・ᴍ ʏ ʀ ᴇ ᴡ ᴀ ʀ ᴅ
⇟⇟⇟⇟⇟
❐
❐
❐
( m y r e wa r d )
"KAU―kau tidak bercanda, 'kan??!"
"Terima kasih atas kerja kerasmu beberapa minggu terakhir. Kau layak mendapatkannya."
Lee Seokmin ingat ia pernah mengalami kejadian serupa dalam mimpi, hanya alih-alih di cafe mahal, Seungkwan mengundangnya ke auditorium sekolah siang hari, memanggil namanya di depan banyak siswa dan menyerahkan satu amplop coklat tebal berisi uang. Seokmin bahkan masih dapat mengulas kebahagiaan yang mengalir deras dalam dada, rasa haru sekaligus takjub kala menggenggam uang hasil keringatnya sendiri, juga tepukan dan sorakan siswa mengudara di tiap sudut ruangan.
Kini, nyaris gemetar menatap ponselnya sendiri, pemuda itu lantas berdiri, tidak memedulikan lirikan aneh pengunjung lain dan malah membungkuk dalam-dalam di hadapan Seungkwan. "Terima kasih! Terima kasih karena telah mengajariku berbisnis, terima kasih karena telah memberikanku kesempatan untuk bergabung. Sungguh, tanpa bantuanmu aku tidak mungkin dapat menggenggam ua―"
Seungkwan memelotot. "Astaga, apa yang kau lakukan?" tukasnya menahan malu. "Tidak usah berlebihan. Sudah, sudah. Cepat duduk!"
Seokmin kembali ke bangkunya dengan wajah berseri-seri. Ia tak tahan untuk tidak kembali melirik pada saldo rekening yang terpapar di ponselnya.
Ah, perbedaan kedua realita dengan mimpi; Seungkwan tidak menyerahkan uang dalam bentuk tunai. Katanya, terlalu berbahaya dan tidak praktis. Namun tunai atau bukan, yang namanya uang tetaplah uang.
Lima puluh lima ribu won.
Seokmin terkikik girang. Hanya dengan mengetik berita di laptop Seungkwan, mengambil beberapa gambar dengan kamera mewah Minghao, dan mempubliskasikan dua artikel menarik tiap hari di web sekolah, kini ia sudah bisa mendapat hasil yang ... cukup memuaskan.
"Ah, itu belum termasuk tambahan dari Minghao."
Seokmin membelalak. "Tidak, kau pasti bercanda. Ia ... juga membayar kita?"
"Tentu saja." Seungkwan menyeruput segelas flat white miliknya, menyuap sepotong raspberry toast dan sempat bergidik sebab krimnya yang terlalu masam. Pemuda itu berdeham, mengusap bibir dengan tisu sebelum kembali berkata, "Memang itu ideku untuk membuat web berbayar, tapi itu ide Minghao untuk membuat judul artikel panas dan menambahkan beberapa gambar dramatis. Seperti yang kukatakan, Hansol menyukai tulisanmu."
"Terbaik ..." gumam Seokmin terkesima. Ia tidak pernah merasa sehidup ini sebelumnya. Dari dulu, melihat orang-orang bekerja dan mendapatkan uang dari pekerjaan paruh waktu rasanya bagai menjejeli mulut dengan gumpalan kain lap―sukses membuat rasa sesak melilit dada. Toh ia sudah pernah mencoba bekerja paruh waktu dulu, satu tahun lalu dan sama sekali bukan memori bagus (bos segalak singa, waktu kerja yang padat, pula omelan Wonwoo sebab Seokmin selalu pulang tengah malam).
Namun kini, ia tak perlu risau pasal bos yang galak―percayalah, walau Minghao termasuk dalam jajaran nama 'siswa-yang-harus-dihindari-ala-Mingyu', pemuda berdarah China itu nyatanya supel dan kocak. Seokmin jadi tak perlu lagi khawatir dengan jadwal kerja yang padat. Dan yang paling penting, ia tak perlu gelisah memikirkan uang.
Ah, indahnya hidup.
"Oh, ya. Aku lupa menanyakan satu hal." Seungkwan yang masih sibuk mengunyah rotinya kemudian menjeda beberapa detik. "Kau bergabung dalam program study tour tahun ini, 'kan?"
"Ya, tentu saja." Seokmin tersenyum lebar. Dulu Wonwoo pernah meragukannya untuk membayar biaya study tour. Tapi dengan hasil menulis, tranferan Minghao, dan sisa tabungannya bulan lalu, ia bisa ikut rombongan sekolah pergi ke Pulau Jeju.
Seungkwan mengangguk. "Bagus, bagus. Ingat saja tujuan kita, tetap mengambil lebih banyak gambar dan menulis lebih banyak artikel. Sejak kemarin, berita Areum dan Hansol tetap menduduki peringkat nomor satu favorit siswa. Tapi bila ada event tak terduga lain, jangan ragu untuk mengambil gambar dan tulis artikelnya."
Seokmin mendengarkan penjelasan tersebut dengan saksama. "Berita apapun?"
"Apapun. Gosip mengenai pertengkaran siswa, percintaan, atau skandal-skandal heboh―kita bisa menaikkan harga bila berita laris. Itu bisa menjadi lahan pengeruk uang yang bagus, kau tahu?"
Seokmin tahu kawannya ini tak pernah salah. Niat awalnya untuk bekerja sama dengan Boo Seungkwan memang merupakan ide brilian yang sampai hari ini ia syukuri luar biasa. Oh, astaga! Bukankah ini menarik? Ia bisa ikut study tour, mengumpulkan uang, dan mendapat lebih banyak kenalan. Sebentar lagi, membayar uang sekolah tidak akan menjadi hambatan. Dalam beberapa bulan kedepan, ia bisa mencoba berbagai jajan menarik dan membeli pakaian bermerk bagus untuk dipamerkannya pada Mingyu.
Ah, ya ...
Seokmin tersenyum puas.
Itulah yang disebut kerja keras. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top