Bagian 1
Ella adalah anak semata wayang dari keluarga Brington yang dapat dikatakan kaya sebab memiliki rumah yang besar dan tanah yang luas. Mereka adalah cerminan keluarga bahagia yang jauh dari konflik. Tidak ada hal aneh, rumor ganjil, atau hal mencolok lainnya. Hanya sebuah keluarga normal, di desa kecil, dengan kepala keluarga yang bekerja sebagai pemilik perkebunan dan pertanian.
"Ayah akan pergi lagi?" tanya Ella yang saat itu masih berusia tujuh tahun.
"Iya, perkebunan sebelah Barat akan segera panen, ayah ingin membantu patroli malam ini sambil mempersiapkan pembukuan. Ella jaga ibu di rumah, ya!"
Ella mengangguk. "Tentu saja, Ella akan jaga ibu!"
Tuan Elbert Brington mengusap lembut rambut anaknya dan berdiri, memberikan ciuman pada kening sang istri yang sadari tadi berdiri di samping Ella seraya memegang mantel untuk suaminya.
"Aku pergi dulu," ujarnya.
"Berhati-hatilah!" Sang istri memberikan mantelnya.
Matahari sudah hampir terbenam, pelayan telah bersiap menutup jendela dan memasukkan ternak ke kandang. Nyonya Lyssa Brington membawa Ella masuk ke dalam dan menyuruhnya ke kamar, sementara ia membantu memasak makan malam.
Ella hanya menurut. Ketika melewati tangga yang menuju loteng, perhatiannya teralihkan karena melihat pintu yang biasanya tergembok kini sedikit terbuka. Dengan berjinjit dan pelan-pelan, ia menaiki tangga, lalu mengintip ke sela pintu berwarna coklat tua itu. Aroma rempah-rempah bercampur bunga mawar menyergap penciumannya. Netra biru yang berpendar menangkap sebuah sinar berwarna emas tapi tidak tahu dari mana asalnya. Hendak dibukanya lebih lebar tetapi teguran seseorang membuatnya terperanjat.
"Nona Ella! Bukankah Nyonya Lyssa melarang Anda untuk ke loteng?"
Gadis bergaun merah muda mengembang itu segera berbalik dan Lucya—kepala pelayan berusia empat puluh tahunan itu bergegas naik dan menghampiri.
"Hm ... tadi ... tadi Ella melihat pintunya sedikit terbuka dan penasaran untuk melihatnya."
"Di dalam sana berbahaya, Anda tidak boleh masuk!" Lucya mengelus rambut Ella dan menggembok kembali pintunya. "Bagaimana kalau kita ke bawah? Makan malam sudah hampir siap!"
Ella mengangguk dan menggandeng tangan Lucya saat menuruni tangga.
***Hide and Seek***
Tengah malam, hujan badai serta petir menggelegar, Ella keluar dari kamarnya dengan mengamit sebuah boneka kelinci berwarna putih dan bergegas menuju kamar orangtuanya. Ia takut tidur sendirian. Lilin di kamarnya terus saja mati karena angin kencang yang menyelinap masuk di sela ventilasi.
Ia hendak mengetuk tapi pintu itu tidak tertutup rapat. "Bu-" ucapannya terpotong ketika bentakan seseorang terdengar dari dalam, "Pembunuh seperti kalian, memang seharusnya dibunuh juga!"
Itu bukan suara ayahnya. Ella hendak kembali memanggil, tapi kali ini petir menggelegar dan memekakkan telinga. Ia segera membuka pintu semakin lebar tanpa memanggil terlebih dahulu. Namun, pemandangan di kamar itu membuatnya terpaku.
Di dalam sana, ada tiga orang berpakaian serba hitam dan mengenakan topeng aneh berwarna merah sedang berdiri di dekat ibunya yang tergeletak di lantai dengan tubuh bersimbah darah.
Ella berteriak, membuat tiga orang itu segera mendekatinya. Akan tetapi, sebelum bisa menyentuh Ella, Lucya menangkapnya lebih dulu dan menggendongnya pergi menuruni anak tangga. Wanita berambut coklat gelap itu terengah-engah dengan tangan berlumuran darah, sementara Ella menangis dalam gendongannya.
Mereka memasuki area dapur dan Lucya membuka pintu lemari kayu di ujung ruangan. Ia meraba dinding belakang lemari dan bunyi klik kecil terdengar. Lucya menurunkan Ella dan mendorong lemarinya ke samping. "Nona, tetaplah bersembunyi di sini hingga Tuan Albert pulang!"
"Lucy, a-apa yang terjadi? I-ibu-"
"Tuan Albert yang akan menjelaskannya. Sekarang Anda harus bersembunyi. Ingat, jangan dibuka setidaknya hingga pagi tiba!" Lucya memaksa Ella memasuki ruangan yang ada di balik lemari. "Jaga diri Anda baik-baik!"
Dan pintu ditutup rapat.
Malam itu, Ella berdiam diri di ruang rahasia yang gelap gulita dengan tubuh gemetar seraya menunggu pagi datang. Tidak ada suara apa pun yang terdengar dari dalam sana, pun tidak ada celah untuk mengintip. Hingga akhirnya ia tertidur.
Suara lemari yang didorong membuat Ella terbangun. Ia berdiri dan mundur, berharap orang-orang jahat tidak menemukannya.
"Ella?" Suara ayahnya terdengar bersamaan dengan cahaya dari luar yang menusuk mata.
"Ayah!" Ella segera menangis dan lari memeluk Tuan Albert yang berdiri di ambang pintu. "Ayah! Ayah!"
"Syukurlah, Syukurlah kamu baik-baik saja."
Ketika Ella digendong ke luar, hal pertama yang ia lihat adalah darah di mana-mana. Tubuh dari orang yang tidak ia kenal bergelimpangan di penjuru rumah dan Lucya tersandar dengan tubuh berdarah di dinding tidak jauh dari tangga utama.
"Lu-cya ...," lirih Ella, ia hendak menangis lagi tapi Tuan Albert mengusap punggungnya.
"Ella, setelah ini ada hal penting yang ingin ayah ceritakan padamu."
Ella mengangguk dengan wajah yang membenam pada ceruk leher sang ayah. Ia terus digendong hingga ke kamar sang ibu. Kakinya kembali menapak karpet dan Tuan Albert menghampiri istrinya yang sudah tidak bernyawa dengan banyak luka tusukan pada tubuhnya.
"Ibu ...," Ella kembali menangis tapi Tuan Albert yang sudah berdiri seraya menggendong istrinya, segera berbalik dan menatapnya sendu. "Tidak apa, Ella. Ayah akan selalu melindungimu!"
Kejadian malam itu, merenggut banyak nyawa, dua dari tiga pelayan, dan empat penjaga, dua orang pengurus ternak, dan bahkan sang nyonya rumah, Lyssa Brington.
Tuan Albert bercerita pada semua orang kalau rumahnya didatangi perampok. Namun, Ella mengetahui sesuatu yang sangat berbeda. Sebuah rahasia besar di balik keluarganya yang harmonis. Tentang keluarga Brington yang sebenarnya merupakan pembunuh bayaran.
Rumah besar itu berisi orang terlatih, baik Tuan dan Nyonya Brington hingga pelayan yang bekerja di sana, termasuk Lucya—mereka semua adalah pembunuh profesional. Dan diduga yang menyerang malam itu adalah utusan dari musuh yang dendam pada mereka.
***Hide and Seek***
Ella yang masih berusia tujuh tahun, tidak memiliki banyak waktu untuk berduka atas kepergian sang ibu. Hanya beberapa hari setelah upacara pemakaman, ia harus mencerna semua hal yang diceritakan oleh ayahnya. Harusnya masih ada waktu hingga berusia sebelas tahun baginya untuk mulai memahami semua itu, tapi menurut Tuan Albert, penyerangan kali ini tidak akan berhenti begitu saja. Pasti akan ada serangan selanjutnya.
Selain itu Tuan Albert juga mengajarkan ilmu bela diri pada Ella dan memberinya pelatihan untuk meneruskan keahlian keluarga Brington. Selain untuk pengalihan kesedihan sang anak, semua itu juga akan berguna untuk Ella ke depannya.
Ella mulai berlatih menjadi seorang pembunuh lebih cepat dari yang ia kira. Bahkan, kali ini diperbolehkan untuk memasuki ruangan yang ada di loteng. Ruang yang menjadi tempat terlarang di rumah itu.
"Pergilah ke loteng dan ambil sebuah buku berwarna hitam dari dalam sana!" perintah Tuan Albert.
Ella mengangguk dan bergegas ke loteng. Untuk pertama kalinya ia memasuki ruangan itu. Awalnya mengintip, lalu perlahan masuk. Di dalam sana hanya ada kamar minimalis yang di tengahnya terdapat meja kayu berwarna hitam. Ia masuk semakin dalam dan menemukan buku bersampul hitam di atas keranjang yang penuh dengan perkamen bertuliskan huruf yang tidak dikenalinya. Buku itu adalah milik ibunya dan satu rahasia lain akhirnya kembali terungkap.
"Ibu ... seorang penyihir?"
"Benar. Kemungkinan besar kamu juga membawa bakat itu." Tuan Albert menjelaskan seraya membuka buku bersampul hitam di atas meja. "Ini adalah buku sihir ibumu, cobalah mempelajarinya, pasti akan sangat berguna untuk pekerjaanmu nantinya!"
Ella yang saat itu masih terlalu kecil, hanya mengangguk tanpa memikirkan betapa mengerikannya rahasia keluarganya. Ayah yang seorang pembunuh bayaran dan ibu yang merupakan penyihir.
***Hide and Seek***
Ketika Ella berusia dua belas tahun, Tuan Albert memutuskan untuk mengajaknya pindah ke ibu kota. Mereka menjual rumah dan semua aset berharga. Sebenarnya ini adalah keputusan yang berat karena hidup di kota akan jauh lebih mencolok. Akan tetapi, sejak serangan malam itu, ada banyak serangan lain yang datang, bahkan ia tidak bisa melakukan pekerjaannya dan meninggalkan Ella sendirian di rumah. Maka dari itu mereka butuh rumah dan identitas baru.
Tuan Albert membuat kepindahan mereka senormal mungkin. Awalnya membeli rumah kecil di pinggiran kota, lalu memulai bisnis baru dengan berdagang barang antik. Tahun demi tahun, ia akhirnya membeli sebuah rumah mewah di pusat kota.
Selain itu, ia juga menikah lagi dengan seorang janda beranak dua—Lady Rose, yang merupakan istri seorang Baron yang telah meninggal dunia. Awalnya Ella menentangnya, merasa kalau sang ayah sudah melupakan ibunya. Akan tetapi, ketika ia tahu hanya itu satu-satunya cara agar terhindar dari kecurigaan orang-orang serta untuk mengukuhkan kedudukan mereka di ibu kota, Ella hanya dapat pasrah.
Semua berjalan baik-baik saja dan sesuai rencana. Mereka mulai mempekerjakan pelayan dan juru masak layaknya keluarga normal yang harmonis. Lady Rose dan dua anak gadisnya Anatashia dan Drizzela juga berlaku baik pada Ella. Meskipun terkadang sikap manja mereka membuat Ella gemas sendiri.
Namun, sekali lagi Ella harus kehilangan. Di ulang tahunnya yang ke tujuh belas, ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan. Walau sebenarnya Tuan Albert meninggal karena dibunuh oleh seseorang. Hanya Ella yang tahu tentang hal itu dan sebaik mungkin menutupinya untuk menghindari sorotan berlebih pada keluarganya.
Akan tetapi, gadis itu telah bertekad untuk mencari tahu siapa pembunuh ayah dan orang yang membantai keluarganya dulu, serta melanjutkan tradisi keluarga yang sudah turun-temurun.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top