・ᴘ ʀ ᴏ ᴠ ᴇ
ⅹ
ⅺ
ⅻ
( p r o v e )
KIM Mingyu tidak bersalah.
Pernah merasa potongan kalimat tanpa diduga masuk dalam kepala, menelusup, mendadak memegang kendali dan terus berdenging bahkan di luar kesadaran dan keinginanmu sendiri? Seolah sebagian dari dirinya ingin orang lain memercayai hal yang sama, seolah sebagian dirinya tahu kebenaran dan ingin berseru pada seantreo sekolah, bahwa Kim Mingyu tidak bersalah.
Sederhananya, itu pula yang Jihoon rasakan.
Dari saat membuka mata di atas ranjang sampai perjalanan ke sekolah, kalimat tersebut bagai ritme nada yang selalu terngiangーsukses mencampur aduk perasaan sang pemuda. Jihoon merasa semua ini salah, semua yang berkaitan dengan berita web memang sebuah kesalahan. Tidak mungkin Kim Mingyu berani mengajak keluar gadis tengah malam tanpa alasan. Sahabatnya si Kim itu memang hobi merayu gadis, bahkan Jihoon ingat dulu sempat memergoki pemuda itu diam-diam sering memandangi foto dari akun Instagram gadis populerーentah masih dilakukan sampai sekarang atau tidak.
Namun demi apapun Jihoon yakin pasti, Mingyu tidak akan sebodoh itu untuk melukai seorang gadis.
Terlebih, gadis yang 'katanya' ia sukai.
Jihoon mendengkus, meremas jemari saat langkahnya melewati gerbang sekolah.
Ia kira diam adalah hal benar. Namun sampai detik ini, sebongkah rasa bersalah itu masih bertengger di sana; merayap, menggerogot, bahkan menelusup sampai ke mimpinya. Luka lebam, memar, darah dan satu gigi yang goyang. Bersama itu pula, timbul percikan marah entah pada siapa. Mungkin pada Tuan Kim, mungkin pula pada sekolah yang dengan bodohnya percaya pada pernyataan Mingyu dan hendak mengirim surat permohonan maaf pada keluarga Kim.
Atau mungkin, ia marah pada pemuda itu; pada Kim Mingyu idiot yang mau saja dihajar tanpa membalas dendam.
Kenapa ia malah memilih diam?
"Lee Jihoon."
Tepat saat kesadaran menghantam, Jihoon mengerjap dan menemukan dirinya sudah menapaki koridor, tepat di dekat persimpangan menuju perpustakaan. Ia tidak ingat bagaimana ia bisa kemari, ia hanya tahu ia berjalan melewati gerbang, dengan tatapan serta gelak tawa beberapa siswa, memikirkan perkara Mingyu sebelum akhirnya ia sampai di siniーtepat berhadapan dengan ...
Yeo Hyera?
Jihoon mengedip.
"Aku sudah mendengarnya," kata Hyera, bahkan ketika lawan bicara masih tercengung di tempat. "Kabar itu. Apa ia ... apa temanmu baik-baik saja?"
Ah, kekuatan media memang tak main-main. "Tidak."
Sejenak Hyera tak menyahut. Butuh menghabiskan beberapa detik dalam hening sebelum gadis itu kembali bertanya, "Apa kau baik-baik saja?"
Bungkam. Jihoon mendongak dan mulai membalas tatapan lawan bicara, menelan ludah dan menyahut serak, "Tidak."
Padahal ia tiak mengenal Mingyu dengan baik, tapi Hyera dapat merasa hatinya terasa panas. Ia kira hanya dirinya yang akan pulang dengan segumpal mimpi buruk dari Jeju. Ia kira tur studi itu hanya akan berakhir bagai siraman kopi pahit dalam kerongkongannya sendiri. Namun ia salah.
Ini mimpi buruk bagi semuaa siswa.
Hyera memang tidak terlalu mengenal siapa itu Kim Mingyu, tapi ia tahuーtahu dan hafal betulーsiapa Chwe Hansol dan Xu Minghao.
Jihoon berdeham, sempat mengusap tengkuk sebelum balas bertanya, "Kau sendiri?" Pemuda itu mengangkat alis. "Apa kau baik-baik saja?"
Hyera hanya tersenyum tipis. Kini memperhatikan baik-baik penampilan si gadis, Jihoon baru sadar ada banyak perubahan yang terjadi pada kekasih Jisoo ini. Yeo Hyera biasanya dikenal sebagai salah satu 'ulzzang' dalam sekolah. Hobi mengenakan seragam ketat dan make up berlebihan. Kadang rambutnya diwarnai aneh-aneh. Kadang itu pula yang membuat konflik antara guru-guruーbeberapa membenci perbuatan Hyera yang melanggar aturan sekolah, namun beberapa lagi berpihak pada fakta bahwa Hyera adalah kekasih Hong Jisoo. Mengusik ketentraman putra sulung Tuan Hong sama dengan mempertaruhkan nasib sekolah di atas jurang.
Ditambah dengan gosip terbaru bahwa direktur sekolah adalah teman baik Tuan Hong.
Namun pagi ini, Hyera tidak lagi mengenakan make up. Wajahnya yang terkapar sinar matahari tampak natural, dengan pori-pori yang tampak nyata pada pipi, hidung kecil manis, dan bibir tipis yang tampak ranum tanpa dipoles kosmetik.
Jihoon menelan saliva. "Kau tampak ... berbeda."
Hyera tersenyum. "Kuharap itu memiliki makna bagus." Jemarinya menelusuri beberapa helai rambut yang terbawa angin, menyelipkannya di belakang telinga. "Aku telah putus dengan Hong Jisoo."
Jihoon tak menyahut.
Si gadis melanjutkan serak, "Ada banyak hal yang aku lewatkan saat menjalani masa remaja dengan terikat oleh sebuah hubungan. Ada banyak hal yang kusesali dengan menghabiskan dua tahun berharga hanya menjadi gadis dengan title payah, 'Yeo Hyera kekasih Hong Jisoo'." Perlahan kedua sudut bibirnya merangkak turun.
Selama ini Jihoon selalu berpikir bahwa gadis itu bahagia. Dua tahun terlewat dalam perih, kesal, amarah, dan penyesalan yang dipendamnya sendiriーJihoon kira, ia akan menahan semua asal melihat Hyera tersenyum.
Asal gadis itu dapat bahagia.
"Namun kau tahu, aku baru sadar aku tidak pernah suka dengan sebutan itu. Aku tidak suka bagaimana seisi sekolah hanya memandangku sebagai Hyera-nya Jisoo. Aku tidak suka bagaimana secara tak langsung, aku membiarkan nyaris seluruh siswa bahkan guru membunuh identitasku hanya untuk Jisoo. Aku ingin dikenal dengan Hyera; Yeo Hyera yang berdiri sendiri."
Jihoon terdiam, masih mendengar penuh saksama. Ia tak peduli kendati bel berbunyi, kendati beberapa guru petugas meneriaki anak-anak yang terlambat untuk berlari keliling lapangan. Di sana, stagnan di tempat, untuk pertama kali Jihoon merasa begitu lega sekaligus heran, bingung tapi juga tak percaya denga napa yang barusan ia dengar.
Selama ini, Yeo Hyera tidak bahagia.
"Bagaimana dengan Jisoo?" sahutnya.
"Ia akan baik-baik saja. Ia masih punya keluarga, teman, dan reputasi untuk mendukungnya." Hyera menghela napas. "Selama ini, ia percaya bahwa kami bersatu karena cinta."
"Dan kenyataannya adalah tidak," Jihoon menyambung lirih.
Hyera tersenyum. "Kenyataannya adalah tidak. Aku masih mengingat ucapanmu sampai sekarang, bahwa aku harus memikirkan kebahagiaan diriku. Kau juga. Jangan ingkari perkataanmu sendiri. Jangan mudah goyah hanya sebab gosip murahan. Selama aku mengenalmu, kau adalah batu karang di tepi pantai yang kuat dan keras."
Si gadis menjeda, kini senyumnya melebar hingga menyentuh mata. "Maka jangan sampai kalah hanya sebab empasan ombak."
Dan, begitulah.
Pagi hari di lapangan. Sinar matahari yang menyengat. Kedua lengannya basah oleh keringat, namun di sana, stagnan di tempat, Jihoon dapat merasa kehangatan yang sama menyentuh hatinya.
Rasanya sudah lama sekali.
Tepat bersamaan dengan itu ia mendengar sebuah suara berseru dari lapangan, "LEE JIHOON! Bagaimana keadaan Mingyu? Aku ingin menjenguknya sekarang tapiー"
Ah, si dancer itu.
Jihoon kembali menatap Hyera. "Aku harus pergi." Ia kemudian berlari pada Soonyoung, keduanya diam-diam melompat lewat gerbang samping di luar pengetahuan guru piket. Satu hal yang tak pernah Jihoon duga ia akan lakukan sebelumnya. Satu hal pula yang tidak pernah ia inginkan sebelumnya. Namun kembali mengulas senyum Hyera, tatapan matanya, Jihoon dapat mendengar hatinya bergemuruh dan berseru kencang dalam dada; Kim Mingyu tidak bersalah. Dan aku harus membuktikan kebenarannya. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top