・s ᴛ ᴜ ᴄ ᴋ ɪ ɴ ᴛ ʜ ᴇ ᴘ ᴀ s ᴛ
◤◥
◣◢
❦
❦
❦
( s t u c k i n t h e p a s t )
UJIAN fisika itu persis seperti bermain labirin raksasa di tengah kota.
Atau mungkin, lebih susah. Sebab bila di labirin kau bisa berlari-lari sembari berusaha memecahkan teka-teki, dalam ujian kau hanya bisa duduk dengan kening berkerut, memutar otak serta berpikir keras hanya untuk sebuah soal yang membingungkan.
Dan itu sama sekali bukan hal menyenangkan.
Well, agaknya yang berpikir demikian hanya sekelompok siswa payah yang hobi mengeluh dan menyerah sebelum mencoba. Lee Jihoon tentu punya pendapat kontras, baginya mengerjakan soal fisika bagai mengutak-atik sebuah robot rusak dengan berbagai komponen rumit yang menantang.
Memecahkan teka-teki dengan menggabungkan logika dan rumus sama sekali bukan hal buruk, kau tahu? Mengasyikkan malah saat kau bisa menggabungkan rumus kecepatan dengan gaya untuk mencari jarak, atau mengaplikasikan isi pernyataan Hukum Newton dalam kehidupan sehari-hari. Ujian kali ini bisa diselesaikan dengan baik―setelah semalam suntuk pemuda itu berusaha untuk menyelesaikan seluruh soal dalam LKS dan memastikan tidak ada satu rumus yang terlewat dalam hafalannya.
Ujian pun berjalan lancar, kelewat lancar malah sebab soal yang keluar sesuai prediksi. Setelahnya, semua siswa mengeluh―bahkan Wonwoo yang cukup pintar berkali-kali menghela napas dan berkata, "Tidak adil rasanya guru memberi kita soal ujian yang begitu berat padahal ini masih penilaian harian biasa. Astaga, bagaimana kalau peringkatku turun hanya karena dua puluh soal laknat tadi?"
Yang lebih para Mingyu tentu saja. Setelah kemarin menangis semalaman sebab patah hati (dengar-dengar, gadis pujaannya telah menjadi kekasih orang dan alih-alih belajar, pemuda itu malah merenung galau sembari sesenggukan yang membuat Jihoon harus menutup pintu kamar agar dapat berkonsentrasi lebih baik). Walau berbeda kelas, si Kim itu tetap mengirim pesan dalam grub berisi rutukan, 'FISIKA SIALAN! OTAKKU BISA MELEDAK KARENA HITUNG-HITUNGAN TIDAK MASUK AKAL ITU!'
Kemudian, balasan dari Seokmin yang membuat Jihoon tersenyum (atau tidak tersenyum) tipis, '@Lee Jihoon, pasti kau senang sekali T_T, hanya kau satu-satunya dari kami yang bisa mengerjakan soal itu. Huhu, aku iri.'
Senang?
Apakah ia senang?
Well, mungkin sedikit. Mungkin pula banyak, atau mungkin pula tidak sama sekali sebab ini bukan situasi baru.
Kemudian, satu lagi balasan dari Seokmin dalam grub chat, 'Ah, Jisoo juga bisa mengerjakan dengan baik. Aku heran mengapa pemuda itu bisa menjadi tampan, kaya, cerdas, dan ramah sekaligus. Benar-benar pemuda sempurna, bukan?'
Pemuda sempurna.
Jihoon melirik ke bangku belakang, hatinya seolah teriris saat melihat bangku Jisoo dikelilingi oleh banyak siswa, rata-rata bertanya mengenai cara penyelesaian ujian fisika tadi. Pemuda itu tampak tidak keberatan walau bangkunya jadi berantakan dan ia harus menjelaskan ulang sebab beberapa siswa tidak memiliki daya tangkap yang cepat.
Tapi semua siswa senang dengan penjelasannya. Mereka kembali bertanya, Jisoo menjawab, melempar candaan, lalu semua tertawa.
Sementara di sini, di bangku paling depan, ia hanya duduk sendiri kendati ia juga paham semua soal, kendati sebenarnya ia juga dapat mengajar mereka jauh lebih baik dari Hong Jisoo.
Ah, apa yang kupikirkan?
Menggeleng cepat untuk menyadarkan diri sendiri, Jihoon kemudian mematikan ponsel dan menjejalkan benda pipih itu dalam saku. Tak lama ia mulai bangkit dan berkemas. Tidak boleh mengasihani diri sendiri seperti itu, ia tidak punya waktu untuk memikirkan hidup orang lain.
Kalau Hong Jisoo memang disukai semua orang, lantas kenapa? Itu tidak ada sangkut paut dengan hidupnya, itu sama sekali bukan urusannya. Belajar lebih penting.
Universitas jauh lebih penting.
Namun tatkala tungkainya mencapai pintu kelas, tubuhnya kaku tiba-tiba. Matanya menangkap presensi seorang gadis berseragam ketat dengan surai hitam pekat, berdiri tepat di hadapannya.
Gadis itu mengerjap salah tingkah.
Jihoon berdeham.
Tanpa disangka-sangka, seruan Jisoo dari ujung kelas terdengar, "Oh, Hyera? Kau sudah datang rupanya! Ayo ke kantin, aku sudah menunggumu dari tadi."
Hyera kembali mengerjap, melirik Jihoon sekilas sebelum kemudian berhambur manja ke sisi Jisoo. "Aw, kau menungguku sedari tadi rupanya? Manis sekali."
Jihoon terpaku. Tidak peduli fakta berapa tahun semenjak kejadian itu terlewat, tetap masih ada luka tipis menyayat hati tatkala ia menatap manik biru itu.
Yeo Hyera.
Yang kini sudah bersama kekasih baru-nya, Hong Jisoo. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top