The Game

🍂 HAPPY READING 🍂
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bruk!

Pendaratan yang tidak mulus berhasil didapat oleh pria bersurai putih keunguan tersebut. Dia menatap langit-langit ruangan yang ia kenal.  Meja panjang dengan deretan kursi ditangkap oleh manik royal purple nya. Tidak lupa dengan susunan buah yang berada di atas meja membuatnya menghela napas lega, "Yokatta aku mendarat disini," tutur Sougo sembari bangkit dan menepuk pakaiannya yang kotor.

"Demo...." Ia melihat ke penampilannya yang bisa terbilang sangat kacau. "Aku harus segera mandi dan bertukar pakaian," batinnya dan berlari kecil menuju kamar nya dengan sangat waspada.

"Sougo-kun?"

Ryuu menatap bingung, ia melihat sedikit bercak darah yang jatuh dari helaian pakaian sougo. Lalu sedikit tercekat. "Tidak mungkin kan?" pikirnya menggelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan pikiran buruk tentang Sougo.

"Tidak tidak, jangan berpikir seperti itu."

Akhirnya dia pun melangkah pergi dengan ragu dan melanjutkan pencariannya yang tertunda.

****

"Seharusnya ada disini," gumam pria bersurai abu-abu. Tangan nya terarah menggeledah beberapa tumpukan barang secara acak mengabaikan rasa gatal yang hinggap di hidungnya, manik itu menatap setajam elang.

"Ketemu," Gaku mengangkat belah pisau berlumur darah itu.

Krek...

"G-gaku?!" Ryuu terhenyak, pupil matanya melebar dan membeku ditempat.

Gaku terdiam dan mematung menatap Ryuu, satu tangan terjulur berusaha menjelaskan, sedangkan tangan lainnya menyembunyikan pisau itu dibalik tubuhnya.

"R-ryuu ini tidak seperti yang kau lihat," jelas Gaku sedikit gemetar.

Ryuu sedikit memundurkan tubuhnya, menjauh dari jangkauan tangan Gaku yang hendak meraihnya.

"Gaku... Tamaki-kun dan Mitsuki-kun kau tidak membunuh mereka kan?" tanya Ryuu.

Gaku menggeleng kuat, "T-tentu tidak! Ryuu dengarkan aku," jelas Gaku. Ia mendekat dengan cepat dan mencekal tangan kanan Ryuu.

"Ayo kita duduk dan berbicara," imbuhnya lagi, menatap intens kearah Ryuu.

"Tsunashi-san!"

Teriakan Riku menggema kuat di lorong kamar, Ryuu sedikit mengalihkan perhatian nya dan menatap Gaku, "Gomen Gaku tapi aku harus pergi," pungkas Ryuu dan berbalik.

Gaku mencekal tangan Ryuu, kakinya dengan sigap memukul bagian belakang lutut Ryuu, membuat sang empu terjatuh karena kehilangan keseimbangan, tidak menyia-nyiakan kesempatan. Gaku mengeluarkan sapu tangan yang sudah dilumuri obat bius. Ia membekap Ryuu lalu menyeret Ryuu ke sebuah ruangan kecil yang berada disudut ruangan.

"Ukhh..."

Perlahan mata Ryuu menutup dengan rapat, Gaku membuka sebuah pintu kecil yang berada disudut ruangan. Ia memasukkan Ryuu ke dalam sana, lalu menutup pintu itu sebelum Riku berhasil menuju kamarnya.

"Yaotome-san! Ada melihat Tsunashi-san? Kita disuruh berkumpul di ruang tengah dengan Yuki-san dan Momo-san," ujar Riku.

Gaku menggeleng pelan, "Tidak," sahutnya. Riku mengangguk dan hendak pergi sebelum suara Gaku menghentikannya.

"Nanase biar aku yang mencarinya Ryuu, pergilah berkumpul dengan yang lain," imbuh Gaku.

Riku sedikit berpikir, "Demo..." Ia sedikit ragu.

"Daijoubu pergilah, tidak seharusnya kau berkeliaran sendirian. Bisa-bisa Tenn menghabisi ku," sambung Gaku.

"Wakatta, maaf merepotkan Yaotome-san," ujar Riku dan berlari kecil menuju ruang tengah.

Clek...

Gaku merosot pelan kebawah, dari balik pintu ia menghela napas gusar menatap ke pintu kecil yang tertutup oleh rak buku itu.

"Gomenasai Ryuu."

****

Awan putih terarah menuju penghujung bumi, langit senja datang dengan udara dingin yang menggebu. Perlahan langit pun mulai memudarkan warna nya menjadi lebih gelap, bersiap-siap untuk menaikkan purnama beserta gugusannya.

Aura dingin yang menusuk kulit membuat pemuda bersurai criwsom itu mengeratkan selimutnya, ia merapatkan tubuh mungil itu pada sang kakak. Tenn tersenyum tipis dan membiarkan sang adik mencari kehangatan ditubuhnya, ia seperti melihat seekor anak kucing yang mencari induknya. Membuat Tenn tertawa kecil.

"Tenn-nii ada apa?" tanya Riku.

Tenn sedikit menggelengkan, "Tidak ada," sahutnya gemas.

Riku mengangguk, berbeda dengan aura kecemburuan yang berkobar dengan kuat dari arah seberang. Iori memutar bola mata jengah, ia mengalihkan pandangannya pada dua sejoli yang merangkup sebagai Senpai nya tersebut.

"Jadi Yuki-san dan Momo-san ada apa mengumpulkan kami semua?" tanya Iori.

Yuki tersenyum tipis lalu mengeluarkan sebuah surat dari balik kemejanya, ia sedikit mengedarkan pandangan, "Dimana Yamato-kun?" Yuki kembali menatap satu persatu wajah yang ada disana. Seperti mengabsen supaya tidak ada lagi yang hilang diantara mereka.

"Dan Ryuu-kun?" imbuhnya lagi.

Tenn segera bangkit dari duduknya dan menatap tajam semua yang ada disana, "Dimana Ryuu?" tanyanya lagi. Ia beralih pada Riku, meminta penjelasan.

"Ano... Tadi aku pergi mencari Tsunashi-san, ternyata tidak ketemu. Dan kebetulan Yaotome-san menawarkan untuk mencari Tsunashi-san dan menyuruh ku kesini," jelas Riku. Tenn menatap tajam Gaku.

"Jelaskan," titahnya mutlak.

"Ryuu ada dikamar nya dia sedang sakit," Gaku membalas tatapan Tenn, tangan kanan nya menyampirkan rambutnya kebelakang telinga.

Tenn menghela napas lega, "Yokatta..."

"Gomen Tenn."

Yuki mengangguk dan mengalihkan pandangan pada anggota Idolish7, "Dimana leader kalian?"

Nagi memicingkan mata, ia meraih ponsel nya dari dalam saku lalu membuka layar pesan, "Massage watashi belum dibalas desu," gumam nya pelan.

Iori kembali mengabsen, "Chotto... Ada yang melihat Osaka-san?" tanyanya.

"......"

Iori kembali mendecak lalu bangkit dari duduknya, "Aku akan mengecek Nikaido-san dan Osaka-san," ujarnya.

"Matte Iori aku ikut," sela Riku mencekal tangan Iori.

Iori mengangguk dan memegang tangan Riku, mereka menaiki tangga lalu perlahan menghilang.

"Ngomong-ngomong Yuki-san kenapa mengumpulkan kita semua yang ada disini?" tanya Tenn, ia kembali duduk dengan tenang disamping Gaku.

"Senpai kalian ini hanya ingin melihat kalian saja. Tidak perlu khawatir," balas Yuki lalu meminum teh hijau dengan hikmat.

Tenn sedikit memicingkan matanya, lalu berdehem pelan sebagai jawaban. Mata pink pudar nya menajam seperti mata kucing, menatap intens keluar jendela. Langit yang bergemuruh membuat hatinya gundah, resah mulai menjalar di seluruh hatinya.

"Padahal Ryuu hanya sakit, kenapa aku merasakan firasat seburuk ini?"

Tangan putih mulus itu memijit pelipisnya pelan.

"Oi Tenn, jangan mengganggu Ryuu dulu. Dia sedang demam, jangan mendekat ke kamarnya. Aku tidak ingin kau ikut tertular demam Ryuu," celetuk Gaku membuyarkan lamunan Tenn.

"Padahal aku berencana untuk mengantarkan susu madu hangat dan makanan untuknya," gumam Tenn.

Gaku sedikit melirik, "Antarkan saja padaku. Akan kuberikan pada Ryuu," sahut Gaku.

Krekk....

Suara pintu berderit membuat mereka semua tersentak, Gaku segera berdiri dan menutupi Tenn dengan tubuhnya. Nagi segera berjalan ke Tangga untuk melindungi Iori dan Riku yang ada diatas, Yuki dan Momo segera berjalan pelan menuju pintu dengan sebilah pisau dan kayu kokoh ditangan.

Napas mereka semua tercekat, detik-detik menegangkan sangat terasa ketika pintu perlahan terbuka. Gerimis disertai petir makin membuat suasana menjadi mencekam.

"Konbanwa Mina-san," Seorang Pria bersurai Raven panjang diikat pony tail menyembul dari balik pintu. Senyum cerah dan bajunya yang basah membuat mereka semua jatuh terduduk.

"Ban... Kau mengagetkan ku," ujar Yuki menurunkan pisau nya. Banri sedikit terkekeh renyah, "Gomen-gomen..." balasnya.

"Mr. Banri? Bagaimana bisa ada disini?" tanya Nagi, ia berjalan santai menuju pintu untuk membantu mengangkut barang bawaan Banri.

"Ah... Dimana Iori-kun? Dia sempat menelpon ku secara putus-putus, dan karena khawatir aku menyusul kalian ke sini," jelas Banri. Ia memeras bajunya yang basah terguyur air hujan.

"Izumi otouto sedang mencari Nikaido dan Osaka," balas Gaku. Ia kembali duduk disebelah Tenn.

Banri mengedarkan pandangannya, "Dimana Mitsuki-kun?" tanyanya heran.

Raut murung tercetak jelas di wajah mereka semua, Momo dengan inisiatif maju dan mendekat ke Banri, "Banri-san! Aku senang kau datang!" seru Momo melompat kegirangan.

"Ayo duduk! Momo akan menjelaskan semuanya," imbuhnya lagi dengan senyum dipaksakan.

"Ogami-san, silahkan keringkan dirimu terlebih dahulu," Tenn datang dengan membawa handuk dan sepasang pakaian. Membuat Banri tersenyum kikuk menerimanya, "Arigatou Tenn-kun," balasnya lalu segera menuju kamar mandi.

Beberapa menit setelah Banri membilas tubuhnya dengan air hangat, ia keluar mengenakan celana panjang dan juga kaos merah muda berlengan pendek. Rambut nya terurai dengan tetesan air yang masih berjatuhan, ia segera menyambar handuk lain dan mengacak-acak rambutnya agar menjadi lebih kering.

"Baiklah... Jelaskan semuanya padaku Yuki," ujarnya sembari menyisir surai panjang yang berjuntai.

"Baiklah... Akan ku jelaskan semua," Yuki meraup oksigen sedikit rakus.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hidden Side
By : Arabella_Felicty15
[The Game]
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tok...tok..tok...

"Nikaido-san?" Iori mengetuk pintu dan memanggil Yamato. Ia sedikit terdiam dan kembali mengetuk lebih kuat.

"Nikaido-san!" serunya, Ia melirik pada Riku lalu mengangguk.

Clek...krett...

Suara pintu berdecit sedikit membuat nya ngilu, Iori dan Riku menerobos masuk lalu melihat isi kamar Yamato. Kesunyian yang mencekam mereka dapatkan. Pikiran Iori mulai buruk, ia sedikit gelisah dan keluar dari kamar.

"Nanase-san tunggu disini! Aku akan memanggil yang lain!" serunya dan berlari begitu saja.

Riku terdiam menatap jejeran buku dan tempat tidur yang sedikit berantakan, Riku sedikit mendekat lalu menyentuh kasur empuk yang menjadi tempat ternyaman leader mereka, "Hangat."

Manik Criwsom itu meneliti satu-persatu seluruh ruangan. Sekaleng beer yang terletak diatas meja, kasur yang sedikit berantakan dengan selimut yang tersibak, lalu ponsel yang tergeletak begitu saja di meja kecil yang ada disana.

"Yamato-san..." Riku menunduk dalam-dalam, ia meringkuk dan menenggelamkan kepalanya.

"Jangan tinggalkan kami juga," gumam Riku.

Riku menatap ke langit-langit, lalu sedikit menyandar ke arah rak buku yang berdebu.

"!!!"

"Uwah-!" Riku terjatuh masuk kedalam rak buku tua, tergelincir seperti menuruni perosotan yang biasa ia mainkan waktu kecil. Maniknya terpejam dengan lekat, enggan untuk membuka melihat apa yang terjadi.

Bruk!

"Itte.." Riku sedikit mengelus pantatnya yang sakit, debu dan jaring laba-laba terpampang jelas dimatanya, ruangan yang bahkan setengah dari ukuran tubuhnya membuat ia harus menunduk agar tidak beradu dengan langit-langit ruangan.

Ia menutup sebagian mukanya, berjaga-jaga agar tidak menghirup debu lebih banyak dan membuat asma nya kambuh.

"Dimana ini?"

Ia terbatuk kecil, lalu menatap lamat ruangan mini itu. Didepannya terlihat sebuah lorong kecil yang harus dilewati dengan merangkak, namun ia sedikit ragu. Apakah ia harus menetap disini atau mengikuti lorong itu. Baiklah ini semua salah Iori karena meninggalkan ia sendirian, lihat apa yang terjadi sekarang. Batinnya mengerang kesal.

Sreekk...

Riku merobek lengan baju yg ia pakai, untungnya ia memakai lengan panjang. Lalu melilitkan lengan baju itu hingga ke indra penciuman, menciptakan masker ala kadarnya. Tapi itu cukup daripada tidak memakai masker dan membuat asmanya kambuh.

"Yosh!" Dengan tekat yang kuat Riku merangkak menyusuri lorong, berharap sesuatu yang baiklah yang menunggu diujung lorong.

****

"Ah... Segarnya," Sougo menyambar handuknya, ia mengeringkan butiran air yang masih hinggap di surai putih keunguan.

Sudut matanya melirik foto yang barusan ia bawa, tangan putih mulus itu terulur menyusun rapi keenam foto tersebut. Lalu menatap lama foto tersebut, foto pertama berisi sebuah foto keluarga yang terlihat bahagia. Foto pertama berlatar mansion yang sedang ia tempati, Sang Ayah berdiri disebelah kanan pojok, begitupun Sang Ibu  berada di kiri paling pojok, ditengah mereka terdapat tiga anak yang berwajah sama.

"Kembar?"

Sougo membalik foto tersebut, menemukan deretan angka dipojok foto, "Senin, 23 Agustus," gumam Sougo. Ia kembali melihat foto kedua, foto tiga anak kembar yang bermain di sebuah taman mawar, lagi-lagi Sougo memijit pelipisnya.

"Kenapa disetiap foto wajah Sang Anak kembar ini tidak terlihat? Bahkan wajah Sang Ayah juga, hanya Sang Ibu yang terlihat."

Sougo membalik foto tersebut, "Minggu, 14 September."

Ia terdiam lalu kembali melihat foto ke tiga. Terdapat foto sebuah batu nisan. Tidak terlalu jelas nama yang terpampang disana, tapi cukup untuk membuktikan kalau itu sebuah makam.

"Apa keluarga nya ada yang meninggal?" gumam Sougo, ia membalik kertas tadi.

"Selasa, 7 Oktober."

Sougo memegang dagunya, "Walau tahun nya tidak disebutkan tapi sepertinya jarak foto ini diambil sekitar satu tahun, pertumbuhan anak kembar ini tidak terlalu jelas tapi memang sedikit bertambah besar. Sepertinya berumur 10 tahun?" Sougo memulai analisisnya, ia meletakkan foto tadi lalu kembali membuka foto yang satunya.

Foto tersebut menampilkan dua orang anak kecil yang sedang berada disebuah ruangan serba putih dengan kaca yang menjadi penghalang. Disekitar nya terdapat beberapa orang ber-jas putih panjang seperti peneliti.

Sougo membalik gambar tersebut, "Senin, 20 Oktober."

Ia kembali meletakkan foto tersebut lalu menyambar foto kelima, menampakkan sebuah batu nisan kembali. Namanya tidak terlalu jelas, tapi didepannya seperti bertuliskan angka S.

Sougo membalikkan foto tersebut, "Rabu, 2 Februari."

Sougo menyergitkan dahinya, lalu menyambar foto terakhir. Ia menutup mulutnya, keringat dingin mulai menjalar di seluruh tubuhnya. Tangannya bergetar hebat, foto itu menampilkan dengan jelas wajah anak kembar terakhir. Memegang sebilah pisau dikedua tangannya, lengkap dengan mayat orang-orang yang terbujur kaku disana.

Genangan darah terlihat jelas disana, senyuman mengembang dari sudut bibir anak itu, melihatkan kalau ia senang telah membunuh orang-orang tersebut. Sougo membalikkan fotonya, "Sabtu, 22 Oktober xxxx."

"Uso.... T-tidak mungkin! Aku harus memperingatkan yang lain!"

Sougo berbalik dan langsung ditodongkan pistol oleh seseorang, ia memakai sebuah tudung hitam menutupi sebagian mukanya, yang terlihat hanyalah sebuah bibir yang menyeringai.

Napas Sougo tercekat, ia membeku ditempat otaknya secara keras berpikir untuk melarikan diri dari sini, dan secara tidak langsung mengeluarkan sisi tersembunyi nya. Hanya dalam hitungan detik, Sougo memukul tangan kanan pria tersebut membuat pistolnya jatuh. Karena kaget pria itu sempat membuat celah yang dengan sigap langsung ditangkap oleh manik violet Sougo.

Ia menunduk lalu memukul rahang pria tersebut dari bawah dan menendang jauh pistol yang terjatuh, pria tersebut sedikit memundurkan langkahnya. Ia terkekeh menyeramkan dan menatap dingin Sougo.

"Tenanglah, tenanglah diriku."

Perkataan itu terus berputar bagai kaset rusak di pikiran Sougo, mencoba mensugesti diri agar ia bisa berpikir jernih untuk melawan YSC tersebut.

"Kau--"

Sougo menggantungkan ucapannya, tangan kanan nya meraih sebuah vas diatas meja akan tetapi matanya masih menatap tajam YSC yang sedang menyeringai.

"YSC?"

Sougo memecahkan vas bunga tersebut dengan cara membenturkan nya pada meja. Membuat keributan untuk memancing teman-temannya serta senjata untuk dirinya sendiri.

"Hee.... Lumayan--"

YSC menyeringai lebar, dibalik sinar rembulan yang menerpa wajahnya membuat Sougo dapat melihat pasti pelaku tersebut.

Ia mengigit bibirnya dalam, lalu menatap sendu kearah seseorang didepannya, "Nande?"

YSC melunturkan seringai nya, menatap datar kearah Sougo. Ia mengeluarkan sebuah surat dari balik jubahnya lalu melemparnya surat itu pada Sougo.

"Osaka Sougo, ayo bermain. Peraturannya mudah, cukup tangkap aku dengan cara meyakinkan teman mu bahwa aku adalah YSC. Aku akan memberimu waktu 1 Minggu, selamat bersenang-senang. Aku menantikan langkah mu selanjutnya."

"Kau tahu? Kalau kau kalah maka kalian semua akan mati. Ingatlah hal itu baik-baik, Osaka Sougo."

YSC perlahan mundur lalu membuka pintu kamar Sougo dengan pelan, ia sempat membuka tudung nya dan menyeringai lebar.

"Sampai jumpa lagi, Sou."

Bruk...

Pemuda yang kerap dipanggil Sougo itu menjatuhkan tubuhnya dengan lemas kebawah, ia terduduk menatap kosong kearah lantai kayu yang sudah usam. Tubuhnya sedikit bergetar, napasnya tidak beraturan dan pandangan nya menjadi buram.

"Osaka-san?!"

"Osaka-san bangun!"

"Osaka-san!"

Samar-samar Sougo mendengar Iori memanggil namanya namun, manik Royal Purple itu sudah tidak mampu terbuka lagi. Akhirnya memilih untuk menutup matanya secara perlahan. Suara derapan langkah kaki yang tergesa-gesa ditangkap oleh indra nya. Sebelum kesadaran benar-benar terenggut. Ia melihat Momo menatap sendu kearahnya, tangan Momo membentuk sebuah angka.

Dalam diam Sougo mempertahankan kesadarannya, "028297."

Lalu kesadarannya benar-benar menghilang.

****

T. B. C


Btww.

METTTT LEBARAN SEMUANYA🥰

semoga lebaran tahun depan kita semua dapat berjumpa lagi (◍•ᴗ•◍)❤

Dan semoga lebaran tahun ini diberi kelancaran buat kita semua 🥰

Mohon Maaf lahir dan batin yaa, book selanjutnya bergilir dahulu. Sore ja mata ne!

Senin, 2 Mei 2022
-Ara-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top