・ᴍ ᴀ ᴛ ʜ ᴇ x ᴀ ᴍ
BAGUS.
Bagus sekali.
Ujian matematika dibagi, Minghao tertawa sekencang-kencangnya.
10 dari 100.
Hidup itu indah. Ia kira ia hanya akan mendapat 1 atau barangkali 0.5 pada ujian kali iniーsebab ia sama sekali tak belajar, bolos kelas saat pelajaran matematika dengan alasan sakit perut, pula merobek tiap kertas dalam buku catatannya untuk dijadikan alas saat duduk di rumput taman. Tetapi, Tuhan masih berbaik hati dan memberi mujizat dengan tambahan angka 0 di belakang.
Minghao terkikik kegirangan.
"Jujur, Bro. Siapa yang kali ini menjadi target?" Penasaran sebab melihat reaksi Minghao yang berlebihan, Hansol tak dapat membendung tanda tanya dalam kepala. "Hye Aerin? Bukannya bangku kalian terpisah jauh saat itu?"
Masih terkekeh-kekeh sembari membekap kertas ujian pada dada, Minghao menggeleng dan menyahut, "Tidak, tidak. Kali ini aku mengerjakan sendiri."
Netra Hansol melotot penuh. "Mustahil!" Pemuda itu lantas merampas kertas ujian Minghao tanpa aba-aba, menatap angka di sana dan ternganga.
"Kau hanya dapat 10!" ujarnya tak paham, "kenapa senang sekali?"
"Well, sepuluh adalah sepuluh persen dari seratus. Setidaknya, aku mendapat sepuluh persen dari nilai sempurna. Tidakkah itu menakjubkan?"
Meremas kertas kesal, Hansol kehabisan kata-kata dan mengumpat, "Sinting. Si Idiot Raemi mendapat 25 dan sama sekali tidak bangga."
Tetapi, Minghao tak menyahut. Hanya memandangi hasil ujian lain dengan senyum bangga yang di mata Hansol tampak bak orang gila yang kasmaran. Chwe Hansol sendiri sama sekali tidak mengerti apa yang berputar dalam benak sahabatnya ituーeh, kalau situasi begini, alih-alih menyebut sahabat, Hansol lebih suka mengakui Minghao sebagai pemuda berotak konslet yang beruntung dikaruniai fisik sempurna.
Tidak heran, sih. Daripada menghafal rumus aljabar, Minghao lebih suka mengingat nama gadis seksi di klub dekat rumah. Pantas sel otaknya tidak bekerja.
"Hasil ujian kalian buruk! Tidak ada satupun yang lulus!" Suara sentakan itu jelas mengejutkan seisi kelas, membuat siswa-siswi yang tadinya gaduh dan saling terkekeh entah mendiskusikan apa, mendadak membungkam mulut.
Di depan kelas sudah bersiri Tuan Namーpria berkepala botak dengan kacamata yang tebalnya melebihi buku biologi. Hansol merotasikan bola mata, menumpu dagu di meja sementara kertas ujiannya diremas di dalam laci. Ceramahnya mulai lagi, pria ini tidak pernah bosan, ya ...
"Lima kelas tambahan dilewatkan, kabur pada jam night self-study, catatan tidak lengkap dan tidak pernah tepat waktu dalam mengumpulkan tugas!" Suaranya lantang, tegas berapi-api dan kerongkongannya nyaris kering. Namun toh kendati demikian, para siswa hanya mengerjap tak acuh. "Kalau begini bagaimana kalian mau lulus, hah?! Memang kelas termalas!"
Kelas 11-1 khusus untuk siswa pintar dengan otak brilianーHong Jisoo salah satunya. Kalau tidak salah, ia berambisi menyisihkan si Piranha Imutーentah siapa nama aslinya. Dijuluki demikian sebab fisiknya menggemaskan tetapti mulutnya bak belati bermata tiga.
Kelas 11-2 untuk murid yang tidak seberapa baik di bidang akademis, tetapi masih bertalenta dan mengharumkan nama sekolah dalam seni. Penari-penari, para penyanyi, bahkan ada yang ikut casting menjadi idol dan itu jelas membuat kepala sekolah tersenyum bangga.
Kelas 11-3 bak pembuangan. Khusus untuk siswa yang dicap ber-IQ rendah, hobi membolos sana-sini, sering mendapat terguran bahkan ancaman tidak naik kelas, juga tidak punya bayangan akan masa depan cerah.
Ah, selalu begitu. Hansol menguap. Ia jelas hafal semua di luar kepala. Membosankan.
"Siswa macam kalian tidak berguna! Mencapai rata-rata saja tidak bisa, lantas bagaimana mau masuk universitas? Kalian tidak tahu, para guru berusaha membimbing, me--"
"Ah, ceramahnya mulai lagi."
Semua mata tertuju pada Hansol. Pemuda itu berdiri, meregangkan tubuh dan berkata terang-terangan pada gurunya sendiri, "Tuan Nam harus mencari kalimat lain. Kami sudah dengar itu seratus kali, membosankan."
"Chwe Hansol! Kau tidak tahu sopan santun! Bagaimana bisaー"
Namun Hansol tak peduli. Mendorong kursi dengan kakinya, pemuda itu lantas menapaki langkah keluar kelas dengan santai kendati kini semua mata mengarah padanya. Minghao terkekeh pelan, kemudian ikut berdiri dan menyusul sahabatnya dari belakang. Atmosfer kelas mendadak berubah tegang. Tuan Nam menggeleng-geleng tak paham, menyeka keringat di balik kacamatanya yang tebal.
"Walau putra direktur, tidak seharusnya ia memperlakukan guru seperti itu. Nilai tidak tuntas, bagaimana ia akan menghadapi masa depan?"
Pria itu kembali mengoceh panjang lebar dan berusaha merebut atensi siswa. Namun di sudut kelas, tepat di dekat jendela seorang gadis mengerjap menatap punggung Hansol yang sudah bertolak ke tikungan ujung.
Dia ...
... kaya, ya? []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top