Bagian 5
Ella telah melakukan pekerjaan ini sejak berusia lima belas tahun, sudah puluhan orang yang ia bunuh hingga sekarang. Akan tetapi, baru kali ini ia tersudut.
Memang salahnya juga karena terlalu nekat, tapi siapa yang sangka kalau sihir menghilangnya benar-benar tidak dapat memengaruhi sang pangeran. Jika bukan karena lelaki yang saat ini sedang menindihnya itu, pekerjaannya tidak akan sesulit ini.
"Anda akan memenggal saya?" tanya Ella, seolah menantang.
Sudut bibir Pangeran Anders terangkat dan menampilkan sebuah seringaian. "Mana mungkin."
Ella mengernyit, merasa salah pada pendengarannya.
"Bagaimana kalau kita membuat perjanjian?!" lanjut sang pangeran.
"Perjanjian?"
"Aku tidak akan melaporkanmu, asalkan kau mau menikah denganku."
"Anda yakin mau menikahi pembunuh seperti saya?"
Pangeran Anders tersenyum manis dan melepaskan tangan Ella. Ia berdiri dan merapikan pakaiannya. "Yah, jika boleh jujur, aku berterima kasih karena kau mau membunuhnya."
Ella ikut berdiri dan menatap bingung pada pangeran berhidung bangir itu."Maksudnya?"
"Grand Duke Ordius itu seorang korup yang sulit sekali ditangkap."
"Kalau Anda memang berterima kasih, kenapa harus meminta perjanjian seperti itu?"
Sebuah gedoran dari luar menghentikan pembicaraan mereka. Sepertinya prajurit istana hendak memeriksa seluruh ruangan untuk menemukan pelakunya. Pangeran Anders meliriknya dan seolah mengancam, 'terima atau kubuka pintunya.'
Ella menghela napas dan mengangguk, membuat senyuman puas terpancar pada wajah tampan lelaki di hadapannya.
"Siapa di dalam? Buka pintunya!" sorakan mulai terdengar.
"Ada apa?" Pangeran Anders bersuara.
"Pangeran, kami sedang mencari pembunuh Grand Duke Ordius."
"Hanya ada aku di sini. Cepat cari di tempat lain. Kalian harus menangkapnya hidup atau mati!"
"Baik pangeran!"
Setelah suara langkah kaki yang semakin menjauh lalu lenyap, Ella menatap sang pangeran dengan penuh selidik. "Saya tidak tahu apa yang Anda rencanakan, tapi apakah Anda yakin ingin menikahi saya?"
"Tentu saja. Aku sudah tertarik padamu sejak awal bertemu. Aku merasa kau berbeda dari gadis yang lain dan sepertinya instingku benar." Pangeran Anders tersenyum menggoda.
"Tapi saya tidak mencintai Anda."
"Cinta?" Pangeran Anders tergelak. "Ayolah, kau pikir aku mau mencari permaisuri dengan menggelar pesta dansa untuk menemukan cinta? Mana mungkin. Yang kucari adalah calon ratu yang menurutku pantas memimpin di sampingku."
"Dan aku cocok?"
"Tentu. Kau berbakat dan tahu siapa yang harus disingkirkan."
Jelas sekali pangeran itu menyindir Ella. Ella sungguh tidak mengerti jalan pikirannya, tapi ia juga tidak punya pilihan lain. "Baiklah, tapi bisakah saya memberitahukan keluarga saya terlebih dahulu?"
"Kau bisa mengundangnya ke sini!"
"Tapi-"Ella hendak protes tapi ucapannya dipotong begitu saja.
"Ellysa, aku tidak sebodoh itu!"
Pada akhirnya Ella hanya diam dan pasrah. Mereka mencapai kesepakatan dan keluar dari ruangan tersebut. Di aula, semua tamu dikumpulkan dalam satu ruangan untuk mencari pelaku yang sebenarnya. Syukurnya, saat itu sihir Ella benar-benar berfungsi sehingga tidak akan ada yang mengingatnya sebagai pelaku—kecuali Pangeran Aders tentu saja.
Mereka menaiki anak tangga untuk menemui raja, tapi ketika sang pangeran sedikit lengah, Ella mengeluarkan sihir kabutnya sekali lagi dan meledakkan pintu utama hingga menimbulkan kepanikan. Pangeran Anders berusaha menangkapnya tapi gagal, gadis itu lari semakin kencang.
"Ternyata kau benar-benar memiliki sihir," gumam Pangeran Anders. Ia memberikan kode dengan tangan dan seorang pria berjubah coklat muncul dari bali semak-semak di samping tangga keluar.
Tiba-tiba, kaki kanan Ella menempel pada anak tangga dan tidak bisa digerakkan, seperti terjebak getah yang sangat kuat.
"Apa-apaan!" rutuknya. Suara langkah kaki dan panggilan sang pangeran membuat bulu kuduknya berdiri. "Apa aku memang harus menikah dengannya?"
Namun, Ella bersyukur telah melatih diri untuk tetap tenang dalam situasi apa pun. Ia melepaskan kakinya dari sepatu yang tersangkut dan menenteng sepatu kirinya, lantas berlari sekencang mungkin dan masuk ke dalam hutan. Ella membunyikan siul dua kali dan seekor kuda jantan berlari ke arahnya. Itu adalah kuda yang sudah ia persiapkan sejak mendatangi istana.
Sementara itu Pangeran Anders memungut sepatu kaca yang Ella tinggalkan. Ia meremasnya kuat dengan wajah kesal dan kembali ke dalam istana. Sekali lagi gadis itu kabur darinya. "Aku ingin kalian mencari dan membawa gadis itu ke hadapanku secepatnya!"
"Gadis yang mana, Yang Mulia?" tanya pengawal yang ikut mengejar bersama Pangeran Anders.
"Gadis yang meninggalkan sepatu ini. Siapa lagi?!"
"Tapi ... kami benar-benar tidak ingat seperti apa rupanya."
Pangeran Anders melirik pengawal yang lain dan semuanya sama-sama menggeleng—tidak tahu siapa gadis yang dimaksud seolah tidak ada satu pun dari mereka yang melihat Ella. "Aneh," gumamnya. "Kalau begitu, cari gadis yang kakinya sesuai dengan sepatu ini. Utamakan semua gadis bernama Ellysa!"
"Baik, Yang Mulia."
***Hide and Seek***
Setelah pesta kedua, ada dua kabar mengejutkan yang tersiar. Pertama, terbunuhnya Grand Duke Ordius dan pengumuman dari Pangeran Anders kalau ia akan menikahi gadis pemilik sepatu kaca yang ditemukannya di pesta dansa.
Tentu semua gadis di seluruh negeri tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Sehingga, ketika utusan kerajaan mendatangi rumah mereka satu persatu dengan membawa sepatu kaca, semuanya melakukan berbagai cara agar kakinya muat. Akan tetapi, dari puluhan kandidat, tidak ada satu pun yang benar-benar dapat menggunakannya. Seolah sepatu itu menolak untuk dipakai.
Kabar tentang sayembara itu pastinya juga sampai ke telinga keluarga Brington. Lady Rose langsung mempersiapkan kedua putrinya—berharap salah satu dari merekalah yang terpilih. Sementara Ella, berusaha menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa. Ia juga tidak berniat untuk mencobanya sehingg, ketika utusan kerajaan akhirnya mendatangi mereka, Ella segera bersembunyi.
"Kau yakin tidak mau ikut mencobanya?" tanya Lady Rose ketika Ella bersiap lari ke kamar di loteng untuk menyembunyikan diri.
"Sungguh. Aku belum siap untuk menikah. Katakan saja aku tidak ada di rumah ini."
Lady Rose hanya mengedikkan bahu dan menemui utusan kerajaan yang saat ini sedang berusaha memasukkan kaki Drizzela ke sepatu kaca yang dibawanya.
"Sayang sekali, terlalu sempit untuk Anda, Nona," ujar lelaki berkumis tebal dengan kulit sawo matang itu. "Sekarang gilaran Anda, Nona Anatashia!"
"Ibu ... tidak muat ...!" rengek Drizzela saat ibunya ikut bergabung di ruang tengah.
"Potong saja jari kakimu itu agar muat!" celetuk Lady Rose dan dibalas dengkusan oleh anak sulungnya itu.
Anatashia segera mencoba sepatunya dan ia tersenyum bahagia karena kakinya muat, tapi ketika ia berdiri dan hendak melompat girang, terlihat jelas kalau sepatu itu terlalu longgar untuknya. "Ini aneh, padahal ukuran kakiku dan Kak Drizzela tidak terlalu beda!" protesnya, "bagaimana bisa!"
"Sayang sekali, Anda juga belum beruntung." Prajurit utusan kerajaan itu mengambil kembali sepatunya dan berdiri, mengamati sekeliling ruangan. "Nyonya, apakah di rumah ini ada gadis yang bernama Ellysa?" tanyanya kemudian.
"Tidak, hanya ada aku dan kedua anakku. Drizzela dan Anatashia."
"Oh, baiklah kalau begitu. Terima kasih atas waktunya!"
Sementara itu, Ella mengintip dari jendela di loteng. Ia dapat bernapas lega sekarang. Pangeran Anders tidak boleh menemukannya. Ia tidak mau menikah dengan orang tanpa dasar cinta. Lagi pula, ia tidak tahu apa yang direncanakan pangeran itu hingga ingin menikahi seorang pembunuh.
Bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top