・ʀ ᴇ ― s ᴛ ᴀ ʀ ᴛ

❛And why do I have to live with these idiots ...

Is there any other ways to restart my life?❜

g r e a t  o f f e r i n g s

°

°


"BODOH! Kita kemari hanya untuk membeli kecap, bukan satu dus donat coklat bertabur meses warna-warni."

Seokmin tak dapat menyembunyikan cengirannya lebar-lebar. Menatap lawan bicara yang sudah mengerutkan wajah sebab terlampau kesal, pemuda itu hanya dapat terkekeh tanpa dosa, mengerjap dengan kedua netra disipitkan sok imut dan menyahut, "Donatnya diskon, sih. Potongan dua ribu won tiap pembelian satu dus dengan varian yang sama. Penawaran bagus, jangan sampai dilewatkan begitu saja."

Alih-alih luluh hati, Lee Jihoon yang tak dapat berkata-kata lantas hanya berdecak dan meloloskan dengkus pasrah. Ia bahkan memalingkan wajah saat melihat Seokmin tahu-tahu sudah bertolak menuju area buah dan tanpa malu mencoba semua tester di sana.

Astaga. Teman siapa, sih?

Oh, demi Athena! Jihoon sudah terlampau muak. Menapaki langkah ke supermarket malam-malam begini saja rasanya salah, lagipun siapa orang dungu yang mau menghabiskan berpuluh-puluh menit untuk berburu berbagai barang diskon sementara waktu berharga itu bisa ia gunakan untuk duduk tenang di kamar dan menyicil pelajaran esok? Well, kalaupun memang ada, itu sama sekali bukan dia. Jihoon yakin ada jam pelajaran Tuan Joon esok dan pria itu suka melempar kuis mendadak. Harusnya dua jam berharga dapat ia gunakan latihan rumus limit aljabar di rumah. Atau, menghafal struktur sel hewan dan tumbuhan.

Sial. Dua jamnya yang berharga sirna begitu saja.

Jihoon menautkan jemari gusar. Ia mulai mencari satu per satu teman-temannya yang melipir di balik rak supermarket, mendadak hilang entah mencari apa. Semua ini tak akan bermula kalau Si Manja Mingyu tidak merajuk tiba-tiba, "Kita kehabisan kecap! Sial, aku tidak akan makan tanpa kecap."

Jadilah, mereka kemari. Bermodal uang saku sisa, nekat tak seberapa, pula netra tajam untuk berburu barang murah demi kelangsungan hidup berbulan-bulan.

Menjadi remaja 18 tahun yang hidup dalam satu rumah sewa bukanlah hal mudah.

Tahu-tahu, Wonwoo sudah datang dengan menenteng mi instan beraneka rasa. Menatap pemuda itu memasukkan semuanya ke troli dengan senyum puas, Jihoon tak dapat menahan diri untuk tidak menyahut sarkas, "Hei, kau mau mengadakan acara resepsi kawinan? Maaf bukan menyinggung, tapi kita saja masih harus berpikir keras menyisihkan uang untuk biaya sekolah, sementara kau sudah membuang uang dengan makanan aneh ini."

Wonwoo terkekeh. "Kalau memang untuk acara resepsi, kau mau jadi pengantin?" sahutnya tak kalah sinis. Menggeleng dengan senyum kemenangan setelah melihat Jihoon mendelik kesal, pemuda itu melanjutkan, "ini untuk persediaan kita di akhir bulan. Beli dua mi gratis satu bungkus, tentu aku tak akan melewatkan penawaran itu."

Jihoon menatap Wonwoo tak percaya. Ternyata dia sama saja. Well, itu agak mengejutkan. Sebab kalau harus memilih dari si unik Seokmin, si manja Mingyu atau si rajin Wonwoo, tanpa pikir panjang pun Jihoon langsung menyebut Wonwoo. Pemuda itu kadang pintar kendati tidak terlalu antusias. Tetapi setidaknya lebih berguna.

"Di mana yang lain? Aku ingin cepat pulang."

"Mingyu sudah menunggu di kasir." Wonwoo menunjuk seorang pemuda jangkung berlapis sweater putih polos, berdiri di dekat kasir dengan kedua tangan penuh oleh jajan.

Jihoon dapat merasa rahangnya mengeras. "Kupikir ia hanya menginginkan kecap."

Mengabaikan cibiran kawannya itu, Wonwoo lantas menghampiri Mingyu yang dengan percaya diri sudah menata tiap belanjaannya di meja kasir. Mengulas senyum puas, pemuda jangkung itu menyempatkan diri menoleh saat berkata, "Supermarket ini lengkap bukan main! Aku suka bagaimana caranya menata tiap jajan sesuai merk dan rasa. Jadi lebih mudah untuk menemukan jajanan favoritku."

Wonwoo ternganga.

Jajan 'favorit' yang dimaksud ternyata satu keranjang penuh.

Jihoon merotasikan bola mata.

Sementara Seokminーmasih menggenggam satu bungkus donat yang entah mengapa sukses membuat Jihoon mengernyit kesalーdatang dan berbisik panik, "Hei, siapa yang akan bayar belanjaan ini?"

"Aku tidak bawa dompet," Mingyu cepat menyahut.

"Lantas kenapa membeli sekarung makanan, dasar payah," cibir Jihoon gemas.

Seokmin mengerjap lugu. "Aku juga tidak bawa uang."

Wonwoo menghela napas pendek. "Baiklah, khusus hari ini, pakai uangku dulu."

Mingyu dan Seokmin tersenyum lebar-lebar. Saat itulah dengan yakin Seokmin meletakan satu dus donatnya di atas kasir.

"Tetapi bulan depan, ganti sesuai jumlah belanjaan kalian." Kalimat Wonwoo selanjutnya mampu membuat kedua bibir temannya mengerucut, sementara Jihoon tersenyum miring. "Aku juga tidak mau terus-terusan membayar seperti ini. Kita hidup jauh dari orang tua, ingat? Jadi pakailah uang dengan bijak."

Mengangguk asal hanya supaya wejangan itu cepat selesai, Mingyu dan Seokmin bahkan sempat bertukar kedipan mata setelah Wonwoo berbalik dan menghadap kasir. Jihoon masih terus memperhatikan jam pada ponselnya, mengkalkulasi berapa menit yang terbuang bila ketiga kawannya ini tidak lekas membayar.

Namun Wonwoo, pemuda itu nyaris kehilangan napas tatkala mendengar petugas kasir berujar, "Totalnya lima puluh lima ribu won."

Lima puluh lima. Ribu. Won.

Uang jajannya habis sudah.

Melirik Seokmin dan Mingyu dengan mata elangnya yang berkilat, Wonwoo bahkan mati-matian menahan diri untuk tidak meledak saat itu juga tatkala berucap geram, "Kalian harus membayar untuk ini. Bulan depan uangku harus kembali, atau jatah makan malam dibatasi. Titik." []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top