Bagian 2
Setengah tahun telah berlalu sejak kematian sang ayah, sifat Lady Rose dan kedua anaknya semakin menyebalkan. Mereka tidak jahat, hanya saja tak bisa melakukan pekerjaan apa pun dan juga malas—sangat pemalas. Selain itu mereka juga boros dan gara-gara ulah Lady Rose yang tidak bisa mengatur keuangan pada toko barang antik peninggalan Tuan Albert, toko itu pun bangkrut.
Untuk mengurangi pengeluaran, pelayan dan juru masak diberhentikan sehingga, Ella yang akhirnya turun tangan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Ia sering protes bukan berarti tidak ingin melakukannya, Ella hanya berharap ibu dan saudara tirinya itu dapat belajar bekerja dan membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. Sebab, selain menjadi pelayan dadakan, Ella juga harus melakukan 'pekerjaannya.'
Pagi itu Grand Duke Erkan mendatangi kediaman Brington dan ingin berbicara empat mata dengan Ella. Lady Rose yang menyambut kedatangannya hanya dapat memanggil Ella dengan penuh pertanyaan di kepalanya. Tentang ... apa hubungan Ella dengan seorang Grand Duke?
"Anda pasti sudah tahu maksud kedatangan saya ke sini." Grand Duke Erkan tersenyum dan mendudukkan dirinya di sofa merah maroon di hadapan Ella.
"Tentu. Anda adalah orang yang telah membantu kami untuk tinggal di kota ini." Ella tersenyum tipis dan ikut duduk dengan sikap setenang mungkin. "Tapi ... setelah bertahun-tahun berlalu, apa yang membuat Anda akhirnya menemui saya?"
Pria berkumis tipis dengan rambut coklat-ikal yang telah beruban itu meletakkan sebuah perkamen di atas meja. Senyumannya lenyap dan diganti dengan wajah yang sangat serius.
"Apa itu?" tanya Ella.
"Pekerjaan."
Ella diam. Kali ini tampak sangat tertarik.
"Lenyapkan orang yang tertulis di perkamen itu!" lanjutnya.
Ella kembali melirik perkamen di atas meja. Kali ini tangannya terulur untuk meraih dan melihat nama yang tercantum di dalamnya. "Grand Duke Ordius?"
Grand Duke Erkan mengangguk dan berdehem sekali. "Dia sering mengganggu urusanku. Kuharap dia dapat disingkarkan secepatnya."
"Berapa bayarannya?"
Grand Duke Erkan terkekeh, "Kau sungguh berbeda dari ayahmu!"
"Apa maksud Anda?"
"Sepertinya kepergian ayahmu membuat keuangan kalian semakin memburuk," lelaki tua itu tersenyum geli, "tenang saja, kau dapat membeli lima buah rumah seperti ini sebagai bayarannya!" Ia pun kembali tertawa.
"Baiklah. Tapi aku ingin bayaran di muka!"
***Hide and Seek***
"Ella! Ella!" panggilan kakak tirinya mengalihkan perhatian Ella dari buku di tangannya. "Cinderella!"
"Aku bukan Cinderella!" keluhnya dan segera keluar untuk menyahut panggilan itu.
"Ella, di mana gaun biruku?" Drizzela, anak yang paling tua dengan wajah cantik dan merah pudar itu berkacak pinggang. Ia sudah mengacak seisi lemari dan tidak menemukan apa yang dicari.
"Aku mencucinya tiga hari yang lalu dan meletakkannya di kamarmu," jawab Ella. Ia masuk ke kamar dan memeriksa lemari pakaian sang kakak. "Harusnya ada di sini. Kau memasukkannya ke lemari kan?!" Ella balik bertanya.
"Mana aku tahu tentang itu!" Drizzela merengut. Biasanya pelayan yang mengurus semuanya.
Ella memijit pelipisnya. "Tapi kita sudah tidak memiliki pelayan, jadi harusnya kau belajar untuk merapikannya sendiri. Toh, aku sudah membantu mencucikannya!"
"Aku tidak bisa."
Oh, Ella benci sekali jawaban itu. "Lalu apa yang kau bisa?" keluhnya. Ia mencoba mengingat, jika tidak salah ia menaruh pakaian itu di atas sofa baca di samping rak buku. Lalu ... Ah! Gadis pirang itu menemukannya. Gaun biru malang yang terselip di belakang sofa. "Kenapa tidak memasukkannya ke lemari?"
"Aku tidak tahu!" Drizzela merampas gaunnya dan mendorong Ella untuk keluar dari kamarnya sebelum gadis itu kembali mengomel.
"Hanya Menaruh baju ke dalam lemari sampai tidak tahu. Oh, ada apa dengannya!" Ella hanya dapat menggerutu di depan pintu kamar yang sudah tertutup.
Baru saja hendak kembali ke ruang kerja, Ella kembali dipanggil. Kali ini dari arah belakang. Dengan langkah cepat ia menghampiri Anatashia yang berdiri di depan pompa air.
"Ada apa?"
"Ambilkan airnya, bak mandinya kosong!"
Ella menyingsingkan lengan bajunya ke atas dan menaik turunkan tuas pompa, beberapa kali gerakan dan airnya keluar. "Begini caranya!"
"Akhirnya. Jika sudah penuh, panggil aku!" Anatashia berbalik dan meninggalkan Ella yang hanya dapat berdiri dengan penuh kekesalan.
"Sampai kapan ini akan berakhir!"
"Ella, setelah mengisi airnya, bersiaplah untuk ke tukang jahit!" seru Lady Rose dari jedela lantai atas.
"Kenapa ke tukang jahit?"
"Tentu saja membuat gaun!" tukasnya dan pergi sebelum Ella menanyakan lebih lanjut.
"Mereka bertiga benar-benar menikmati hidup seenaknya!" gerutu Ella seraya memompa air dengan wajah kusut. "Kapan aku bisa menyusun rencana untuk pekerjaanku jika harus mengerjakan semua ini sendiri?"
Sepertinya Ella harus menyewa satu pelayan dan mencari alasan jitu agar ibu tirinya tidak curiga dari mana uang itu berasal.
*** Hide and Seek***
"Kenapa tiba-tiba ingin membuat gaun baru?" tanya Ella saat mereka di dalam kereta kuda.
"Tentu saja untuk persiapan ke pesta dansa di istana!" seru Drizzela.
"Pesta dansa?"
Anatashia memutar bola mata dan menutup kipas tangan yang sedari tadi ia ayunkan. "Kamarin siang ada utusan istana yang memberikan undangan pesta dansa yang akan diadakan minggu depan."
"Tumben sekali," gumam Ella.
"Semua orang dari berbagai kalangan diundang. Ini kesempatan yang bagus untuk mencarikan jodoh kalian!" Lady Rose menambahkan.
"Tapi aku belum mau menikah," tepis Ella.
"Bukan kau, tapi Anatashia dan Drizzela!" tukas Lady Rose. "Lagi pula, kau tidak perlu ikut. Tetaplah di rumah!"
"Tidak masalah." Ella mengedikkan bahu dan menatap ke luar jendela. Mencoba memikirkan hal yang lebih penting. Misalnya tentang di mana ia bisa menemukan Grand Duke Ordius. "Pesta dansa!" serunya tiba-tiba, membuat tiga orang lainnya di dalam sana terkejut.
"Ada apa lagi?"
"Aku harus ikut ke pesta dansa!" ujar Ella dengan penuh semangat. "Aku ingin ikut!"
"Kenapa tiba-tiba kau ingin ke sana?" Anatashia menatap heran.
"Tidak. Kau tetap di rumah!"
"Ta-" Ella hendak protes tapi harus terpotong ketika kereta sudah berhenti.
Lady Rose menatapnya tajam, lalu berkata, "Kau tidak perlu ikut ke pesta itu."
***Hide and Seek***
"Kenapa aku tidak boleh ikut?" pertanyaan yang kesekian kalinya Ella lontarkan hari itu.
Mereka baru saja pulang dari tukang jahit. Seperti perkataan Lady Rose, hanya ia dan kedua anak kandungnya yang memesan gaun pesta sementara Ella hanya menemani dan membantu memilihkan kain yang bagus. Oh, tidak lupa membayar dn membantu membawakan belanjaan yang juga mereka beli di perjalanan.
"Bukannya kau tidak tertarik?" Drizzela balik bertanya. "Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?"
"Karena ... aku juga ingin bersosialisasi. Aku bosan jika hanya di rumah." Ella beralasan.
"Bukannya kau punya banyak pekerjaan. Beristirahatlah dan bekerja dengan baik agar kita tidak menjadi gelandangan!" tukas Lady Rose. Ia meninggalkan ruang tengah dan masuk ke kamarnya.
"Aku akan tetap pergi!" tegas Ella.
Lady Rose berhenti di ambang pintu. Ia menghela napas dan berkata, "Terserah kau saja. Tapi ingat, aku tidak akan membuatkan gaun untukmu."
"Tidak masalah." Ella tersenyum dan bergegas kembali ke kamarnya. Rencananya akan berjalan dengan mudah. Apa pedulinya dengan gaun toh, ia juga tidak ingin terlihat mencolok jika mengenakan gaun baru yang bagus.
Bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top