Bab 5 - Kesibukan Ileana Menjelang Ujian
Sabtu. Hari yang sangat dinanti beberapa orang untuk menikmati liburan sejenak, sebelum disadarkan oleh hari Senin yang akan tiba lusa.
Beberapa di antara mereka menghabiskan waktu di hari Sabtu untuk bermalas-malasan, atau mungkin mencoba hobi baru. Selebihnya masih harus berurusan dengan kegiatan, seperti bekerja, sampai menjalankan kegiatan ekskul.
Seperti yang dilakukan gadis berambut hazelnut yang dikucir kuda ini. Ia terlihat turun dari motor Kaivan. Sudah menjadi kebiasaan mereka pergi bersama ke sekolah di hari Sabtu.
Bagaimana dengan Naufal? Anak itu tentu saja menikmati waktunya di rumah sambil bermalas-malasan, di saat ujian akan tiba Senin harinya. Bagi laki-laki itu, ujian hanya dianggap seperti bermain teka-teki.
Berbeda dengan Naufal. Ileana dan Kaivan tetap masuk sekolah untuk menuntaskan kegiatan ekskul masing-masing.
Sebenarnya hampir semua ekskul meliburkan kegiatan, begitu pengumuman ujian sekolah keluar. Tetapi tidak untuk mereka yang tergabung pada ekskul super sibuk, seperti jurnalistik, penyiaran, dan futsal yang menjadi andalan dalam promosi sekolah di tiap tahun ajaran baru.
Ekskul futsal memiliki segudang prestasi selama bertahun-tahun. Jadi, walau pengumuman ujian sudah keluar, mereka masih diizinkan melangsungkan latihan hingga minggu terakhir, tepat sebelum ujian dimulai, jika mereka ada pertandingan penting yang harus diikuti setelah pekan ujian usai.
Sedangkan ekskul jurnalistik dan penyiaran harus menyediakan stok berita agar tidak tumpang tindih dengan ujian akhir semester nanti.
Ileana mengembuskan napas lelah. Farming content sebelum ujian sudah menjadi kewajiban untuk anak jurnalistik dan penyiaran.
Selama ujian, mereka masih harus menjalankan sosmed ekskul. Seperti jurnalistik yang memenuhi feed Instagram dengan berbagai macam poster dan infografis. Begitu juga dengan penyiaran yang wajib meng-upload podcast di Youtube dan Spotify. Semua konten yang mereka harus update selama seminggu ke depan harus dikebut hari ini juga.
Memang sangat melelahkan, tapi... daripada dikejar-kejar deadline ketika mengerjakan UAS?
Sesampainya di lab komputer, Ileana mendapati sebagian anak penyiaran yang sedang mengedit video dengan kecepatan tinggi.
Gadis itu menyapa salah satu anak penyiaran yang sekarang menjadi teman baiknya, Ayyara. Mereka menjadi teman baik, setelah Ileana membuat konten jurnalistik yang memuat Behind The Scene Podcast di sekolah mereka.
Ileana berhasil menunjukkan sisi lain dari podcast pada banyak orang. Mengenai bahwa podcast bukan hanya tentang merekam, berbincang, lalu di unggah ke platform. Ada banyak hal lagi di dalamnya.
Mereka harus menentukan tema dan target audiens untuk setiap konten. Lalu rencana konten apa saja yang ingin dibuat.
Diperlukan outline untuk memastikan pembicaraan tidak mengalir keluar jalur, lalu tahap yang terpenting untuk mereka,ialah mengundang narasumber, dan memastikan kapan narasumber memiliki waktu luang.
Itu semua baru sebagian kecil dari balik layar podcast yang kini bisa dinikmati oleh seluruh murid di sekolah ini.
Masih ada lagi yang namanya tahap shooting, editing, dan compositing. Itu kalau hanya Youtube saja. Jika dengan spotify, mereka masih harus mengedit suaranya agar terdengar lebih jernih, agar mixing suaranya nyaman didengar.
Saking banyak hal yang harus anggota ekskul penyiaran lakukan, membuat Ileana mengerti betapa paniknya mereka, ketika mendapat informasi bahwa jumlah adik kelas yang ingin mengikuti ekskul ini menurun.
Masalah jumlah anggota penyiaran itu terjadi di angkatan Ileana. Saat tahun ajaran baru lalu, siswa kelas 10 yang mendaftar ke ekskul penyiaran berada di bawah 10 orang. Hal ini membuat mereka harus berbagi ruangan dengan ekskul jurnalistik.
Awalnya Ileana kira, anggota yang tergabung dalam jurnalistik cukup banyak. Ternyata, yang membuat ekskul ini ramai karena tim penyiaran berbagi ruangan dengan anak jurnalistik. Ditambah lagi, ekskul penyiaran lebih sering didominasi oleh anak-anak kelas 12 yang akan lulus.
Semula, Ileana tampak khawatir melihat tim penyiaran terus mengalami penurunan jumlah anggota, tetapi setelah melihat pemandangan di depannya, secara tidak langsung membuat Ileana merasa lega. Ternyata mereka lebih hebat dari yang ia kira. Apalagi temannya, Ayyara yang merupakan penyiar tetap. Ia selalu dielu-elukan karena memiliki pembawaan tenang dan luwes di depan kamera.
Saat sibuk berbincang dengan Ayyara, seseorang menepuk bahu kanan Ileana dua kali. Ternyata sang Ketua Jurnalistik, Hansa Ezra Dareen yang menepuk bahu gadis itu.
Pemuda berambut hitam itu tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi yang rapih. "Gimana, Na, sudah siap kameranya?" tanya Hansa sambil berkali-kali mengedipkan matanya, berharap-harap manis gadis di depannya menjawab 'iya'.
Ileana mengangguk. "Iya, sudah siap, kok!" jawab gadis itu dengan semangat.
Hansa meminjam kamera Ileana sebentar, lalu mulai mengecek untuk memastikan kamera itu sudah benar-benar siap.
"Na, kok ini tampilannya gak muncul di display, ya?" tanya Hansa kebingungan.
Iris hazelnut milik Ileana langsung melebar sesaat, setelah mendengar ucapan teman seangkatannya. Secepat kilat, Ileana memastikan apakah barang itu baik-baik saja atau dia melewatkan sesuatu.
Alih-alih panik, seketika Ileana menyubit lengan sang ketua. "Jangan bikin aku panik deh, Han! Ini tuh cover lensa belum dibuka, makanya gak keliatan apa-apa!" cecar Ileana.
Suara tawa keluar dari mulut Hansa. Puas rasanya bisa mengusili fotografer andalannya.
"Ini tuh namanya ice breaking, Na! Lagian mukamu kusut banget, sih! Kenapa? Ketemu Setan Tutor lagi?" Canda Hansa yang kini mulai sibuk membujuk Ileana yang masih memeluk kamera penuh posesif, setelah kejahilan yang ia lakukan barusan.
"Puyeng, Han. Coba kamu jadi temen deketnya Naufal sekaliii aja. Rasakan sensasi diajarin Setan Tutor!" keluh Ileana.
Alih-alih mendukung opini sang fotografer andalan, Hansa malah tertawa cekikikan. "Deritamu aja itu, mah. Lagian bukannya semakin sering belajar, semakin mudah menyelesaikan ujian, terus kamu bisa cepat-cepat meliput kondisi setelah ujian."
Mendengar ucapan Hansa, gadis itu langsung menatapnya sinis.
"Serius?" tanya Ileana meyakinkan dirinya.
"Seratus persen yakin! Makanya ayo kita pembagian tugas dulu!" ajak pemuda berambut hitam itu.
Setelah berbalik badan, aura pelawak Hansa seketika hilang, digantikan dengan hawa serius yang terpancar kuat.
Ileana tahu, Hansa tidak semenyeramkan yang orang lain pikirkan. Mungkin karena jurnalistik itu cukup melelahkan, dan memakan banyak tenaga. Ketua Jurnalistik selalu berada pada mode seriusnya.
Belum lagi dengan ambisi Hansa untuk menjadi jurnalis popular. Selama tergabung dalam ekskul jurnalistik, ia ingin menjadi jurnalis yang mampu mengeluarkan berita orisinil, namun tidak pasaran. Walau terkadang berita-berita itu cukup sulit didapatkan jurnalis lain.
Orang-orang yang mengetahui kegigihan, serta ambisi Hansa, jadi semakin segan dengan pemuda itu.
Setelah berhasil mengumpulkan anggota jurnalistik, sang ketua langsung membagi tugas untuk mereka.
Hal yang dihasilkan anggota ekskul jurnalistik di sekolah ini bukan hanya dalam bentuk artikel, tapi juga foto, infografis-menggunakan gambar-gambar imut sampai tema modern.
Hansa memiliki visi untuk membuat semua murid sampai guru di sekolah bisa menikmati berita yang tim jurnalistik sajikan tanpa merasa bosan.
Untuk sampai pada tahap itu, ada banyak hal yang harus mereka lakukan. Tiap orang juga memiliki tugas berbeda, seperti merangkai berita, mengedit gambar, mengedit foto, dan pekerjaan yang sangat disukai Ileana, mengambil foto.
Intinya, Ileana kagum sekaligus senang bekerja di bawah naungan Hansa yang bisa me-manage kegiatan jurnalistik dengan baik.
Walau jurnalistik memiliki guru pembina dalam daftar ekskul, tapi guru Bahasa Indonesia mereka yang sekaligus bertanggung jawab pada ekskul jurnalistik, juga penyiaran, lebih sering membebaskan masing-masing Ketua Ekskul untuk mengatur kegiatan.
Entah ianya saja yang sudah terlalu malas, atau pekerjaan yang dilimpahkan ke guru Bahasa Indonesia itu sudah terasa berlebih.
Setelah anggota lain mendapatkan tugas yang harus dikerjakan, kini tiba giliran Ileana untuk mendapatkan misi yang dianggap lebih penting dari ujian. Apalagi kalau bukan mengambil foto untuk ekskul kecintaannya.
Sesuai dengan apa yang disampaikan Hansa tadi. Ileana diharuskan mengambil foto di hari pertama ujian.
Pantas saja Ketua Jurnalistik itu membawa-bawa topik Setan Tutor dalam pembicaraan mereka sebelumnya.
Selain itu, ada tugas yang membuat jantung sang gadis berdegup lebih kencang dari biasa. Apalagi kalau bukan meliput pertandingan futsal nanti.
Jauh di lubuk hati, Ileana berteriak bahagia. Berkali-kali dirinya berterima kasih kepada Hansa yang sudah memberikan Ileana kesempatan untuk melihat si pujaan hati bertanding.
Gadis itu semakin yakin kalau yang namanya rezeki itu selalu ada. Buktinya, hanya dengan tugas ini, Ileana langsung syujud syukur di tempat, meninggalkan Hansa yang kebingungan.
"Eits, tapi gini, Na. Daripada kamu terbebani sendiri, lebih baik kamu kerja berdua," tawar Hansa.
'Ngeliput sama Rafan? Eh, enggak mungkin, lah! Kan Rafan yang aku liput,' batin Ileana. Pikirannya seketika dipenuhi oleh Rafan, Rafan, dan Rafan.
"Sama siapa?" tanya Ileana yang sudah telihat sangat bersemangat.
Semua anggota jurnalistik langsung memandang satu sama lain. Mereka tahu hanya Ileana yang memiliki kemampuan mengambil momentum terbaik dalam tiap gambar. Jika Ileana harus bekerja sama dengan seseorang dalam melakukan peliputan pertandingan olahraga, siapa lagi yang mampu mengimbangi kemampuan gadis itu?
Hansa langsung menunjuk diri sendiri sambil tersenyum. Jika senyum yang ditampilkan itu senyum cerah layaknya tokoh-tokoh karakter anime, Ileana masih terima. Tetapi Hansa malah tersenyum dengan muka serius yang galak, rasanya Ileana ingin pergi sendiri saja, daripada harus ditemani Hansa.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top