・ɴ ᴇ ᴡ ʙ ᴏ ᴏ ᴋ ᴡ ᴏ ʀ ᴍ ғ ʀ ɪ ᴇ ɴ ᴅ

⑴⑵⑶⑷⑸⑹⑺⑻
Ξ




°°°°°

JAUH di lubuk hatinya yang dalam, di dalam nakas benak yang tak pernah tersampaikan, Jeon Wonwoo mengerti satu hal, bahwa Kim Mingyu, sahabatnya tidak benar-benar sedang jatuh cinta. Atau setidaknya, belum. Cinta tidak datang dalam sekejap mata dan tinggal begitu saja, kau tahu? Ia bukanlah bubuk magis yang terbang tanpa arah, dilepaskan sembarangan lalu menetap dan memporak-porandakan hati orang seenaknya. Tidak, tidak. Konsep cinta tidak sesederhana itu.

Cinta ada, oleh sebuah alasan.

Dan dalam kamusnya, tidak ada cinta yang datang hanya karena fisik seseorang. Well, tampilan sesaat memang menggiurkan―memang berpotensi membuat mata melebar dan senyum mengembang. Tapi itu hanya kagum semata, hanya bertahan sementara. Kau tidak benar-benar dapat mencintai seseorang hanya karena fisiknya.

Namun alih-alih berkata itu di depan Mingyu, keriuhan di cafeteria sudah cukup mengaduk-aduk nafsu makan hingga daging panggangnya terasa hambar. Dijejeli teriakan Seungkwan, antrean siswa yang membeludak, juga sahutan para siswi yang―oh, tidak usah ditanya. Sangat menyebalkan.

Setelah buru-buru menelan daging dan memastikan seluruh nasi dalam bakinya habis tanpa sisa, pemuda itu malah dihadapkan kenyataan pahit tatkala ia berjalan menyusuri koridor dan perutnya tiba-tiba melilit.

Dan sialnya, rasa sakit itu diam, menetap dan kian mengikat perutnya lebih hebat.

Tidak, aku mohon jangan sekarang.

Wonwoo menyesal melahap jatah nasi Mingyu tadi.

Panggilan alam memang selalu datang di saat yang tak terduga.

Merintih tertahan dengan satu tangan memegangi perut dan satu tangan lagi berusaha mencari tumpuan di tembok, lantas tanpa menunggu lama pemuda itu berlari, berusaha menemukan toilet terdekat di tengah kondisi darurat sekarang. Bel berbunyi, jam makan siang sudah habis. Tetapi oh, siapa peduli? Urusan alam ini harus diselesaikan secepat mungkin, atau perutnya malah mengeluarkan gas yang tidak-tidak dan membuatnya habis dirutuk satu kelas.

Wonwoo agaknya terlalu bahagia ketika melihat ada satu toilet di ujung lorong perpustakaan, jadi tanpa menunggu lama pemuda itu langsung berjalan masuk dan mengambil posisi duduk untuk melaksanakan 'ritual'-nya.

Setelah bermenit-menit menghabiskan waktu dengan melakukan 'ritual'ーehm, tidak usah diperpanjang teknisnya seperti apa, itu hanya memperparah keadaan―barulah Wonwoo dapat mengembuskan napas lega. Tak lama pemuda itu keluar, tersenyum lebar antara bangga juga nikmat.

Rasanya tak pernah selega itu sebelumnya.

Namun dua sekon kemudian, Wonwoo baru sadar di hadapannya kini berdiri seorang gadis; bersurai panjang hitam legam, poninya yang panjang terbelah tengah sempurna, kedua iris coklatnya dibingkai sepasang kacamata kotak. Gadis itu tengah mencuci tangan di wastafel, sementara di dekatnya bertengger sebuah buku. Me Before You.

Wonwoo mengernyit. Ia juga membaca buku itu?

Namun pikirannya buyar kala siswi itu tiba-tiba berteriak sembari menatapnya horror.

"ASTAGA! APA YANG KAU LAKUKAN DI TOILET PEREMPUAN?!"

Wonwoo gegalapan panik.

Matanya membulat, mulutnya bungkam mendadak.

ASTAGA, YANG BENAR?!

Pemuda itu buru-buru keluar untuk mengecek tanda, napasnya tersendat tanpa sadar.

Tamatlah sudah.

Sebab terlalu bersemangat memuaskan hasrat alam, pemuda itu sampai tak sadar bahwa ia masuk ke bilik yang salah. Benar, ia berada di toilet perempuan. []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top