・ᴅ ᴀ ᴛ ɪ ɴ ɢ

♡✧♡✧♡✧♡





( d a t i n g ? )

SIANG itu, kelas 11-3 dihebohkan oleh sebuah berita besar bahwa Chwe Hansol telah berkencan.

Kabarnya menyeruak dengan cepat, mengalir dari mulut ke mulut siswa, menyusup tanpa batas dan menjadi perbincangan kala makan siang. Kudapan sekolah jadi tak sesedap biasanya, di kafetaria bukan lagi asap makanan yang membumbung, tetapi juga gosip dan celotehan para siswa yang kebenarannya masih abu-abu.

Namun untuk memperkokoh bukti dan membuat para siswa melotot tak percaya, selalu ada tangan-tangan usil yang dengan kilat menyebar beberapa foto hasil jepret diam-diamーdi situ tampak betul Areum memegang tangan Hansol, keduanya berdiri berhadapan, tampak tengah membicarakan satu topik serius. Pula Hansol―yang kabarnya tidak pernah dekat dengan seorang gadis―bersikap aneh dengan mendadak mendatangi bangku Areum untuk pertama kali.

Detik itu pula, nafsu makan Mingyu lenyap tanpa sisa.

"Bung, bukan maksudnya ingin memperparah suasana hatimu yang buruk itu, tetapi seseorang pernah berkata padaku, bahwa memainkan nasi dapat membawamu pada nasib buruk. Jadi bila kau tak berniat makan, perutku masih siap menampung, kok."

Pada situasi normal, jelas Mingyu akan menjitak kepala Seokmin dan merebut kembali daging panggangnya itu. Namun kini, alih-alih memberontak atau menegakkan keadilan demi lauk makan siangnya, pemuda itu malah menghela napas, meraup wajah frustrasi dan bergumam, "Hah, menjadi populer dengan kedok 'lelaki baik' itu tidak mudah."

Di sampingnya, Jihoon memutar bola mata sinis. Merasa pembicaraan ini akan mengganggu nafsu makan dan kegiatan belajarnya―iya, pemuda pintar itu masih tetap membawa buku kosakata Bahasa Inggris di tengah jam makan siang―Jihoon lantas bangkit dan menyingkir ke bangku lebih sepi yang terletak di pojok kantin.

"Teman yang sangat membantu," sindir Mingyu tajam, melirik kepergian Jihoon tapi apalah daya, temannya itu tak repot-repot menoleh.

Di sampingnya Seokmin terkekeh dengan mulut penuh. "Seperti tidak tahu Jihoon saja. Otak komputer begitu mana paham soal cinta."

Tampaknya hanya Wonwoo yang waras di meja itu. Ia tetap melahap kudapannya dengan santai, berusaha sekuat mungkin untuk menahan diri kendati kupingnya pekak juga―suara Mingyu yang tak henti mengeluh dan meraung bak anak kuda yang terjatuh di parit selama lima belas menit penuh itu mengesalkan. Tak heran Jihoon memilih pergi untuk mencari ketenangan. Namun, tidak. Wonwoo tidak akan pergi.

Sebab berdasarkan novel terbaru yang ia baca minggu lalu, seseorang yang putus cinta kehilangan akal dan rawan melakukan hal-hal berbahaya. Well, Wonwoo sih tidak peduli kalau Mingyu nekad menangis dan berguling-guling di lapangan, memohon agar cintanya diterima oleh―siapa namanya? Areum?

Tetapi, kalau temannya, Kim Mingyu ini sampai nekad kabur dari kosan tanpa membayar uang bulanan dan semua hutangnya dua bulan silam, maka itu akan menjadi mimpi buruk sekaligus penyesalan terhebat sepanjang masa.

Itu yang Wonwoo takutkan.

Jadi setelah menelan gumpalan nasi dalam mulutnya, pemuda itu berucap, "Tidak usah terlalu dipikirkan. Kalau memang ia jodohmu, ia pasti akan kembali, percayalah."

Mingyu berdecak. "Masalahnya, aku tidak tahu apa Areum memang berjodoh denganku, atau malah dengan si bad boy sialan itu." Kini wajahnya benar-benar memelas saat berkata pasrah, "Hah, memang semua gadis suka lelaki berandal, ya?"

Wonwoo mengendikkan bahu. "Tidak juga, sih. Lelaki kaya, itu baru tepat."

Bahu Mingyu merosot lagi. "Hidup benar-benar tidak adil."

Seokmin terkekeh. Melihat Mingyu yang lemas dan kehilangan nafsu makan begini membawa keuntungan baginya, walau jujur saja, pemuda itu tak begitu peduli kalau sahabatnya sehabis putus cinta atau apapun. Sebab prinsipnya mudah; hidup hanya sekali saja, masa mudamu masih panjang, lantas kenapa dihabiskan hanya untuk urusan bercinta?

Namun tatkala pemuda itu menepuk pundak Mingyu dan ingin menyerukan beberapa kalimat motivasi, mendadak kantin dihebohkan oleh suara pekak seorang pria di ujung. Mingyu terkesiap, Wonwoo menoleh dengan kernyitan, sementara Seokmin tak dapat menyembunyikan keterkejutannya dengan menganga lebar.

Di ujung kantin, pemuda bersurai coklat dengan poni tebal menutupi kening, berhasil membuat heboh kantin dengan teriakannya yang menggelegar walau tanpa toak atau mic, "Perhatian, seluruh siswa! Gosip terbaru mengenai Areum dan Hansol bisa dibaca melalui web sekolah. Kalian tentu ingin tahu 'kan apakah si bad boy sekolah benar-benar berkencan atau tidak?"

Seungkwan, Wonwoo menyipitkan mata. Boo Seungkwan, biang gosip sekolah.

Semua siswa buru-buru membuka ponsel, tak terkecuali Mingyu yang sudah siaga meminta hospot pada Wonwoo.

Namun sepersekon berikutnya, Seungkwan menyeringai. Alih-alih merasa bersalah, pemuda itu malah mengibaskan surai bangga dan melanjutkan dengan dagu terangkat arogan, "Namun tidak bisa diakses dengan gratis. Kalian harus mendaftarkan diri dengan membayar dua ribu won padaku."

Kantin mendadak riuh. Mengejutkannya, bukan malah protes atau melempar pemuda sok itu dengan sampah dan baki makan, seluruh siswa lantas bangkit dari bangkunya, berlari secepat mungkin dan berlomba-lomba untuk sampai di antrean depan. Wonwoo menggeleng tak paham. "Tidak usah ikut-ikut," katanya, menyipitkan mata melihat betapa brutal antrean itu, "kau tahu dia hanya mencari sensasi dengan―"

Terlambat sudah.

Wonwoo berbalik, menatap tak percaya kedua sahabatnya yang sudah bergerak gesit, ikut berdesak-desakkan dalam kerumunan bodoh itu. Tanpa sadar, tangannya mengepal geram. Keterlaluan, memang sepenting itukah gosip sampai harus meninggalkan sahabatnya makan sendiri? []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top