• SEPULUH •

GIVE AWAY ALERT!
AKU MAU BAGI-BAGI PULSA 25K (UNTUK SATU ORANG YANG BERUNTUNG)
SYARAT DAN KETENTUAN :
1. WAJIB FOLLOW AKUN WATTPAD (@helloimaaa)

2. WAJIB FOLLOW AKUN INSTAGRAM : (@helloimaaa)

3. SPAM LIKES DI CERITA INI

4. SEBUTKAN ALASAN KAMU MENYUKAI CERITA INI DAN TAG 5 TEMAN KAMU DI WATTPAD, LALU AJAK MEREKA UNTUK IKUTAN GIVE AWAY JUGA

GIVE AWAY AKAN DITUTUP PADA 30 JULI DAN PEMENANG DIPILIH PADA 31 JULI 2020.

Alisa Harrison.

***

Star High School, New York.

Zach berjalan menuju kamar Alisa dengan langkah gontai. Ia sudah cukup lelah karena menghadapi sebuah kasus kematian. Kini pekerjaannya harus bertambah karena penyelidikan atas kasus tersebut harus dilakukan secara diam-diam dan rahasia. Pria berusia 27 tahun itu bahkan harus menyamar sebagai seorang wali kelas sekolah ternama di kota besar dan menghadapi gadis-gadis sekolah menengah yang sedang mengalami masa pubertas. Dari sekian banyak masalah yang pernah ditanganinya, Zach paling benci jika harus berurusan langsung dengan lawan jenis.

Seorang gadis, Zach seolah alergi dengan makhluk yang satu itu. Ia tidak pernah sekalipun terlibat hubungan serius dengan gadis manapun sehingga desas-desus mengenai dirinya yang menyukai sesama jenis pun ramai diperbincangkan di lingkungan kepolisian. Namun, siapa peduli? Zach lebih mengenal dirinya sendiri dibandingkan siapapun. Ia tahu bahwa dirinya bukanlah seorang gay, melainkan pria normal yang tetap membutuhkan sentuhan lawan jenis untuk memenuhi kepuasan birahinya. Zach hanya belum menemukan gadis yang tepat dan waktu yang tepat.

Pria kelahiran New York itu membuka kamar bertuliskan nomor 100 dengan kunci yang diberikan oleh Nathaniel. Setelah berdiskusi dengan rekannya itu, Zach akhirnya memutuskan untuk tinggal di kamar Alisa selama masa penyelidikan belum selesai. Lagipula, seorang guru juga diperbolehkan untuk mendapatkan salah satu kamar di asrama sebagai bentuk fasilitas dan inventaris yang diberikan oleh Star High School. Dan kamar Alisa, adalah satu-satunya yang terpikir oleh Zach. Seingatnya, kamar itu kosong sejak kepergian Alisa dan tidak ada satupun dari murid di Star High School yang berani menempati kamar itu sampai sekarang.

Setidaknya Zach bisa beristirahat dengan tenang tanpa harus merespons kehebohan gadis-gadis asrama yang mengaguminya atau anak laki-laki yang terus menanyainya tentang tips membentuk badan atau semacamnya. Ia sudah lelah dan sebuah kamar yang sepi adalah tempat yang cocok baginya.

Zach masuk dan membanting tubuhnya ke atas ranjang bertuliskan Alisa. Ia menghela napas panjang dan menatap langit-langit kamar yang dominan dengan cat berwarna putih itu dengan gamang. "Jadi, ini pemandangan yang selalu dilihat gadis itu setiap malam?" batinnya. "Bersih, tapi sepi."

Suara pintu kamar mandi yang tiba-tiba terbuka membuat Zach membulatkan kedua matanya. Ia terperanjat dan segera bangun dari kasur berseprai putih tersebut. Dan betapa terkejutnya Zach, ketika menemukan sosok Isabella yang hanya membalut tubuhnya dengan handuk tipis kini berdiri di ambang pintu dengan ekspresi syok. Mata mereka bertemu, ada keheningan yang terjadi di sana selama beberapa detik, sebelum akhirnya keduanya sama-sama berteriak.

"AHHHHHHHHH!!"

***

Zach duduk di atas ranjang Alisa dengan bersedekap, sementara Isabella duduk di kasurnya sendiri dengan menyilang kedua kaki. Mata mereka kini beradu. Zach tampak menampilkan ekspresi canggung, sedangkan Isabella terlihat kesal. Gadis itu sudah mengenakan pakaian tidurnya dengan benar sekarang;piyama tidur panjang berwarna hitam.

"Apa yang kau lakukan di kamarku?" tanya Isabella ketus.

"Aku tidak tahu ada seseorang di kamar ini," timpal Zach tak mau kalah, tak ingin disalahkan. Ia lantas mengangkat kedua alisnya dan mengedikkan kedua bahunya cepat. "Tapi bukankah kau seharusnya menggunakan handuk yang lebih tebal? Bagaimana jika yang masuk ke kamar ini bukanlah aku, melainkan pria cabul berotak mesum? Sesuatu bisa saja terjadi padamu asal kau tahu."

"Bukankah kau yang seharusnya mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam kamar orang lain?"

Zach terkekeh pendek, terdengar mengejek. "Tidak ada siapapun di kamar ini sebelumnya. Setidaknya begitulah yang aku dengar dari Paman Ben," kata Zach dengan suara yang sedikit meninggi. Ia tidak ingin dikalahkan oleh salah satu muridnya sendiri--terutama murid yang bersikap tidak sopan padanya seperti sekarang ini. "Lagipula, aku tidak melihat apapun di ranjang itu. Tidak ada tas, pakaian atau barang-barang yang biasa para gadis simpan di kamar mereka."

Isabella menyeringai tipis lalu turun dari kasurnya. Tangannya yang berbalut gelang suede pun bergerak membuka laci nakas di sisi kasurnya sembari berkata, "Tas dan pakaianku ada di dalam sini." lalu menutupnya dengan keras dengan maksud untuk mengintimidasi Zach. "Aku tidak memiliki barang-barang yang dimiliki para gadis karena aku tidak membutuhkannya."

Namun pria yang berprofesi sebagai detektif itu justru tertawa pendek, mencoba membalas sikap Isabella yang tampak tidak menghormatinya. "Kau tahu aku siapa, bukan? Aku ini wali kelasmu yang--"

"Wali kelas pengganti," potong Isabella mengoreksi. Wajahnya kemudian mencetak ekspresi dingin seperti biasa ketika Zach mengerutkan kedua alisnya karena heran. "Kau hanya akan ada di sini sampai akhir bulan. Kenapa begitu arogan?"

Zach lantas beranjak dari ranjangnya dan menghampiri Isabella. "Kau ini muridku, sebaiknya kau perhatikan sikapmu yang tidak sopan itu sebelum menilaiku. Apa kau paham?"

Bukannya merasa segan, takut, atau apapun yang diharapkan oleh Zach. Gadis dengan rambut cokelatnya yang menjuntai sampai ke punggung itu justru tersenyum geli dan mengangkat kedua bahunya. "Bisakah kau keluar sekarang, Paman Troll?"

"Apa? Paman apa?" Zach berseru tak terima. "Aku tidak setua itu!"

"Murid di sini menggunakan panggilan 'Paman' sebagai bentuk kesopanan. Paman Ben, Paman Alan dan ... Paman Troll. Bukankah kau baru saja menyuruhku untuk menjadi sopan?" Isabella mengangkat kedua sudut bibirnya yang merah muda ke atas dan melangkah mendekat, hingga jarak di antara mereka hanya beberapa senti saja. "Aku sedang mencobanya."

Aroma vanilla yang berasal dari tubuh Isabella pun menyeruak masuk ke hidung Zach. Membuat adegan pertemuan mereka yang terjadi beberapa menit lalu terulang kembali. Isabella dan tubuh moleknya. Namun, fantasi liar itu mendadak sirna ketika tangan Isabella dengan berani menyentuh bahu Zach dan mendorongnya dengan keras. "Enyah lah."

Membuat Zach limbung dan jatuh tersungkur ke belakang. Bokongnya mendarat lantai dengan keras sehingga desahan nyeri terdengar di sana. Zach mendongak dan menatap Isabella kesal. Namun raut muka milik gadis itu sama sekali tidak membantu, wajahnya datar dan dingin seperti es batu. Ia tidak sedikitpun tampak menyesal atau bahkan bersimpati meski yang baru saja jatuh adalah seseorang yang lebih tua darinya. Zach meringis ketika bagian bawah bokongnya berdenyut nyeri. Membuatnya tak tahan lagi lalu mengumpat, "Gadis sialan!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top