🌙 1. Kepada Diri 🌙




Syabira mematut diri di cermin. Diamati permukaan wajah yang memantul pada bayangan kaca. Tidak ada yang kurang dari penampilannya. Hidungnya kecil dan ramping, orang-orang menyebutnya si hidung bawang. Alisnya tebal membentuk lengkung yang sempurna, alis bulan sabit. Jika tersenyum, muncul cacat indah yang menghiasi kedua tebing pipi Syabira. Lesung pipit orang menyebut, semakin menambah kesan manis saat tersenyum.

Syabira menerka-nerka, apa kiranya yang kurang pada dirinya? Kenapa sampai detik ini takdir cinta belum berpihak padanya? Seketika juga gadis manis itu menggeleng keras.

Tidak boleh mencari-cari kekurangan. Berandai-andai begini dan begitu dilarang dalam keyakinan  yang dia anut. Semua yang terjadi sudah atas kehendak Rabb-nya. Kepada diri sendiri, Syabira yakin, jika semua yang terjadi adalah terbaik versi Tuhan. Dia hanya perlu bersabar dan ikhlas menjalaninya.

Qodarullah wa masya'afaala ...

Usia Syabira sudah menginjak dua puluh delapan tahun. Ibu dan ayah mengatakan kalau Syabira sudah pantas untuk memikirkan tentang pernikahan. Meski mengatakan begitu, tapi ibu dan ayah tidak pernah menuntut putri mereka untuk tergesa membawa calon suami. Mereka seolah memahami teori bahwa, jodoh, rezeki dan maut sudah digariskan tersendiri sejak masih di Lauhul Mahfudz. Apalagi putrinya selama ini masih fokus menekuri karier. Justru yang tidak santai adalah orang-orang terdekat Syabira. Terutama tetangga yang hobi mengomentari hidup orang lain.

"Mau nyari yang kayak gimana lagi sih, Sya? Umur udah makin nambah tua, udahlah enggak usah pemilih, yang pasti-pasti aja!" Kalimat Bang Antok-kakak tertua masih terngiang di telinga. Syabira tidak setuju dengan kata-kata Bang Antok, nyatanya dia tidak pernah pilih-pilih atau menginginkan kriteria tertentu. Bagi Syabira yang penting laki-laki tersebut mempunyai tanggung jawab yang besar, tidak pernah meninggalkan salat, itu sudah cukup. Tentang pekerjaan, tidak masalah walau hanya pegawai biasa, yang penting mau berusaha. Syabira sadar jika Bang Antok mengatakan demikian karena rasa pedulinya, bukan hal lain. Syabira sangat memaklumi, tapi Bang Antok terkesan 'memaksa' padahal Syabira baru mengalami kejadian tak mengenakkan.

"Sya, kalau Mbak kenalkan sama temannya Mas Erwin gimana? Orangnya ganteng lho, emang sih umurnya jauh di atas kamu, tapi masih keliatan muda." Mbak Dewi--kakak kedua tidak mau kalah. Ikut repot ingin mengenalkan Syabira dengan teman Bang Erwin-suaminya.
Syabira hanya menanggapi dengan senyum tipis.

"Ayolah Sya, move on. Mau sampai kapan kamu terpuruk? Arman juga mungkin udah bahagia sama pilihannya sekarang. Kamu jangan mau kalah dong!" Ucapan Mbak Dewi masih bersambung rupanya. Kalau sudah begitu, Syabira memilih mengunci rapat mulutnya daripada terjadi perdebatan tak bertepi.

Padahal ....

Bukan sekadar tampan yang Syabira mau, bukan pula harta yang dijadikan alasan. Syabira hanya ingin lelaki yang kelak menjabat tangan ayah, serta mengucap ijab qobul atasnya adalah lelaki saleh, yang bertanggung jawab dan paham tentang agama-Nya. Syabira pernah belajar hukum fiqih wanita, meski tidak sampai tuntas. Dia paham bahwa wajib bagi seorang muslimah ketika hendak menikah mencari suami yang saleh, yang berpegang teguh dengan agamanya. Kedua baru menyoal rupanya. Yang penting tidak ada cacat, dan selalu menjaga kebersihan itu sudah cukup bagi Syabira.

"Sudah-sudah, biarkan adikmu tenang, jangan diburu-buru, nanti kalau sudah ketemu jodohnya, toh ya bakal nikah juga." Ibu memang paling memahami Syabira. Selalu menjadi penengah saat gadis itu mulai terpojok oleh kalimat tendensi kedua kakaknya.

Adalah Arman. Laki-laki yang dikenalkan Bang Fadli -kakak ketiga Syabira enam bulan lalu. Arman laki-laki yang lumayan, meski cenderung pendiam, karena untuk berbincang harus Syabira duluan yang memancing terus.

Tiga bulan menjalani proses ta'aruf, Syabira yakin menerima niat baik lelaki itu, saat Arman mengutarakan keinginannyanya melamar secara resmi. Bulan Rajab, dipilih sebagai acara penting kedatangan keluarga Arman mengkhitbah Syabira. Kedua keluarga sepakat akad nikah akan dilaksanakan bakda ramadhan, tanggal 1 Syawal. Jadi di hari Fitri, status Syabira akan berganti menjadi seorang istri.

Bayangan indah tentang pernikahan terus melintas di otak Syabira. Berbagai persiapan mulai dicicil. Sampai satu hari, Arman mengabari lewat pesan singkat, bahwa lelaki itu belum siap melanjutkan hubungan ke jenjang serius bersama Syabira. Hingga kenyataan lain, yang mencengangkan Syabira saat mendapati Arman tengah memadu kasih dengan sosok lain.  Andai lelaki itu mengatakan jujur sejak awal, pasti Syabira bisa memahami dan tidak akan memaksa bertahan, tapi, kenapa harus ada dusta, bilang belum siap, padahal ada yang lain.

Kecewa?

Apa Syabira berhak untuk itu? Sedang dia tahu, apa yang menurut manusia baik, belum tentu menurut Allah juga baik. Pun sebaliknya. Bisa jadi kamu menyukai satu perkara padahal menurut Allah itu tidak baik, dan perkara yang tidak kamu sukai, itulah yang terbaik dari-Nya.

***

"Sya, ada meeting siang ini sama perwakilan dari kantor pusat, sekaligus perkenalan kepala cabang baru di kantor kita." Syabira mengangguk, kalimat Mbak Daniar--rekan kerjanya mengingatkan soal jadwal siang ini, sontak membuyarkan lamunan kenangan lalu tentang rencana pernikahannya yang gagal. Ingatan itu tiba-tiba merangsek ke dalam isi kepala Syabira.

Syabira bekerja di sebuah perusahaan kontraktor, sebagai akuntan umum . Syabira Arunika mendapatkan posisi yang bagus di perusahaan tersebut. Tugasnya sebagai akuntan sehari-hari adalah membuat perincian serta anggaran perusahaan, mencatat cash flow serta menyusun laporan manajemen keuangan perusahaan.

"Okay Mbak, makasih udah diingatkan. Nanti meetingnya sama Mbak juga, kan?" Tanya Syabira pada seniornya tersebut.

"Nggak Sya, nanti kamu sama Pak Dito aja, mewakili divisi kita," jawab Daniar. Syabira menghela napas. Dia selalu kurang suka berada di kondisi saat berdua saja dengan manajernya. Pak Dito itu orangnya genit. Suka menggoda, kalimatnya juga terkesan eksplisit dan berani saat berbicara. Syabira lebih baik menghindar sebisa mungkin.

"Pak Dito keknya naksir sama kamu, Sya." Cerocos Daniar menggoda.

"Mbak, jangan nyebarin gosip yang aneh-aneh deh." Sarkas Syabira. Daniar tertawa puas melihat wajah kesal Syabira.

"Lagian kenapa sih, Sya? Kamu single, Pak Dito juga, ya meski duda sih, tapi kan, ga masalah."

Syabira hela napas panjang. Daniar adalah orang kesekian yang berusaha mendekatkannya dengan laki-laki. Bukan pemilih, bukan juga terlalu menutup diri. Syabira merasa tidak perlu direcoki dengan banyak tuntutan, karena dia haqul yakin, bahwa Allah pasti telah menyiapkan jodoh terbaik untuknya. Kalau bukan hari ini, mungkin besok, mungkin besoknya lagi, atau mungkin lusa. Rahasia jodoh, tidak ada yang tahu, kecuali Rabb-nya. Seperti Alif Lam Mim, hanya Allah yang tahu artinya.

"Udah ya, Mbak. Sya, mau siap-siap dulu, bentar lagi harus meeting, kan." Syabira mengalihkan pembicaraan.

Daniar mengangguk, perempuan itu kembali fokus pada layar komputer di kubikelnya.

Syabira melangkah tergesa menuju ruang meeting di lantai tiga. Wajahnya pias saat sadar bahwa dia telat mendatangi ruang rapat. Apalagi desas-desus karyawan lain yang mengatakan kalau kepala cabang yang baru kali ini orangnya sangat otoriter sekali.

Syabira mengambil napas banyak-banyak guna meruangi paru-parunya. Gugup mendera saat tiba di depan pintu ruang meeting.

Mengetuk pintu dua kali, sejurus Syabira membuka handel pintu. Semua mata sontak menatap ke arahnya. Syabira pucat pasi, serasa dikuliti oleh pandangan semua orang di ruang rapat tersebut. Mencoba biasa saja, langkah Syabira mendominasi ruang meeting saat heelsnya beradu dengan lantai, ciptakan bunyi ketukan lumayan nyaring.

Dari semua yang ada di sana, mata cokelat Syabira tertuju pada laki-laki yang sedang berdiri, menunda sejenak presentasinya. Manik legam lelaki itu menatap tajam tepat ke dalam bola mata Syabira.

"Siapa, Anda?" Suaranya terdengar berat dan mengintimidasi rungu Syabira. Gadis itu baru akan menggerakkan bibir menjawab pertanyaan laki-laki ber-jas navy tersebut, tapi lelaki itu mengangkat tangan ke udara, isyaratkan Syabira untuk diam, "Berdiri dan diam di sana sampai rapat selesei!" Titahnya. Syabira mengangah. Apa-apaan ini? Memangnya Syabira anak sekolahan yang telat masuk kelas, sampai harus berdiri di pojok ruangan?

"Dengar ya semuanya, ini sebagai contoh dan peringatan. Besok-besok saya tidak mau lagi ada terlambat masuk kantor, atau saat mengikuti rapat! Konsekuensinya tidak main-main bagi yang melanggar."

Mata Syabira berkilat tajam mendengar rentetan sarkasme bos baru di kantornya. Tampan sih, tapi mulutnya sangat pedas, mengalahkan bon cabe level tertinggi. Andai laki-laki itu bukan pimpinan baru di kantornya, pasti Syabira tidak akan segan melempar heels lima sentinya ke arah lelaki menyebalkan itu.

🌻🌻🌻

Repost 07-11-2023

Bersambung ...

05-04-2021

Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top