・ᴏ ᴜ ʀ ᴍ ᴇ ᴍ ᴏ ʀ ʏ
⑴
⑵
⑶
⑷
▽▽▽
( o u r m e m o r y )
TERKUTUKLAH dirinya yang kini menjadi pusat perhatian banyak siswa di tengah-tengah waktu makan siang, duduk dalam satu meja dengan dua siswa asing, dan berbagi makanan lewat sepiring menu fancy berisi hot dog vegie, kentang goreng, tiga buah nasi kepal, dan segelas berry smoothie .
Tolol, kenapa kau tidak menolak saja, sih?
Namun, memutar ulang rentetan kejadian beberapa jam silam, Lee Jihoon kini hanya dapat membungkam mulut rapat-rapat. Rasanya persis seolah menjilat air liur sendiri di depan banyak orang−persis bak mencoreng wajah sendiri di depan kerumunan saksi mata. Padahal tadi niatnya hanya untuk pergi ke ruang belajar di lantai dua, siapa sangka malah jatuh di tangga tertimpa HyeraーYeo Hyera?
Sama sekali bukan hal yang patut dibanggakan.
Apalagi tatkala mengingat bagaimana ekspresi menganga Seokmin saat melihatnya di ujung cafetaria, kedua iris melotot Wonwoo yang menatapnya terang-terangan di koridor, serta bagaimana Mingyu dengan sahabatnya anak dance ituーpemuda aneh yang sukanya mengganti-ganti warna rambut, kalau tidak salah namanya Sunyungーmenatap penuh selidik. Si Bodoh Kim itu bahkan mengiriminya pesan;
Kim Mingyu
Oi @Lee Jihoon
Kau betulan sudah baikan dengan Si Arogan Hong?
Kalau memang benar, maka kenalkan aku dengan Hyera. Siapa tahu aku bisa mendapat lebih banyak kenalan gadis cantik di klub cheerleaders
Gila, memang.
"Kudengar, kau mendapat peringkat satu lagi."
Lamunannya pecah. Jihoon mengangkat pandang dari ponselnya, menatap lawan bicara yang tersenyum tenang saat kembali berujar, "Tidak usah dipertanyakan lagi, toh semua siswa bahkan guru di sini hafal betul seencer apa otak Lee Jihoon."
Demi rumus tekanan hidrostatis, Jihoon tentu tahu itu bukan kalimat pujian. Hong Jisoo tidak perlu repot-repot mengeluarkan cacian untuk membuatnya malu di tengah cafetaria.
Ia bahkan sempat melihat tangan Hyera yang tadinya menggelayut di paha Jisoo kemudian berpindah pada lengan pemuda itu, memperingati kekasihnya dengan pelototan kendati Jihoon dapat melihat rasa takut dan enggan berpendar pada irisnya.
Toh sedari tadi, Hyera tidak meliriknya sedikitpun.
Mendengkus seraya memutar bola mata, tanpa berkata apapun, Jihoon kemudian bangkit, meninggalkan baki makanannya begitu saja dan berbalik. Pertemuan ini hanya akan menyita waktu. Ia harusnya bisa menggunakan empat puluh menit berharga jam makan siang dengan berlatih soal kimia.
"Ah, jadi ini sikap asli seorang Lee Jihoon. Pergi begitu saja setelah diundang makan siang bersama."
Cafetaria mendadak senyap. Atmosfir berubah gerah dalam sekejap. Jihoon terpaku di tempatnya, seolah kalimat Jisoo tadi adalah magnet yang mampu menariknya untuk tidak bergerak sedikitpun. Pemuda itu berbalik lambat, merasakan bagaimana seluruh siswa meliriknya dengan bisik-bisik tak suka, gosip menyeruak, kebencian ditabur diam-diam.
Mendadak membawa ulang sekelebat memori pahit yang disimpan dalam laci rapat-rapat.
Sementara Hyera menggigit bibir ragu, Jisoo malah bangkit dengan tenang. Ekspresinya menunjukkan wajah terluka yang dibuat-buat saat kembali melanjutkan, "Padahal aku sudah membayar menu khusus untuk makan siangmu hari ini. Aku hanya ingin kita akrab. Orang-orang mengira kita bersaing nilai dan bermusuhan hanya karena peringkat. Tidakkah kau ingin membuktikan bahwa mereka salah?"
Hyera inginーingin sekali, malahーmembungkam mulut Jisoo dan menarik kekasihnya pergi dari sini. Diam-diam gadis itu melirik ekspresi wajah Jihoon yang mengeras, kedua bibir yang terkatup rapat, serta jemari yang mengepal. Gadis itu sendiri tidak berniat menganggu ketenangan Jihoon, tak berniat mengorek kisah lama penuh luka yang menyakitkan.
Tapi tidak, ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebab bila Jisoo sudah memiliki sebuah keinginan, tak akan ada seorangpun yang dapat menghalanginya.
"Oh, kau peduli dengan nama baikmu, huh?"
Hyera mengangkat kepala, membelalak tak percaya saat mendengar balasan Jihoon yang begitu pedas.
Pemuda itu bahkan kini sudah melipat tangan di depan dada, tak tampak segan sedikitpun saat berkata, "Aku tidak peduli tentang gosip siswa. Kalau kau peduli, maka itu urusanmu. Bukan urusanku."
Dikatai demikian tentu membuat Jisoo geram. "Lantas kalau aku peduli memang kenapa?"
Langkah Jihoon terhenti.
Jisoo terkekeh sinis. "Setidaknya aku tidak semunafik kau. Dua tahun lalu dan sekarangーnyatanya kau masih belum berubah, Lee Jihoon."
Gosip membumbung, bisikan siswa mengudara, makian diselundupkan.
Dua tahun lalu, dua tahun lalu.
Jihoon tanpa sadar merapal kalimat itu. Membawa semua masa lalu berterbangan dalam kepalanya saat ini. Kini ia menyesal tidak menolak ajakan makan siang itu dari awal, setidaknya ia tidak tampak jahat di depan banyak siswa begini.
Seharusnya sedari awal Jihoon memang paham, bahwa harapan setinggi apapun untuk memperbaiki masa lalu tidak akan pernah terwujud.
Sebab ia jelas mengingat bagaimana Yeo Hyera hanya duduk di bangkunya, memperhatikan dalam bungkam, dan sama sekali tidak memberi pembelaan apapun. Kendati jauh di lubuk hatinya, ada luka kecil samar kala melihat gadis itu menggenggam jemari Jisooーentah mengapa. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top