ada-ada saja. Lagipula siapa yang nyebarin gosip tak berdasar seperti itu?!

  "Mbak Daniar jangan nyebarin gosip yang nggak-nggak. Enggak baik lho!" Syabira mendelik kaget. Bisa-bisanya ada gosip murahan macam itu. "Lagian Mbak tahu dari mana, hayo, jangan asal bicara, nanti dikira fitnah lho."

"Alaah, lagak lo, Sya. Biasanya juga cuek bebek kalau ada rumor di kantor."

Syabira terkikik lagi. Kalimat Mbak Daniar tak terbantahkan. Memang iya, biasanya memilih cuek bebek. Tetapi kali ini beda, ini menyangkut namanya lho. Nama Syabira dan Pak Raga. Tidak ada yang ditolak, memulai saja belum kok. Lagian Pak Raga cuma bilang ingin dekat, belum pernah bilang ingin membuat komitmen dengannya.

Gue cewek itu Mbak, buset, jadi bahan ghibahan. Untung aja identitas tersamarkan. Gumam Syabira membatin.
***

Seperti yang sudah direncanakan, sore ini kantor mempunyai misi berbagi makanan iftar untuk berbuka puasa. Lokasi yang dipilih jalan raya depan kantor dan sekitarnya. Totalnya akan ada seratus box nasi serta jajajan ringan untuk orang-orang yang melintas di sekitar kantor. Dana untuk berbagi kali ini didapat dari hasil patungan seluruh staff dan karyawan kantor.

"Oh, pantesan Mbak Daniar kemarin narik uang ke Sya, buat ini ternyata?" Tanya Syabira.

"Ya emang, Sya. Lo pikir buat gue gitu?"

"Sya kira buat acara bukber lagi, Mbak." Syabira terkekeh pelan.

Jam bubar kantor semua karyawan yang ikut andil membagikan takjil sore ini berkumpul di halaman kantor. Satu meja besar sudah terpasang di depan untuk tempat box dan takjil.

Mata Syabira memindai sosok yang baru keluar dari lobi kantor. Laki-laki berbadan tegap itu terlihat semakin memancarkan aura ketampanannya - saat menanggalkan jas-nya. Menyisakan kemeja biru pirrus yang telah digulung lengannya sampai sebatas siku. Sialnya lelaki itu terlihat sepuluh kali lipat lebih menarik di mata Syabira daripada kemarin. Memang benar ya, sesuatu saat ada dalam genggaman terlihat biasa saja, tapi saat dia telah pergi menjauh, baru kelihatan berharganya. Syabira mendengkus.
Sialnya lagi lelaki yang akhir-akhir ini mengganggu tidur nyenyaknya - tidak melangkah sendiri. Tami - sang sekretaris mendampingi  dengan anggun di sebelahnya.

Ingin sekali mengumpat, tapi kalimat itu mengendap di dasar hati. Bujukan sabar dari batinnya sendiri terus merayu agar Syabira bisa bertahan.

"Sudah siap semua?" Suara yang kemarin tak pernah Syabira hiraukan sekarang mendadak seperti angin segar yang menyapa. Raga bertanya sembari memeriksa pada meja berisi tumpukan box takjil.

Beberapa staff yang ikut serta menjawabnya.

"Kalau gitu saya pamit, ya. Kebetulan ada urusan di luar." Kali ini mata Syabira yang membeliak mendengar keputusan Raga. Mau ke mana lelaki itu? Sudah dibela-belain ikut acara bagi-bagi takjil sore ini, mengabaikan penat serta pening yang melanda malah sekarang mau pergi seenaknya. Syabira mendesis sebal.

"Mau ke mana, Pak?" Membuang semua rasa gengsi Syabira mendekat pada tempat Raga berdiri. Suaranya terdengar seperti intimidasi atas ketidaksukaannya pada Raga - yang sekarang tak acuh.

Lelaki yang saat ini memutar tubuh berhadapan persis dengan Syabira itu menatap gadis di depannya dengan datar. "Urusan pribadi, saya rasa orang lain tidak perlu tahu." Karakter dinginnya telah kembali. Ingatan Syabira kembali memutar kejadian yang sama seperti saat dia dihakimi di ruang meeting saat itu.

"Semangat ya kalian semua. Saya pamit dulu, mau ada urusan. Iya kan, Tami." Senyum manisnya malah tertuju pada Tami. Raga berhasil membuat mood Syabira anjlok sampai ke dasar jurang.

Secepat itukah Raga move on darinya?
Dasar laki-laki. Baru juga beberapa hari tapi sudah ada ganti yang lain. Ckk! Syabira berdecak. Kalau begitu tebakannya tidak salah. Lelaki yang terlalu bucin, gampang juga bosannya. Buktinya sekarang Raga sudah menggandeng Tami.

"Pak Raga tunggu!" Hampir membuka pintu mobil, Raga hentikan langkah saat suara Syabira menghampiri. Dia persilakan Tami naik lebih dulu. Raga tetap pada tempatnya, bersandar pada sisi mobil dengan kedua tangan terlipat di dada. Matanya menelisik  ke dalam retina Syabira.

"Apa lagi, Syabira?" Tanyanya. Syabira tidak tahan lagi. Dia berniat menanyakan langsung. Kenapa Raga sekarang berubah seratus delapan puluh derajat sikapnya. Tidak bisakah seperti yang dulu. Tidak bisakah bersikap biasa saja, tanpa harus menghindar atau memberinya tatapan dingin.  

"Kenapa sih, menghindar terus? Bukannya kita masih punya urusan, ingat, aku masih punya tanggungan utang sama kamu." Ide itu melintas tiba-tiba di otaknya. Tentang hutang  beberapa waktu lalu - soal uang yang ditransfer Raga pada Arman.

Raga hela napas panjang. "Sudah saya ikhlaskan, nggak usah dipikirkan. Kamu tenang saja."  Ingin cepat berlalu dari hadapan Syabira, tapi gadis itu menghalau langkahnya.

"Nggak bisa gitu, Pak! Pokoknya aku nggak mau ya, ada utang budi sama Pak Raga. Jadi, kita harus tetap interaksi, biar gampang nanti kalau aku mau nyicil bayar utangnya." Alibi Syabira.

Raga hanya geleng-geleng menyaksikan keras kepalanya Syabira. "Permisi, saya buru-buru," ucapnya isyaratkan Syabira agar minggir dari sisi mobil.

"Pak tunggu!" Raga urung lagi membuka mobilnya. Desisan napasnya terdengar berat.

"Kepala saya pusing banget, Pak Raga nggak nawari saya bareng, Pak? Kita searah kan, nebeng boleh, nggak?" Syabira bertransformasi menjadi gadis yang tidak tahu malu. Sudah terlanjur basah, nyemplung saja sekalian. Pikirnya. Lagian kepalanya benar-benar terasa pening dan berat. Ingin cepat membanting diri di kasur guna hilangkan penat.

Raga menggeleng. "Kamu lihat, saya tidak sendiri. Ada Tami di dalam, saya rasa kamu paham, kan? Kalau laki-laki dan perempuan pergi bersama, tidak mau ada gangguan sekecil apa pun." Syabira seperti ditampar kata-kata Raga. Mulutnya mengangah dengan bibir kelu tak bisa menjawab balik. Saat gadis di sebelahnya mematung, Raga tidak menyisakan kesempatan. Gerakannya sangat cepat memasuki mobil. Bunyi klakson terdengar memecah heningnya pikiran Syabira. Gegas dia menyingkir karena keberadaannya menghalangi laju kendaraan Raga.

Langkahnya gontai kembali pada kerumunan karyawan lain termasuk Mbak Daniar yang sedang sibuk membagikan takjil.

"Darimana Sya? Ada urusan apa sama Pak Raga?" Cecar Mbak Daniar. Syabira menggeleng.

"Nggak ada, Mbak. Cuma ngasih tahu email kerjaan." Bohong Syabira.

"Buset, gue nggak nyangka kalau Pak Raga pacaran sama Tami. Jadi gosip yang kemarin itu hoaks dong. Soal dia yang ditolak cewe." Mbak Daniar terus saja nyerocos. Syabira mengangkat kedua bahu. Entahlah! Mau Raga jadian atau tidak, sekarang harus mencoba tidak peduli. Harus bisa pokoknya!

"Mbak, aku boleh ya, pulang duluan. Kepalaku pusing banget."

"Lha, gimana sih, Sya? Katanya mau ikut bukber habis ini."

"Nggak dulu ya, mau cepat-cepat sampai rumah."

"Mbak Syabira, mau pulang ya? Biar saya antarkan." Syabira dan Mbak Daniar menoleh bersamaan pada Ahmad - sopir kantor yang biasanya mengantar Raga saat ada urusan di luar kantor.

"Nggak usah, Mas. Saya pesan taksi online saja."

"Ayo Mbak, jangan nolak. Mumpung nganggur nggak nganter bos." Ahmad agak memaksa.

"Yaudah Sya, dianter aja tuh, katanya mau cepat sampai rumah." Mbak Daniar menukas. Syabira mengangguk. Mengikuti langkah Ahmad menuju parkiran.

"Mbak Syabira, mau beli sesuatu dulu? Atau mau ke dokter barangkali?" Tawaran Ahmad menciptakan kernyitan kening Syabira. Dia hanya pening, bukan sakit berat. Lagian kenapa sok akrab sekali Ahmad ini. Dulu saja hampir tidak pernah menawari mengantar, kenapa mendadak tiba-tiba perhatian sih?!

"Nggak usah, Mas. Langsung pulang ya."

"Baik, Mbak. Kalau butuh sesuatu, bilang ya, Mbak."

Syabira mengangguk dengan lirikan sekilas lewat spion yang menggantung di atas setir kemudi. Bukan cuma Raga yang aneh saat ini, sopir andalannya pun ikutan aneh. Batin Syabira.

🌻🌻🌻




Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top