・ᴘ ᴀ ᴄ ᴋ ɪ ɴ ɢ ᴀ s ᴀ ʜɪɢʜsᴄʜᴏᴏʟᴇʀ
✧✡✧✡
✧✡
✠
✠
✠
( p a c k i n g
a n d
e x h a u s t e d )
"KIM Mingyu, pemuda paling tampan di seluruh semesta―astaga! Kita pergi untuk tur sekolah, bukannya tamasya keluarga begini!"
"Aku tahu, aku tahu. Keluargaku juga tidak pernah mengajak liburan ke Pulau Jeju. Tenanglah!"
Kening Wonwoo semakin berkerut menatap lawan bicaranya yang kini keluar kamar dengan membawa tumpukan pakaian. "Lalu untuk apa membawa baju renang, ramen instan, dan semua koleksi kacamata itu?"
Kini, giliran Mingyu yang menatap Wonwoo tak percaya. "Ini fashion, Wonwoo. Fashion. Di Jeju, satu angkatan kelas akan melihat kita. Dari kelas Hansol sampai kelasmu, dari pemuda sosialita sampai gadis cantik. Astaga, kau serius tidak mau tampil mengagumkan? Setidaknya, buktikan pada mereka bahwa kau tetap dapat terlihat menarik bahkan dengan kaos-kaos itu."
Wo, wo. Jelas itu berlebihan. Wonwoo melirik kopernya sekilas. Memang ada apa dengan kaos? Setidaknya itu nyaman, mudah menyerap keringat, dan mudah dilipat. Namun toh ini bukan sekali dua kali Kim Mingyu membuat heboh dengan tingkah lakunya yang di luar akal.
"Dan untuk ramen―kau bisa memakannya di bus atau saat lapar tengah malam. Lihat? Segala sesuatu berguna bila kau mau berpikir lebih jauh, Wonwoo."
Jihoon memutar bola mata. Melalui pintu kamar yang terbuka, pemuda itu lantas menyahut, "Dan segala sesuatu akan lebih berguna kalau kau tidak menghabiskan jatah ramen di rumah. Tidak ingat siapa yang membayar?"
Di-skak demikian lantas membuat Si Kim bungkam seribu bahasa. Seokmin―yang baru saja mengambil sikat gigi beserta shampoo saset dari kamar mandi―menyikut bahu Mingyu seraya terkekeh puas. "Benar, hutangmu sudah menunggak berbulan-bulan!" Pemuda itu menoleh pada Wonwoo, menaik-turunkan alisnya dan berkata bangga, "Hei, sobat! Hutangku sudah lunas semua, 'kan?"
Wonwoo tersenyum enggan. "Terima kasih."
Namun pemandangan demikian tentu membuat Mingyu merasa terhina.
Lee Seokmin, pemuda yang borosnya selangit, sudah membayar semua hutangnya sampai lunas?
YANG BENAR?!
***
"Kau tidak sedang bercanda, bukan?!"
Chwe Hansol melirik temannya malas. "Kau kira aku suka bercanda tentang hal-hal begitu?"
Melihat bagaimana pemuda bermarga Chwe itu dapat tetap berbaring santai walau baru mendeklarasikan rencana yang luar biasa konyol, Minghao lantas tak dapat menahan diri berjalan ke temannya, merampas ponsel Hansol dan sukses membuat si lawan bicara mengerutkan kening tak terima. Namun mengabaikan tatapan protes tersebut, Minghao menyahut keras, "Jangan gila! Kau mau membawa gadis itu pergi ke Jeju berdua? Dengan mobil pribadi?!"
"Telingamu bermasalah atau bagaimana?" Hansol mendecakkan lidah. Pemuda itu bangkit dari posisi tidurnya, mengibas surai acak-acakan dan menguap bosan. "Memang kenapa kalau aku mengajak gadis itu berangkat bersama? Lagipula, aku ada pemotretan pagi sebelum pukul 9. Sekolah juga sudah mengijinkan aku menyusul dengan kendaraan pribadi―tidak ingat?"
"Sialan, bukan itu maksudku, Idiot! Apa kata orang kalau kau mengajak seorang gadis asing dalam mobil pribadimu?"
"Mobil pribadiku kenapa kau yang sewot?" Hansol malah melangkah santai menuju pantri, mengambil segelas jus jeruk dan sebungkus keripik kentang rasa madu.
"Catat, mobil ayahmu yang sengaja diberikan untukmu. Tapi tetap saja, bagaimana kalau ada paparazi yang melihat? Bagaimana kalau Tuan Chwe tahu kau dekat dengan seorang gadis? Lebih parah Hansol, bagaimana kalau ada rumor tidak-tidak tentangmu dan gadis itu?"
Namun berbeda dengan Minghao yang sudah marah-marah layaknya kebakaran janggut, Hansol justru duduk tenang di balkon sambil menikmati pemandangan langit malam bercampur gedung perkotaan. Dari dulu ia selalu ingin punya kamar dengan balkon khusus, tetapi belum sempat permintaannya terkabul, Hansol sudah berkeinginan lain untuk memiliki satu apartemen khusus tempatnya tinggal bersama Minghao dan Jisoo. Lumayan, jadi tidak perlu bertemu Papa setiap hari.
Tetapi ia lupa bahwa satu sahabatnya dapat berubah cerewet luar biasa hanya sebab ia mengambil keputusan yang berbeda. Sungguh untuk pertama kalinya, Hansol berpikir bahwa putra sulung Tuan Chwe bukanlah dirinya melainkan Xu Minghao. Bisa jadi, huh?
Menyeruput jusnya beberapa teguk, pemuda itu berdeham singkat sebelum berkata, "Kau terlalu banyak bicara, persis seperti Papa. Ayolah, Bung. Aku bahkan tak pernah marah saat kau bermain kuda-kudaan dengan gadis klub―siapa namanya, Siera?―di mobil bulan lalu."
"Keparat Sialan! Bukan itu maksudku―"
"Memangnya kau tak ingin melihat sahabatmu bersenang-senang, hah?"
Dituding pertanyaan demikian lantas membuat Minghao bungkam. Skakmat. Sial, sial sekali. Ia hendak mencari pembelaan pada Jisoo, tetapi menyadari satu kawannya itu tak keluar dari kamar sejak siang tadi lantas membuatnya mengepal tangan geram. "Aku tidak mau ikut campur. Kau sendiri yang menyuruhku membayar Seokmin dan Seungkwan untuk berita web―kalau mereka membuat gosip macam-macam dan sampai ke telinga ayahmu, kau tanggung sendiri!"
Hansol tersenyum lebar-lebar. "Tenang saja, buddy. Masa remaja itu harus dinikmati dengan kebebasan, bukan kekangan." []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top