BAB 4
Narnia, tahun 1000.
Sudah seratus tahun sejak peperangan terakhir. Eva sesekali mendatangi salah satu rakyat Narnia untuk mengecek apakah mereka baik-baik saja atau tidak.
Atau mereka yang mendatangi Eva untuk memberi kabar seperti sekarang. Eva didatangi berang-berang betina, Mrs. Beaver.
"Sampai kapan kita harus bersembunyi seperti ini?"
Raut sendu tercetak jelas di wajahnya. Tidak. Di wajah mereka berdua. Mereka jelas lelah dengan perang berkepanjangan ini. Tapi jujur Eva sendiri pun tak tahu kapan tepatnya dua anak adam dan hawa datang.
Netra Eva menatap pada Mrs. Beaver yang masih menunduk lesu. Padahal Eva yakin bahwa sang berang-berang betina harus menempuh perjalanan jauh dari barat sana hingga ke Cair Paravel.
Tapi nampaknya dia tak memerdulikannya dan datang ke sini demi meminta kepastian tentang perdamaian yang dijanjikan Aslan.
"Oh Mrs. Beaver, maafkan aku yang tidak bisa memberikan kedamaian pada Narnia. Tapi percayalah, akan datang hari dimana dua anak adam dan dua anak hawa datang melindungi kita."
Dengan lesu, Mrs. Beaver mengangguk pelan. "Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan kembali." Pamitnya berjalan keluar dari Cair Paravel.
Baru selesai menghela napas, dirinya kembali dihampiri tamu. Seekor Centaur yang ditugaskan membawa pesan dari selaran, wilayah para Centaur.
"Eva, Kepala suku telah membaca bintang-bintang. Anak-anak adam dan hawa itu tak lama lagi akan tiba di Narnia. Dan Aslan akan kembali."
Inilah yang disukainya dari para anggota suku Centaur. Mereka tak pernah berbicara berbelit-belit padanya.
"Aku mengerti Androlam. Sampaikan pada kepala sukumu, jangan ada dari kalian yang bergerak sedikitpun sampai Aslan yang memberikan perintah. Tetap simpan ini diantara kita."
Perintah yang diberi hanya dibalas anggukan oleh sang Centaur. Baru hendak pamit, Eva menghentikannya.
"Androlam maaf karena tidak bisa menjamu dengan baik. Seperti yang kau lihat, aku bahkan tidak bisa mengurus Cair Paravel sendirian. Jika kau mau menunggu, aku akan membuatkanmu secangkir teh."
Eva henjak beranjak namun dihentikan gelengan pelan Androlam
"Tak perlu, Eva. Aku hanya datang membawa berita dari kepala suku."
Lantas ia hanya mengangguk menatap kepergian Androlam.
***
Salju memenuhi seluruh wilayah. Netra emerald mengedarkan pandangan was-was jikalau ada serigala yang mengikuti.
Langkahnya dibawa pelan. Menginjak tumpukan salju yang tinggi hingga ke lutut. Meskipun itu, tak ada gunanya. Sebab suara pijakan tetap saja terdengar.
Sebenarnya ia ingin pergi menemui berang-berang. Tapi entah bagaimana dia malah bertemu dengan seekor rubah, sahabat Eva sejak perang terakhir.
"Sahabatku, Foxy. Apa yang kau lakukan disini?"
Nampak binar dimatanya. Rubah itu melompat-lompat girang.
"Astaga, Eva! Aku mencarimu dari tadi. Kau tidak akan percaya ini!"
Eva mengerutkan alis, menatapnya bingung. Ia terdiam menunggu penjelasan.
"Aku bertemu Aslan!"
Eva menutup mulutnya, kaget.
"Aslan? Sungguh? Dimana? Kapan? Bolehkah aku menemuinya?"
Eva tak mampu menahan diri untuk bertanya. Lantas sang rubah mengangkat satu kakinya seolah menahan Eva untuk bertanya lebih banyak.
"Woah woah. Tenang sobat. Jadi begini, saat aku berjalan-jalan mencari makanan. Aku merasakan aura hangat yang sangat luar biasa seolah memanggilku. Jadi aku berjalan mengikuti panggilan itu dan aku melihatnya! Aslan disana dan begitu bersinar, dia duduk menatapku! Aku menunduk padanya dan dia memberiku misi yang luar biasa!"
Sang rubah menjelaskan sembari menggerakkan kaki depannya. Lantas Eva menangkup wajah Foxy lantaran tak tahan rasa gembira yang muncul.
"Sungguh? Apa itu?"
"Aku disuruh mengumpulkan pasukan! Dan kau harus ikut! Temui kami di dekat ‘Meja Batu’."
Eva melepaskan wajah sang rubah dan mengangguk mantap.
"Sure. I'm on my way!"
Lantas menghilang seolah tak pernah ada disana.
***
Eva tak mendarat di dekat Meja Batu. Ia ingin menemui anak teman faunnya terlebih dahulu.
Seingatnya temannya pernah bilang saat perang dulu bahwa dia memiliki anak bernama Tumnus yang dia tinggalkan dirumah. Karenanya dia ingin memastikan anak itu tumbuh dengan baik atau tidak.
Srak Srak.
Bunyi tapak kaki kecil di salju itu membuatnya waspada. ‘Tolong jangan polisi serigala!’
Dia bergeming sembari menajamkan telinga untuk mencari dari arah mana suara itu.
Tapi kekhawatiran itu berubah menjadi senyuman lebar saat melihat makhluk setengah manusia setengah kambing.
Makhluk itu adalah Faun. Dia menjatuhkan payung yang dibawanya dan bersembunyi dibalik pohon.
Eva mengambil payung cokelat itu lalu memberikannya pelan-pelan pada sang Faun.
Faun itu menyembulkan kepalanya menatap lekat-lekat pada Eva. Nampak khawatir di wajahnya. Eva menunjukkan senyum menenangkan miliknya. "Take it. I won’t hurt you."
Setelah payung itu berpindah tangan, Eva mengangkat pinggiran jubah sedikit sembari menunduk sopan. "Salam kenal, aku Eva."
Di saat seperti ini, dia menunjukkan wibawa dan sopan santunnya. Membuat sang Faun berdecak kagum.
Lantas alis sang Faun tertaut heran. Seolah pernah mendengar namanya. "Eva? The High Witch Eva?!"
Eva hanya menatapnya heran. Ada apa dengannya? Padahal seluruh rakyat yang masih percaya pada Aslan pastilah mengenalnya. Mungkin saja Faun ini tak ikut perang terakhir yang membuatnya tak mengenal Eva.
Sang Faun nampak gembira menatapnya. "I can't believe it! I meet The High Witch Eva! Blimey! Kudengar kau ada di Cair Paravel. Oh yeah, and my name is Tumnus."
Netra emerald melebar kala mendengar namanya.
"Sungguh?! Kau Tumnus anak dari Turmen? Faun yang ikut peperangan seratus tahun lalu."
Tumnus menatap Eva bingung. "Kau, darimana kau tahu?"
"Aku bersama ayahmu dalam perang itu."
Hanya dijawab dengan anggukan paham sang Faun. Eva yang hendak pamit lantas melangkah kedepan, mengikis jarak mereka.
"Mr. Tumnus, jangan khawatir. Perang ini akan berakhir, Aslan telah kembali."
Ia berbisik di telinga Mr. Tumnus. Mendengarnya, membuat Tumnus membulatkan matanya kaget. "A-Aslan?"
Eva mengangguk pelan. Lantas menjauhkan diri dari sang Faun.
"A-apa Dia benar-benar kembali? Boleh aku ikut bersamamu?"
Eva menggeleng. "Tidak. Aku ingin kau disini. Jika kau menemukan dua putra adam, dan dua putri hawa, maka bimbinglah ia menuju ‘Meja Batu’. Ini demi mewujudkan ramalan seribu tahun lalu."
Tumnus nampak sendu namun langsung mengubah wajahnya dengan sedikit ceria dan mengangguk. "K-kalau begitu, berhati-hatilah."
"Baiklah Mr. Tumnus. Kalau begitu, sampai jumpa."
Eva menghilang, berteleportasi ke ‘Meja Batu’.
***
Ia berjalan menelusuri pohon-pohon yang memberinya arah. Menuju pada kumpulan tenda-tenda berwarna-warni yang berjejer disana.
Saat telah dekat, lantas beberapa Centaur, Faun, Satyr, juga hewan berbicara menatap heran makhluk yang tengah menuju kearah mereka.
Mereka berkumpul sembari menatap Eva dari ujung kepala hingga ujung kaki. Membuat Eva semakin yakin bahwa yang ikut perang kali ini bukanlah orang-orang yang dia kenal lagi.
"Apa yang kalian lakukan? Beri hormat! Beliau adalah Penyihir Agung!"
Salah seorang Centaur berseru sembari menunduk. Centaur tersebut ialah sang pembawa pesan, Androlam.
Seruannya membuat para Narnian menunduk hormat pada Eva. Membuat Eva tidak nyaman dan mencoba menghentikan mereka.
"Hentikan. Aku bukanlah orang yang pantas untuk itu."
"Tapi bagi kami anda pantas, Yang Mulia.”
Kini Centaur yang ada di sebelah Androlam mengangkat bicara. Eva menatap Centaur itu, meminta memperkenalkan dirinya.
Sang Centaur menundukkan badan lantas memperkenalkan diri.
"Maafkan saya, Yang Mulia. Saya adalah kepala suku Centaur, Oreius."
Diberi anggukan pelan oleh Eva. "Aku ingin bertemu Aslan, bisa kau membawaku padanya, Reus?"
"Maaf, Yang Mulia, tapi itu Oreius. Silahkan lewat sini."
Sang Centaur memimpin jalan menuju sebuah tenda berwarna merah. ‘Sangat cocok untuk Aslan’. Pikir Eva.
Mereka berdiri didepan tenda itu. Tak menunggu begitu lama hingga Aslan keluar dan menyuruhnya masuk.
Eva duduk dikarpet milik Aslan. Netra mereka bersirobok membuat Eva sadar apa yang ingin dia bicarakan.
"Aslan. Ramalannya akan terjadi, kan?"
Aslan mengangguk pelan. "Aku yakin sebentar lagi mereka akan tiba. Bersabarlah Eva."
"Kupikir kau kau tak akan kembali, Aslan."
"I will always come back, Eva. Always."
Dibalas anggukan oleh Eva. Ia pamit undur diri. "Hanya itu yang ingin kukatakan. Dan aku, aku akan bertarung disisimu Aslan. Dengan ini, aku permisi."
Ia membungkuk permisi dan beranjak keluar tenda. Eva mendapati sang kepala suku Centaur. Lantas menyapanya.
"Reus? Kupikir kau sedang mengajari rekan-rekanmu."
Sang Centaur menghela napas. "Maaf Yang Mulia, tapi itu Oreius. Dan rekan-rekan Centaur saya bisa berlatih sendiri."
Dibalas oleh Eva dengan senyum kecut. “Maaf Reus aku tidak bisa menyebutkan namamu dengan baik. Lidahku cukup kelu untuk itu. Makanya aku memanggilmu begitu."
Centaur itu mengernyit diam, tidak menggeleng, tidak pula mengangguk. Dan disimpulkan oleh Eva, bahwa sang Centaur itu sudah mengiyakan.
"Baiklah Reus! Mulai hari ini, mohon bantuan hingga kedepannya. Kupikir kita akan sering bertemu karena dalam satu wilayah. Senang bertemu denganmu! Omong-omong kalau boleh tahu, dimana tendaku?"
Oreius mengangguk lalu memanggil salah satu Centaur perempuan. "Dia yang akan mengantar anda."
Sang Centaur perempuan menunduk sejenak dan memperkenalkan diri. "Selamat siang, Yang Mulia. Saya Micilal. Saya yang akan mengantar anda."
Eva hanya mengangguk lalu mengikuti Micilal menuju tenda berwarna hijau tosca. Lantas mempersilahkannya pergi.
Eva tak menghabiskan waktu berdiam diri dalam tenda. Dirinya melangkahkan kaki menuju tempat lain. Hingga ia berhenti pada halaman luas yang ia kira sebagai tempat berlatih.
Diangkatnya tongkat sihir yang dibawa sedari tadi dengan tangan kanannya. Mempersiapkan sihir buatan untuk menyegel Jadis.
Rasanya sudah bagus. Tapi sebagai pencipta sihir, dia pun tahu bahwa sihirnya tak sempurna. Lantas mengacak surai merah kesal.
"Apa? Apa yang kurang?!"
***
Langit telah gelap. Bintang gemilang memenuhi cakrawala. Tak lupa bulan yang telah setengah bersinar terang.
Dirinya melangkah mendekati tenda Aslan. Tak mengidahkan Oreius yang tengah berjaga, lantas langsung menyibakkan tenda dan masuk ke dalam.
"Aslan! Bagaimana caraku menyempurnakan sihir itu?"
Aslan yang tengah bersantai di karpet nampak sedikit kaget menatap Eva yang kedatangannya selalu misterius. Lantas menghela napas pelan.
“Maukah kau menunjukkannya padaku, Eva?”
Sang ginger mengangguk dan merapalkan mantra, menyegel bulu ayam yang ada disana.
Bulu ayamnya menghilang, tapi Eva tahu bulu itu tidak benar-benar tersegel dengan baik. “Ada yang kurang, Aslan.”
Sang singa mengangguk. "Kurasa, kau memang melupakan sesuatu, Eva. Setelah kulihat, teknik sihir yang kau gunakan melibatkan terlalu banyak cinta dan kebahagiaan."
Eva mengangkat alisnya sebelah, bingung. Lantas melebarkan alis kala sadar apa yang sang singa maksud.
"Maksudmu, aku harus menambahkan keputusasaan dan penderitaan didalamnya?”
Sang singa agung menjawab dengan senyum dan anggukan mantap.
"T-tapi ini adalah penyegelan. Dan menyegel sesuatu dibutuhkan sihir tertinggi kedua setelah kesetiaan yaitu cinta."
"Aku tahu. Tapi kau tidak benar-benar bisa menyegel Penyihir itu tanpa memisahkan tubuh dan jiwanya."
Netra emerald kembali melebar. Dia mengerti sekarang.
‘Memberikan terlalu banyak cinta pada sihir akan menyegel seluruh bagian dari sesuatu yang hendak disegel. Tapi, memberikan sedikit penderitaan akan memisahkan tubuh dan jiwa makhluk yang tersegel dan menyegel jiwa itu selamanya.’
"Aku mengerti, Aslan. Terima kasih banyak." Lantas dirinya menatap keluar langit, terlihat malam sudah begitu larut.
"Sudah terlalu larut, aku akan kembali ketendaku."
Pamitnya sembari membungkuk dan berlalu keluar menuju tendanya sendiri.
.
.
.
TBC
Makasih udah mampir~ see yaa
______________________________________
Publish: 14 Februari 2021
Revisi: 21 November 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top