・ʜ ᴏ ᴜ s ᴇ ᴍ ᴀ ᴛ ᴇ s

(h o u s e m a t e s)





|||||||

TINGGAL seatap dalam satu rumah sewa murah sederhana dimana kamar mandi hanya tersedia satu dan itupun letaknya di ujung ruangan dengan luas tak lebih dari enam meter persegi, Jeon Wonwoo rasa ia sudah cukup banyak berkorban demi tiga remaja sial lain yang tak tahu diuntung itu.

Bangun pukul setengah enam pagi dimana sekolah dimulai jam tujuh tetapi pemuda itu sudah harus disibukkan dengan urusan memasak dan lain-lain, Wonwoo tak pernah mengeluh. Bahkan ketika panekuk yang dibuatnya sedikit terlalu matang dan Jihoon mengeluh sinis tak karuan, menatap seolah masakan itu adalah sampah organik yang tak layak dikonsumsi―walau akhirnya dimakan dengan lahap juga―Wonwoo masih dapat menahan diri untuk sabar dan tak balas mengumpat.

Tetapi, bukan. Itu tidak―setidaknya, belum―menjadi bagian terburuk pagi itu. Percayalah, Wonwoo sendiri sudah menyiapkan mental dan hati kalau-kalau hari-harinya akan diwarnai kejutan.

Kejutan buruk di luar nalar dan benak.

Pagi itu, bagian terburuknya bahkan lebih buruk dari yang ia duga. Wonwoo baru mengangkat jemuran setelah memastikan semua baju telah kering, kemudian dengan perut meraung lapar pemuda itu melangkah semangat ke ruang makan. Tudung saji terletak di sana, diam-diam Wonwoo bertanya-tanya siapa yang dengan murah hati mengamankan jatah sarapannya dengan tudung saji.

Tudung saji dibuka, pemuda itu menatap hampa.

Hanya ada piring-piring kosong tak berisi, dengan sisa taburan gula halus dan sirup maple di tepi piring.

Panekuknya habis.

Mengepal erat dan mengeraskan rahang sementara darahnya sudah mendidih ke otak, Wonwoo nyaris berteriak murkan kalau saja pintu kamar tidak terbuka dan menampilkan sosok Jihoon dengan seragam rapi serta buku di genggaman. Namun pemuda itu tampak tenang saat balas menatap Wonwoo dengan alis terangkat―tentu saja tenang, Wonwoo yakin bukan Jihoon pelakunya.

"Oh, mencari panekuk?" Jihoon seolah sadar hanya dari menangkap ekspresi Wonwoo barusan. Pemuda itu memasang dasi dengan santai, masih melangkah menuju pintu depan tatkala menyambung, "Sudah dihabiskan Mingyu dan Seokmin. Kalau mau sarapan, masak ramen lagi saja. Itupun kalau kau masih bisa datang ke sekolah tepat waktu sebelum kau menjadi incaran guru piket."

Pintu ditutup.

Wonwoo yang berkali-kali sudah menarik napas tak dapat berkata hal lain selain berteriak emosi, "DASAR SIALAN! KEMBALIKAN PANEKUKKU SEKARANG JUGA!"

Pintu kembali dibuka, wajah Jihoon menatap datar Wonwoo dan berkata, "Tidak usah teriak-teriak. Berisik. Lagipula duo resek itu sudah berangkat terlebih dulu, tak ada gunanya memaki sekarang."

Wonwoo menatap hampa seiring dengan suara bantingan pintu mengudara. Kemudian terjatuh lemas sembari memukul-mukul lantai geram. Panekukku ...

Well, bagian terburuk adalah kedua pemuda sialan yang berani mengambil jatah panekuknya, juga seorang pemuda sinis dengan mulut setajam pedang itu adalah teman-temannya―teman serumahnya. []


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top