Spesial Chapter! With Aslan Part 2

"Sudah dengar? Kabar si Penyihir Agung?"

"Memangnya dia kenapa?"

"Katanya sedang sakit parah."

"Oh, ya? Biarlah. Toh, karena dia—"

Kerumunan Naiad sibuk bergosip. Meskipun disebut makhluk mistis, tidak menutup kemungkinan mereka memiliki sifat yang biasanya para manusia perempuan miliki, gosip.

"—Narnia hancur jadi seperti ini, kan?"

***

Langit mendung, bersamaan dengan perginya beberapa rakyat Narnia dari Cair Paravel. Ada dengan wajah kecewa, guratan marah, hingga raut sendu sampai meneteskan air mata.

Narnia telah hancur. Hanya menunggu waktu sampai Jadis menguasainya seutuhnya. Raja keturunan terakhir Narnia telah gugur. Tubuhnya digantung di tiang depan istana Jadis.

Para draiad langsung menyebarkan kabar mengerikan ke seluruh pelosok negeri. Narnia telah kalah. Penyihir Agung gagal melindunginya.

Para rakyat mengadukan protes ke Cair Paravel. Tapi yang mereka dapat justru pengusiran. Beberapa rakyat mengajukan diri kalau mereka akan bergabung pada Jadis. Yang lainnya bersembunyi jauh di dalam tanah.

Hanya para centaur yang masih setia berdiri di dekat Cair Paravel, mendukung Eva agar perempuan itu tak patah semangat. Bagi para centaur, gadis itulah satu-satunya yang bisa menahan serangan Jadis. Hanya Eva lah harapan mereka.

Gadis ginger itu menatap kearah bawah jendela. Para centaur masih mondar-mandir berjaga di dekat Cair Paravel. Melindungi istana itu. Eva menutup gorden. Membiarkan ruangan menjadi temaram.

Lampu dipadamkan. Dia beranjak menuju kasur dan membaringkan diri karena lelah. Hampir seharian penuh tidak makan. Siapa yang akan memasak? Eva tidak mau merusak dapur istana. Biarlah dia mati kelaparan.

Toh, Jadis sudah menang. Eva kehilangan harapannya. Sinar emas yang menyinari Narnia itu berasal dari para Raja dan Ratu. Bukan Eva. Dia hanyalah sebongkah batu yang diminta untuk menyelesaikan pertarungan. Tapi dia kalah. Jadi Eva mundur. Dirinya sudah tidak peduli lagi.

"Kalau mati, mungkin lebih baik."

"Jangan bilang begitu."

Suaranya terdengar serak seperti habis menangis. Entah siapa yang mengatakannya, Eva tak yakin siapa itu. Saat dia mulai mencari tahu, kesadarannya menghilang. Digantikan kegelapan yang tak berakhir.

***

Netra emas menatap sendu pada gadis yang terbaring tak sadarkan diri. Dia pingsan. Pasti karena tidak makan seharian, ditambah kondisi gadis itu memang tidak baik sejak dua hari lalu.

Kekalahan telak Raja terakhir membuat Narnia kacau. Termasuk Eva. Gadis itu ikut dalam perang, tapi saat berperang, Jadis membekukan dirinya. Membawa tubuh Eva menuju Cair Paravel untuk di pajang disana.

Berkat sumpah Eva, sihir Jadis mencair. Gadis itu kembali hidup dalam semalam.

Plop.

Suara letusan gelembung itu membuat Aslan menoleh. Lelaki berambut keperakan membawakan nampan berisi sup dan cokelat panas.

"Astaga, kau membuatku jauh-jauh dari Hutan Antara Dunia-dunia hanya demi anak setengah jin ini?"

Aslan dengan segera menyambar nampan yang lelaki itu bawa. Menyimpannya diatas nakas. "Mana yang kuminta, Nocturn?"

Sang penjaga Hutan Antara Dunia-dunia itu mengangkat bahu. Dia mengeluarkan botol seukuran kepalan tangan. "Aku tidak percaya kau rela menghabiskan setengah tabungan poinmu untuk membeli benda ini. Kau harus berterima kasih padaku karena mau menjualnya."

Tanpa bicara, Aslan lagi-lagi merampasnya kasar. Dia cepat-cepat membuka tutup botol kecil itu dan hendak menuangkannya pada bibir Eva.

"Bantu aku."

Nocturn hanya berdecak. Tapi mengambil posisi di bagian kiri kepala Eva. Dia menarik dagu gadis itu dan Aslan yang menuangkan air kristal dalam botol ke dalam mulutnya.

Satu menit tidak ada yang terjadi. Tapi di menit kedua, tubuh Eva mulai mendingin. Wajahnya pucat pasi dengan bibir yang membiru.

Aslan sontak menatap Nocturn dengan raut panik. "Kau bilang ini akan menyembuhkannya!" Hilang sudah sosok Aslan yang selalu tenang. Telah tenggelam dalam lautan kepanikan.

Nocturn menghela napas dan mengangkat tangan. "Memang. Harusnya. Tapi setiap obat ada waktu dan cara kerjanya, Aslan. Dan sekarang obat itu sedang bekerja pada tubuh Eva."

"Mana ada obat yang membuat penggunanya semakin menderita?!" Kini amarah mulai menguasai Aslan. Rasa panik itu benar-benar serasa membuatnya gila

"Ada. Narkoba, obat-obatan terlarang." Nocturn mengangkat bahu, menjawab enteng.

Netra emas melebar tak percaya. "Kau mau bilang kalau kau memberi Eva obat berbahaya?!"

Elf perak itu menggeleng. "Tidak. Yang kuberi pada Eva hanya dosis kecil dari obat yang bisa menyembuhkannya dalam waktu sehari. Tapi harganya tidak murah. Eva harus berjuang kuat untuk itu."

Aslan memijat pelipisnya. Tahu begitu dia minta obat biasa saja. Tidak masalah harus diminum berkali-kali. Yang penting Eva bisa sembuh.

Netra emas tetap menatap gadis berambut merah. Sesekali tangannya akan terulur memperbaiki anak rambut Eva. Tangannya yang lain sibuk meremas jemari kurus Eva.

"Aslan, kenapa kau sampai rela melakukan semua ini? Kau tahu kita tidak bisa seperti ini."

Tapi Aslan tetap diam. Tak tertarik menanggapi pertanyaan Nocturn. Aslan pun bingung kenapa dia melakukan banyak hal pada gadis yang awalnya hanya dia dengar namanya.

"Awalnya aku tidak percaya saat dengar kabar burung kau meminta Father of Time merawat keturunan jin. Saat kutanya langsung, barulah aku percaya. Father of Time nampak seperti akan marah saat menceritakannya. Bisa-bisanya kau meminta dia melakukan itu. Mengacaukan takdir yang sudah dibuat oleh Entitas Agung, bisa mencoreng harga diri Father of Time. Kau tahu itu, kan?"

Aslan mengangguk. "Kita satu jenis yang sama. Para penopang kehidupan di seluruh dunia ini. Aku tahu peraturan dan batas-batas yang bisa kulakukan, Nocturn."

"Lalu, kenapa?"

Lelaki emas kini mengangkat kepalanya. Ia tersenyum hangat. Bisa Nocturn lihat adanya bunga-bunga musim semi yang berguguran dibelakang Aslan. Padahal sekarang musim dingin.

"Karena aku ingin."

Nocturn mengangkat alisnya kaget. Seumur-umur, dia tidak pernah melihat Aslan memberikan tatapan seperti itu. Dia memang tidak pernah bisa ditebak. Selalu melakukan sesuatu yang tidak pernah orang lain bisa sangka.

"Setelah ini apa yang akan kau lakukan?"

Aslan mengangkat bahu. "Meminta Father of Time menarik jiwa Eva. Membawanya ke Negeri Laut."

Sontak Nocturn tertawa keras. Kalimat Aslan ini sangat tidak masuk akal. Tidak banyak orang-orang yang bisa meminta tolong pada Father of Time. Aslan diberi izin dulu karena Entitas Agung sudah memberinya titah untuk membuat suatu dunia. Tapi titah itu sudah selesai ratusan tahun lalu. Aslan sudah tidak punya alasan untuk bertemu Father of Time.

"Kau tahu, itu akan membuat seluruh dunia yang memiliki kaitan dengan Negeri Laut marah, Aslan. Hentikanlah sebelum kau menghancurkan semua dunia."

Kepala emas kini menunduk. Wajahnya ditenggelamkan dalam telapak tangan. "Lalu apa yang bisa kulakukan? Aku tidak bisa melihat Eva menderita lagi. Sudah cukup kesalahanku seribu tahun lalu."

Nocturn kini memangku dagu. Sebenarnya ada satu solusi yang mudah untuk Aslan. Tapi tidak untuk perasaannya.

"Lupakan dia. Dia sebenarnya hanyalah pemeran pembantu dalam dunia ini."

Makhluk hidup aslinya hanyalah pemeran dalam sebuah pentas teater. Dunia ini adalah panggungnya, makhluk hidup lah para pemerannya. Para rakyat Negeri Laut merupakan penonton mereka. Sedangkan Aslan, adalah sutradara dalam film Narnia. Posisi Eva sekarang bukanlah si tokoh utama. Dia hanyalah pemeran pembantu yang harus menjaga posisi tokoh utama sebelum tokoh utama muncul.

Benar. Harusnya Aslan hanya menganggap Eva sebagai salah satu pemeran yang dia beri perintah untuk melengkapi cerita. Tapi Aslan tidak melakukannya. Dia malah memberikan hati pada pemeran pembantu yang tidak salah apa-apa ini.

"Aku yang membawanya kesini, Nocturn. Dia harusnya berdiri di sebelahku menjadi sutradara." Aslan kini menatap gadis yang masih terbaring kaku dengan napas yang mulai terengah-engah.

Nocturn menatap Aslan lama. Penguasa asli Narnia itu nampak asik sekali menatap Eva. "Hanya satu sutradara yang boleh memimpin pembuatan dalam- apa yah yang biasa dikatakan manusia bumi? Oh, film. Iya film. Hanya satu sutradara dalam satu film, Aslan. Dan itu kau. Kalau dua, nanti filmnya jadi aneh."

Aslan kini tak menyahut. Dia meraih sup yang mulai hangat dan menyuapkan perlahan pada mulut Eva. Aslan berusaha agar gadis itu bisa menelannya dengan mudah.

Nocturn menghela napas. Ia beranjak dari tempatnya. "Sudahlah. Kurasa kau butuh waktu untuk bersama gadis itu. Aku duluan. Kalau butuh, datang saja ke ke tempatku seperti biasa."

Dia berbalik dan melambaikan tangan. Suara gelembung meletus terdengar sebagai tanda dia telah pergi. Meninggalkan Aslan dalam keheningan menyesakkan dengan Eva yang terbaring kaku.

Lelaki berambut emas itu kini menghela napas. "Kalau aku benar-benar melepaskanmu, apa aku akan baik-baik saja?"

Jemarinya kini menyusuri pipi tirus yang tidak makan beberapa hari ini. Katakan Aslan egois. Dia tidak menghawatirkan perasaan Eva. Melainkan perasaan dirinya sendiri. Aslan takut dia akan terluka kalau kehilangan Eva.

"Eva. Maaf karena aku jahat."

"Kau memang jahat."

Kelopak gadis itu bergerak, berusaha untuk terbuka. Ada rasa lega dalam hati Aslan kala melihatnya. Dia menanti dengan sabar saat Eva mengerjapkan mata beberapa kali. Tapi alih-alih mendapati dua emerald yang berkilauan, Aslan malah mendapati warna hijau yang begitu pudar. Apa yang terjadi?

"Kau benar-benar jahat. Bahkan hingga akhir aku tidak tahu siapa namamu. Juga wajahmu. Sekarang juga semuanya terlihat kabur. Apa ini ulahmu?"

Aslan meneguk ludah. Bulir keringat mengalir di pelipisnya. Dia panik sekali sekarang. Eva jadi buta? Karena Aslan? Mungkin saja efek samping obat yang diberikan Nocturn.

Plop. Bunyi gelembung air meletus lagi-lagi muncul. Aslan mengalihkan pandangannya. Mendapati kertas terbang disebelahnya. Ia cepat-cepat mengambil kertas itu. Jelas, ini pasti dari Nocturn.

'Dear Aslan.

Jangan mengamuk dulu. Aku lupa bilang kalau Eva akan sulit untuk melihat selama setengah hari. Setelahnya baru dia akan bisa melihat seperti biasa dan beraktivitas seperti biasa.

Tertanda, Nocturn.'

Dalam diam,Aslan menghela napas lega. Syukurlah Eva bisa sembuh dengan cepat.

"Hey, apa kau disana?"

Aslan mengangguk. Merasa Eva tidak bisa melihatnya, akhirnya dia menjawab riang. "Iya."

Bibir biru Eva berangsur normal. Aslan meraih punggung gadis itu, membuatnya duduk bersandar pada sandaran ranjang. Setelahnya Aslan kembali menyuapi Eva dengan sup.

"Apa yang kau lakukan?"

Sendok sup bertenti satu inci di depan Eva. Aslan berkedip beberapa kali untuk menyadarkan dirinya sendiri. "Tentu saja memberimu makan?"

"Mana kutahu kalau benda itu beracun atau tidak?"

Kalimat Eva membuat Aslan menghela napas. Sebegitu tidak percayakah Eva padanya? (Tidak, Aslan. Kau yang salah karena tidak memperkenalkan diri :'D)

"Tidak beracun. Untuk apa aku meracuni Penyihir Agung yang tidak bisa mati?"

Eva terdiam sejenak. Lantas dia terkekeh pelan. "Tak banyak yang tahu soal itu. Kalau begitu, beri aku makan."

Hal itu membuat Aslan kembali menggerakkan tangannya yang terhenti. Menyuapi Eva dengan sup yang syukurlah masih hangat.

Acara suap-suapan itu berlangsung dalam keadaan hening. Tidak ada satupun diantaranya ingin bicara. Terutama Eva. Dia tidak mengenal lelaki ini. Suaranya terdengar familiar, tapi Eva tidak bisa menebak.

Gadis itu hanya bisa membiarkan dirinya bertumpu sebentar pada lelaki asing ini. Toh, pasti yang satu ini juga akan pergi. Eva lelah menggantungkan harapannya pada manusia. Mereka datang dan pergi silih berganti. Tidak memperhatikan perasaan Eva yang terpaksa ditinggal.

"Menurutmu, kenapa aku menderita?" Pertanyaan itu keluar begitu saja.

Aslan menyimpan sup yang telah tandas di nakas. Netranya menatap lama pada Eva. Ingin sekali dia bilang kalau itu semua karena Aslan yang egois. Tapi tidak bisa. Biarkan Aslan yang menanggung semuanya sendiri.

Aslan menghela napas. "Jangan bicara aneh-aneh. Nanti chapter ini jadi semakin panjang. Pembaca akan bosan melihatnya. Istirahatlah. Saat bangun, kau pasti akan sembuh."

Aslan kembali membaringkan Eva. Cokelat panas yang harusnya diberikan pada Eva telah dingin. Aslan membuangnya. Eva tidak boleh meminum sesuatu yang bisa membuatnya jadi sakit.

"Jangan patah semangat. Para centaur itu menggantungkan harapan mereka padamu. Bagi mereka, hanya kau lah harapan di dunia yang sudah porak-poranda ini. Lalu-"

Aslan mengecup kening Eva lembut. "Aslan akan datang sebentar lagi membawa bala bantuan. Narnia akan damai tidak lama lagi. Tunggu saja, Eva."

Kini gadis itu kembali menutup mata. Membiarkan dirinya lagi-lagi beristirahat dalam kegelapan.

***

Netra Eva terbuka. Sisa-sisa cahaya oranye masuk melewati jendela yang terbuka. Aneh. Perasaan Eva sudah menutupnya, juga gorden. Entahlah.

Ah Eva tiba-tiba ingat. Manusia yang menyuapinya. Siapa dia?

Gadis itu mengedarkan pandangan. Menyapu setiap jengkal kamarnya. Tapi nihil. Laki-laki semalam telah hilang. Hilang bersamaan dengan penyakit Eva. Meski begitu, Eva punya satu tugas yang dia lupakan. Menjaga Narnia sampai ramalan terjadi.

Benar. Aslan akan datang membawa ramalan itu. Itu kan sudah pasti. Dia sudah berjanji. Eva benar-benar bodoh karena melupakannya.

Lalu, Narnia boleh jadi sudah nampak hancur. Tapi semangat rakyat mereka belumlah padam. Contohnya, lihat saja para centaur. Mereka masih semangat menjaga Cair Paravel meski Jadis sudah mengancam agar semua rakyat Narnia mengikuti perintahnya.

Eva tersenyum melihatnya. Baiklah. Dia sudah sembuh. Saatnya bekerja!



TBC~~

______________________________________

21 Mei 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top