・ɪ ᴄʜᴏᴏsᴇ ᴛᴏ s ᴘ ᴇ ᴀ ᴋ ᴜ ᴘ
▲△▲△
▼▽
▼
▽
( i c h o o s e t o s p e a k u p )
ALIH-ALIH menaiki kereta atau ehmーpesawatーuntuk wisata ke Jeju, sekolah malah memilih alternatif paling lama, berbahaya, sekaligus paling merepotkan sepanjang masa; bus dan kapal feri. Lupakan seluruh ekspetasi terlalu tinggi. Kapal feri yang dimaksud tentu berbanding jauh dengan bentukan kendaraan laut mewah dan megah yang muncul di drama romansa. Ini hanya kapal kelas ekonomi; dengan toilet bau dan jejak kaki memenuhi sisi depan lobi.
Jadi jelas, kala kapal keberangkatan kota Mokpo ke Pulau Jeju mulai berlayar dan seluruh temannya memilih istirahat dalam bilik, Hyera yang merasa bosan dan pengap luar biasa akhirnya memutuskan untuk kabur diam-diam dan mengelilingi isi kapal. Sendiri.
Tindakan tersebut bertentangan dengan peraturan sekolah, tentu saja. Pihak sekolah telah bersusah payah menyewa tujuh bilik yang terletak paling ujung (tiga untuk perempuan dan empat untuk laki-laki) agar siswa dapat memiliki ruang 'privasi' tanpa tercampur para turis lain. Walau well, agaknya usaha tersebut sia-sia sebab kapal feri ini sepi luar biasa.
Para siswa mengantuk setelah makan siang. Guru-guru mulai tampak penat. Peraturan pun diperketat. Siswa tidak boleh keluyuran, dilarang main ke bilik lawan jenis, dan pergi ke toilet harus ditemani satu wali guru.
Untuk mencegah siswa berbuat aneh-aneh, katanya. Hyera memutar bola mata jelak. Itu jelas hanya kebohongan belaka.
Sebab 'siswa' yang dimaksud adalah seluruh siswa terkecuali tiga orang; Chwe Hansol dan dua anteknya, Xu Minghao serta Hong Jisoo. Memang siapa yang berani menyentuh putra sulung direktur sekolah?
Dan siapa yang berani menyentuhnya bila Jisooーkekasihnya yang baik hatiーbisa menghapus seluruh jejak pelanggarannya dengan mudah?
Boom. Kalah telak. Harusnya pihak sekolah lebih cerdas dalam merancang studi trip ke luar pulau begini.
"Kau makan bagguete tanpa mengajakku. Astaga, jadi sudah tidak butuh teman, ya?"
Lamunan tersebut lantas buyar. Bersamaan dengan sehela napas kasar, Hyera melirik lawan bicara tak minat. Pemuda ceking jangkung dengan surai hitam melebihi alis. Nyaris melempar tawa untuk hoodie merah muda cerah yang dipakai lawan bicara, Hyera lantas memilih untuk berkata sarkas, "Hei, Xu Minghao. Kau tahu meninggalkan bilik adalah hal terlarang, bukan? Pengurangan dua puluh poin kalau kau berani melanggar."
Minghao mengendikkan bahu dan mengambil posisi duduk tepat di depan si gadis. Ah, ini jadi membawa kembali memori-memori lama sebelum ia dan Jisoo resmi berpacaran. Dulu gadis itu sering pergi ke supermarket dengan Minghao, terkadang bertiga dengan Jisoo atau Hansol. Lalu mereka akan minum alkohol sampai mabuk, Minghao menawarkan rokok, kemudian Jisoo akan mengajaknya menghabiskan malam di apartemen berdua.
Kenakalan masa remaja, orang bilang. Hyera hanya dapat tertawa masam.
Minghao mengambil satu gigitan dari baguette susu milik si gadis, melirik sekitar sejenak sebelum mengeluarkan sebotol soju dari saku. "Tumben kau makan sendiri. Jisoo tidak ikut?"
Gadis itu menggeleng pendek. Tidak mungkin Jisoo menemukannya di sini. Paris Baguette merupakan toko roti kecil yang terletak di lobi. Bangkunya hanya segelintir, barangkali enam atau tujuh dan itu penuh oleh orang-orang berpakaian rapi yang sedang membicarakan bisnis. Hyera sudah memilih tempat duduk terpojok kalau-kalau Tuan Kim melakukan inspeksi dadakan.
Minghao menenggak alkoholnya dan mendesah panjang. "Kau ada masalah lagi dengan Si Manja itu, hah? Astaga, sudah nyaris dua tahun tapi kalian tidak pernah akur juga. Buat orang pusing saja."
"Memang ada yang memintamu memikirkan masalahku?" Hyera membalas dengan sindiran, menyeruput jus apelnya sebelum menyahutーkali ini dengan ketegasan mutlak, "Ada masalah atau tidak, itu sama sekali bukan urusanmu."
Minghao berdecak, lama-lama merasa gemas juga.
Hong Jisoo dan Yeo Hyeraーsepasang kekasih yang sering menjadi bahan mulut siswa. Kalau ada kompetisi pasangan 'Barbie-dan-Ken-versi-nyata', Jisoo dan Hyera barangkali akan menyabet juara pertama dengan mudah. Namun jauh di balik itu, di balik kebahagiaan dan senyum fana yang terukir pada wajah, diam-diam Minghao tahu, ada setumpuk rahasia kelam yang disimpan rapat-rapat.
Sebab tentu saja, kesempurnaan di atas kertas hanyalah manifestasi lengkara; sesuatu yang tidak pernah nyata.
Cih. Cinta, katanya? Inilah mengapa Minghao lebih suka menyibukkan diri dengan kencan abal-abal dibanding membangun hubungan serius dengan seseorang. Cinta hanya tipuan belaka. Minghao sudah menjadi pengamat selama nyaris lima tahun atas dinamika hubungan Jisoo dengan Hyera. Bermula dari teman, sahabat, kemudian memutuskan menjalin hubungan serius.
Namun, apa putra sulung Hong itu bahagia dengan hubungannya? Apa Hyera juga bahagia? Apa keduanya memang bertahan hanya karena cinta?
Oh, tidak. Tidak mungkin.
Baru hendak menenggak alkoholnya lagi, Minghao lantas terkejut kala sekonyong-konyong dari belakang sesuatuーatau mungkin seseorangーmenyenggol tubuhnya hingga minumannya tumpah begitu saja. Berdiri terkesiap, nyaris melayangkan makian dan tinju, seluruh niat tersebut kemudian luruh kala Minghao melihat siapa sosok yang datang dan menggenggam pergelangan tangan Hyera sekarang.
Hong Jisoo.
Minghao menahan napas.
"Kau bilang kau akan istirahat dalam bilik." Jisoo menggertakkan gigi. Irisnya membidik; menukik setajam kerambit. Bibirnya yang biasa mengukir senyum kini tergores kaku. Urat lehernya tampak, pemuda itu murka luar biasa. "Kau bilang kau akan diam di kamar sampai aku menjemputmu."
Minghao menelan saliva gugup. Tak peduli bahwa Jisoo merupakan penyebab dari minumannya yang tumpah sekarang, pemuda itu hanya dapat bungkam di tempat. Hong Jisoo memang pemuda yang baik, teman yang baik, sahabat yang suportif. Namun menyangkut kekasih ...
... Minghao tidak yakin.
Sebab bila Jisoo sudah memiliki sebuah keinginan, tak akan ada seorangpun yang dapat menghalanginya.
Bahkan Hyera sekalipun.
Namun detik itu, semua pernyataan tersebut luruh.
Bagai sambaran petir, entah apa yang merasuki jiwa gadis itu hingga ia tertawa lirih, berusaha melepas cengkraman Jisoo dan berkata, "Apa aku harus memberitahumu setiap saat?"
Minghao membulatkan mata. Apa yang gadis tolol itu lakukan?
Hyera kembali tertawa sinis. "Hong Jisoo, jadi ini wajah aslimu?"
Iris Jisoo melebar tak percaya. Sesaat Hyera dapat melihat seluruh perasaan tercampur aduk dalam iris coklat sang pemuda; murka, kecewa, rasa terhina, gusar.
Dan seiris ketakutan.
"Kita bicara di luar." Rahang Jisoo mengeras. "Ikut aku."
"Aku tidak mau." Suara si gadis bergetar. "Kalau kau ingin berbicara, bicara di sini Hong Jisoo."
"Yeo Hyera!" Minghao mendesis tak percaya.
Seluruh pasang mata mengarah pada mereka sekarang. Jisoo mendengkus kasar, tertawa sumbang namun terdengar perih. "Kau berani melakukan ini, Hyera? Padaku? Melawan perintahku?"
Jemari Hyera bergetar. Namun bibirnya tampak tak sekalipun ragu saat berkata, "Perintah? Kemana perginya Hong Jisoo yang dikagumi banyak orang? Yang baik hati? Ramah? Penuh pengertian?" Gadis itu menjeda. Sesak. Tenggorokannya tercekat. Ia tidak percaya lidahnya mengatakan sejauh ini.
Bertahun-tahun ia menahan, bertahun-tahun dan semua tertimbun dalam hati.
Ah, cinta itu menakutkan ...
"Kehendakku adalah kehendakku. Keinginanku adalah keinginanku. Aku harap kau menghargai itu."
Emosi Jisoo meledak. Tatapannya menggelap. Jemarinya terkepal. Bibirnya terkatup rapat. "Berani-beraninya ... Perempuan tidak tahu terima kasih!"
Detik berikutnya, buram. Yeo Hyera ingat ia sempat melihat tinju Jisoo terangkat, terkepal, nyaris melayang dan si gadis sudah keburu memejamkan mata. Namun pukulan itu tak kunjung datang.
Hyera membuka mata; terperangah.
Sebab tepat di hadapannya sekarang, Lee Jihoon telah menahan pukulan lawan. "Ini yang kau sebut sebagai kekasih, Hong Jisoo?"
Area toko semakin ramai. Minghao tercengang. Hati Hyera mencelus.
Perjalanan menuju Jeju dengan kapal feri, pertengkarannya dengan Jisoo terjadi. Bukan pertengkaran bisa yang sealam ini ia hadapi nyaris dua tahun. Kali ini Jihoon melihat.
Dan terlibat.
Dan pemuda itu memilih untuk berdiri di sisinya. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top