・s ᴄ ʜ ∞ ʟ

KALAU ditanya alasannya sekolah, alih-alih memelas dan berkata, "Oh, ini hanya kutukan alam. Sekolah itu sama sekali tidak menyenangkan!", Jihoon lebih suka merotasikan bola mata dan menyahut sarkas pada lawan bicara, "Memang kalau tidak sekolah, bagaimana mau mencari uang? Mengemis dan menjadi sampah masyarakat? Cih."

Walau, well, sampai sekarang masih belum ada siswa bernyali tinggi yang mau bertanya hal serupa. Sebab hei, ini Lee Jihoon yang mereka bicarakan; pemuda dengan fisik imut, tetapi ucapannya bagai belati yang diasah bertahun-tahun. Cukup tajam untuk menohok ulu hati dan membuatmu meringis sepanjang hari.

Jadi agaknya membiarkan pemuda itu terhanyut dalam buku biologi kesayangannya atau fokus menyelesaikan untaian soal aljabar di bangku paling depan adalah hal terbaik.

"Dasar, sialan! Aku bangun lebih pagi agar dapat membuatkan sarapan, dan berani-beraninya kau memakan jatahku!"

Oh, mereka mulai lagi.

Jihoon merotasikan bola mata, melirik malas ke arah Seokmin yang sudah menyengir dengan tangan gemetar sementara Wonwoo menarik kera pemuda itu kasar. Untungnya mereka datang pagi, untungnya kelas masih sepi dan beberapa gadis yang datang awal memutuskan sarapan di kafeteria sebelum pelajaran dimulai.

"Hehe, kau koki yang handal." Seokmin mengangkat dua jempol dengan senyum lebar. "Panekuknya benar-benar lezat."

Wonwoo menggeram, menarik napas dalam dan mengembuskannya keras-keras. Ia baru dapat melepas cengkraman kera Seokmin saat Seungcheol tiba-tiba datang dan menengahi bak pahlawan kesiangan, "Hei, ini sekolah, bukan arena tinju! Hentikan perkelahian kekanak-kanakan itu. Memang tak malu dilihat orang?"

Jihoon menggenggam pensilnya erat. Sial, kelas jadi tambah gaduh kalau begini.

Seokmin yang senang mendapat pembelaan lantas berlari menyusuri meja dan berdiri di belakang punggung Seungcheol. Masih menatap takut-takut, pemuda itu menyahut, "Seungcheol ada benarnya. Lebih baik, kita berbaikan saja. Oke?" Senyumnya kembali terulas-ia bahkan tidak meminta maaf dan itu membuat Wonwoo jengkel luar biasa.

"Astaga." Pemuda itu meraup wajah frustrasi, mendudukkan diri lemas ke salah satu kursi. "Kenapa aku setuju untuk tinggal dengan bedebah ini."

"Tenanglah dulu. Lebih baik kita bicarakan masalah ini baik-baik." Seungcheol menepis poni sok keren, bergeser ke samping agar Seokmin kembali berhadapan dengan Wonwoo. "Jadi, apa inti masalahnya?"

Wonwoo menghela napas tertahan. "Seokmin memakan jatah sarapanku."

"Bukan hanya aku yang memakan," sanggah Seokmin tak ingin disalahkan, "Mingyu mengambil lebih banyak. Ia juga yang memberi ide untuk menyantap panekukmu."

Wonwoo melirik Seokmin tajam. Rahangnya mengeras tanpa sadar. "Di mana Mingyu?"

"Ah, i-itu," Seokmin menggaruk tengkuk resah, "aku tidak tahu. Ia bilang ia akan pergi ke kantin dan―"

Wonwoo melesat keluar kelas. Seokmin mengembuskan napas lega.

"Hei, ayolah! Aku membantu masalah kalian berdua dan ia pergi begitu saja?" Kini giliran Seungcheol yang mengoceh tak terima, melipat tangan kesal dan berkata, "Dasar tak tahu terima kasih. Seharusnya ia bersyukur aku mau―"

"Kau tidak lihat ada yang belajar di sini?"

Kalimat Seungcheol terputus begitu saja.

Jihoon melirik pemuda itu dengan irisnya yang berkilat. Wajahnya sudah merah padam, sudah siap menyemburkan amarah dengan kedua alis saling bertautan.

Sementara Seungcheol berusaha tetap menampilkan wajah ramah walau terkesan kaku. Senyum bodohnya membuat Jihoon mendadak ingin melempar pensil ke kening Seungcheol detik itu juga. "Pergi," desisnya tajam, "pergi dan jangan pernah bergaduh di kelas orang lagi."

Tertawa gugup, Seungcheol berkata, "B-baiklah. Mungkin aku masuk ke kelas yang salah. Tetapi, kita teman, oke? Jadi kalau kau kesusahan, maka carilah aku dan―"

"KUBILANG PERGI, DASAR BERISIK!"

Sentakan yang bagus. Seungcheol segera berlari keluar kelas, merutuk singkat saat pahanya terantuk sudut meja sehingga ia harus tertatih kala berlari menyusuri koridor. Jihoon mendengkus dan menenangkan diri beberapa detik, sebelum kembali fokus pada bukunya.

Sementara Seokmin―pemuda itu hanya termangu di sudut kelas, bingung harus kagum atau malah takut pada Jihoon yang kelihatannya irit bicara, tetapi bisa berubah galak hanya karena diganggu saat belajar.

Menyeramkan. []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top