・ғ ɪ ɴ ᴅ ᴏ ᴜ ᴛ ᴛ ʜ ᴇ ᴛ ʀ ᴜ ᴛ ʜ (1)

MUSIM semi datang bagai membalikkan lembaran kertas. Begitu cepat dan semua bagai lembaran memori singkat yang ditenggak mentah-mentah. Jihoon ingat masa-masa awal menapaki sekolah rasanya bagai mengayuh sepeda melewati jalan menanjak; berat, sulit, sedikit membuatnya penat walau ia selalu memasang tampang tegar. Tidak, bukan masalah pelajaran, tentu saja. Lee Jihoon tidak mengalami kesusahan dalam mata pelajaran apapunーtoh pemuda itu sering mencuri-curi waktu makan siang untuk membaca buku pengetahuan, dan rela tidur pukul tiga subuh tiap hari hanya untuk belajar ekstra demi kuis dadakan.

Namun seperti yang dikatakan orang-orang bijak zaman sekarang; sekolah itu tak melulu perkara belajar dan menghafal. Kau akan bertemu orang baru, berkenalan, membuat teman, mencipta kenangan sebelum ditinggalkan. Atau meninggalkan; bertemu pada satu titik bernama perpisahan. Lalu kembali bertemu orang baru, berkenalan, dan siklus serupa terjadi hanya dengan orang berbedaーtanpa pernah benar-benar berpikir sebuah pertanyaan lugas yang nyatanya mampu menghadirkan konflik tak kasat mata: bagaimana bila orang dari masa lalu datang dan kembali padamu?

Sebab tak peduli masa lalu selama apapun, apa yang telah dan pernah terjadi dalam hidup seseorang merupakan bagian dari dirinya; dari historisnya.

Waktu-waktu sekarang merupakan waktu-waktu sulit bagi tiap siswa. Sekolah sedang mempersiapkan festival musim panas yang akan digelar dua bulan lagi, jadwal OSIS super padat, para senior sibuk mempersiapkan ujian akhir, beberapa klub sekolah berusaha untuk mengasah kemampuan diri demi menampilkan penampilan yang terbaik kala festival kelak.

Dan di masa-masa krusial ini, masih ada saja yang membuat gaduh seisi sekolah.

Gosip Jun. Gosip Hansol dan Minghao. Gosip Jisoo dan Hyera.

Poin terakhir bahkan disebut dan dijelaskan secara spesifik. Ini yang membuat Jihoon heran setengah mati, bagaimana bisa akun anonim itu mengetahui hubungan Jisoo dengan Hyera? Bagaimana bisa ia tahu tentang kekerasan fisik yang dilakukan Jisoo, juga tentang pemaksaan hubungan yang mengarah pada 'pergaulan bebas'?

Akun anonim. Kasus Mingyu yang belum juga mendapat titik terang. Foto contekan Jun yang tersebar di seluruh grup chat kelas.

Seolah, beberapa oknum sengaja mengalihkan perhatian dari kasus Mingyu yang mulai memudar.

"Kau pikir begitu?" tanya Wonwoo pada penghujung senja, kala keduanya sedang duduk santai di ruang tamu. Sembari melipat jemurannya dan sesekali melirik ekspresi lawan bicara, pemuda itu melanjutkan, "kau pikir, ada orang yang sengaja mengalihkan perhatian siswa dari kasus ini, begitu?"

Jihoon mengendikkan bahu. "Memang ada tujuan lain?"

Wonwoo terdiam sesaat, kedua bibirnya mengerucut dan alisnya bertaut, tampak berpikir dalam dua detik yang diisi hening. "Bagaimana kalau kejadian ini ada kolerasinya dengan kasus Mingyu?" Ia menjeda sejenak, melirik temannya hati-hati. "Bagaimana kalau ternyata, Hansol ada hubungannya dengan pengeroyokan Mingyu di pulau Jeju?"

Boom.

"Aku tidak menuduh," ralat Wonwoo cepat, "tapi semua kemungkinan patut ditimbang-timbang kebenarannya. Jisoo saja yang terkenal sebagai 'Prince Charming' di sekolah ketahuan merokok dan bermain kasar denganーwell, kau tahu, Yeo Hyera."

Jihoon membuang napas yang tanpa sadar ditahannya dari tadi. "Tapi kalau dugaanmu benar, kenapa Mingyu memilih untuk bungkam dan mengubur perbuatan Hansol begitu saja?"

"Poin yang sama yang aku tak mengerti." Wonwoo mendesah, mempertemukan punggungnya pada snadaran sofa. "Mingyu itu tak terduga, sedikit bodoh, tapi tak mudah takut hanya dengan gertakan seseorang. Kau tahu sendiri bagaimana pemuda itu nekad menggoda gadis galak yang terkenal seantreo sekolah, Han Areum."

Areum.

Jihoon mengerjap. Ia lantas menoleh pada lawan bicara dengan kedua mata membulat. "Bingo, itu jawabannya."

Wonwoo mengerjap linglung. "Hah?"

"Kau sadar, akhir-akhir ini Mingyu sering menghabiskan waktu sendiri dalam kamar? Sikapnya berubah aneh semenjak tur ke pulau Jeju: tidak mau makan, terlambat makan siang, mogok bicara dengan Seokmin, dan tak pernah lagi berkoar-koar soal Areum."

"Benar juga." Garis kerutan samar muncul pada kening Wonwoo. "Jaid maksudmu, ini ada kaitannya denganー"

Pintu mendadak terbuka. Terdengar derap langkah dan Wonwoo bisa merasakan kedua bibirnya kaku kala melihat Mingyu melangkah masuk. Ia baru pulang dari sesi belajar mandirinyaーyang membuat Wonwoo dan Jihoon menampilkan ekspresi terkejut berbeda kala awal mendengar. Namun melihat bagaimana ekspresi kusut dan gurat lelah yang tergambar pada kerutan di samping mata Mingyu, Wonwoo mendadak dapat merasa secercah kelegaan merangsek hati.

Ah, Ia memang benar-benar belajar, rupanya.

Kejadian di pulau Jeju memang berpengaruh banyak bagi tiap insan.

"Sudah pulang?" sapa Wonwoo hangat, "aku sudah menghangatkan beberapa potong pajeon di meja makan. Kalau kau mau kau bisaー"

"Kim Mingyu, aku ingin bicara empat mata denganmu."

Mata Wonwoo membulat. Ia menatap Jihoon waspada, beralih pada Mingyu yang kini mengerutkan kening bingung.

Tidak, jangan sekarang. Wonwoo menepuk pundak Jihoon panik, mengirim sinyal dari tatapan mata.

Namun sama seperti Lee Jihoon, Si Piranha Imut yang semua orang kenal, pemuda itu bahkan tak menghiraukan sedikitpun gumaman Wonwoo dan melanjutkan taam, "Kau sudah dengar seluruh skandal di sekolah. Tentang Hansol, Jisoo, Minghao, bahkan Jun. Semuanya tersebar tak lama setelah kita meninggalkan pulau Jeju."

Mingyu menatap malas, sama sekali tak tertarik dengan konversasi ini. "Lalu?"

Jihoon tak semerta-merta menjawab. Ada jeda berisi keheningan ganjil di sanaーyang seketika membuat Wonwoo merasa kikuk sekaligus asing di rumahnya sendiri. Namun menelan ludah, hendak memecah suasana kala tiba-tiba Jihoon berujar, "Kau pikir, ini semua kebetulan?"

Wonwoo berdecak pasrah. Habis sudah.

Ekspresi Mingyu berubah. "Maksudnya?"

"Kau sadar apa yang kau lakukan sekarang?" Jihoon membalas dengan nada menantang. Senja yang suram, ruang tamu yang remang-remang. Suasana yang makin panas, atmosfer hening mencekik. Sampai detik ini, tak sedikitpun Jihoon merasa ragu kala melanjutkan, "Sampai sekarang, kau masih menutupi kebenaran bahwa Hansol yang memukulmu di pulau Jeju. Apa aku salah?"

Mingyu menatap gamang. Pada irisnya terpancar luka, ketidakpercayaan, juga keterkejutan yang tepampang gamblang. Pemuda itu sendiri tidak menyangka Jihoon akan mengorek informasi sedalam iniーkenapa mereka tidak menyerah kendati ia sendiri sudah lelah? Tidak, semua ini tak boleh terbongkar. Rahasianya malam itu; apa yang terjadi pada malam kedua di pulau Jeju, siapa yang terlibat dalam pengeroyokan, atau alasannya untuk bungkam.

Tidak. Mingyu tak dapat membayangkan akan seperti apa jadinya bila Wonwoo dan Jihoon tahu semuanya.

"Kau benar-benar." Mingyu melepaskan tawa sumbang, mati-matian menahan ekspresi panik yang mulai menggerogoti tubuh. "Aku sudah bilang, aku tidak ingat apapun soal insiden malam itu. Semua hanya kecelakaan, kalian tahu sendiri itu!"

Tanpa menunggu balasan dari lawan bicara, bahkan tanpa repot-repot membalas tatapan mata Jihoon atau melirik Wonwoo, Mingyu lantas berbalik, hendak menyudahi konversasi sepihak kala Jihoon tiba-tiba berkata, "Apa sesulit itu untuk mengakui kebenarannya, huh?"

Langkah Mingyu terhenti.

Jihoon tertawa tak percaya. Sejauh yang Wonwoo ingat, Lee Jihoon bukan tipe pemuda yang pandai dalam merangkai kalimat sarkasme atau ucapan sinis. Ia tipe orang yang blak-blakan, tidak mampu menyaring kata, dan lebih suka berbicara apa adanya tak peduli ketika itu menyakiti lawan bicara. Namun kali ini, Wonwoo bahkan nyaris tak dapat berkedip kala Jihoon berdecak, memelankan nada suara namun penuh dengan penekanan sarkastik kala berkata, "Kau hanya takut, bukan? Kau terlalu takut kala kebenaran terungkan dan seseorang yang kau berusaha lindungi harus dihukum oleh kesalahannya sendiri, bukan?"

"Jihoon, hentikan-"

"Atau lebih buruk," Jihoon mengangkat alis, seluruh tawanya luruh. Mata elangnya menyipit tajam, kedua tangannya mengepal di samping tubuh. "Kau ingin melindunginya. Han Areum. Ah, aku penasaran apa yang gadis itu lakukan hingga membuatmu tak dapat berkutik laー"

"CUKUP!"

Peristiwa selanjutnya terjadi begitu cepat, bagai kilat cahaya yang menyambar dalam sepersekian sekon di depan mata. Wonwoo bahkan dapat mendengar suara tarikan napasnya sendiri kala tanpa diduga-duga Mingyu melayangkan tinjunya tepat pada rahang Jihoon. Wonwoo menyaksikan bagaimana satu temannya rebah di atas sofa dengan bibir berdarah sementara ekspresi Mingyu berubah kelam; marah; lelah dan kesal. Dadanya naik turun, napasnya tersengal, urat lehernya menegang.

"Kau tahu kau menyebalkan, Jihoon? Kau, otakmu, dan mulutmu yang sok tahuーtidakkah kau sadar betapa menyebalkannya itu?"

Jihoon bangkit, menepis tangan Wonwoo yang mencoba membantunya untuk berdiri. Mengecap rasa besi berkarat dalam lidah, kembali menyentuh bagian lukanya yang bewarna merah, pemuda itu lantas sadar bahwa seluruh dugaannya benar.

Ada yang Kim Mingyu sembunyikan di balik peristiwa malam terakhir di pulau Jeju. []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top