Open Actors [Answer A]
🍁 SELAMAT MEMBACA 🍁
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aroma kertas tua bercampur debu ruangan menelisik indra pemuda bersurai keunguan. Dengan langkah gontai ia berjalan menyusuri lorong demi lorong, meneliti sesuatu yang bisa ia gunakan. Manik violet itu menangkap sebuah buku yang terasa menjanggal.
Jari putih saljunya terulur menyentuh lembut buku tadi, tanpa diduga sebuah pergeseran antar rak yang menempel dengan dinding membuatnya terkejut. Sougo-- sang pemuda bersurai ungu itu memundurkan langkahnya.
Matanya menyipit tajam mencoba menelaah kegelapan dihadapan. Ia merogoh sakunya, lalu mengambil ponsel dan sedikit mengutak-atik. Setelah itu ponselnya mengeluarkan cahaya, ia mengarahkan cahaya dari ponsel ke dalam ruangan gelap itu.
"Apa ini?" ujarnya pelan, kaki jenjangnya melangkahkan secara perlahan. Satu tangannya meraba sisi lorong, sedangkan tangan lainnya menyinari jalan setapak yang ia pijaki.
"Uhuk- uhuk-.." Sougo sedikit terbatuk pelan kala bau amis yang menyengat menelisik hidung mancungnya.
Rasa mual yang bergejolak di sistem percenaan membuatnya menunduk. Sougo menutup mulut dan hidungnya menggunakan tangan kanan, ia berusaha menahan rasa mual yang mendobrak ingin keluar.
Matanya menyipit melihat sebuah pintu yang berjarak tidak jauh. Ia sedikit berlari kecil dan memutar gagang pintu dengan pelan. "Tidak terkunci," ujar sougo lirih.
Kreet...
"Apa ini--?!"
Manik violet sougo membola. Seketika rasa mual yang ia tahan tidak dapat bertahan. Semua isi makanan yang sudah ia makan pagi ini terpaksa keluar.
Huwek... Huweek..
Sougo terus memuntahkan makanannya, bahkan sekarang hanya cairan putih kental yang keluar dari rongga mulut nya. Bulir keringat membasahi kemeja ungu Heather yang ia pakai. Kakinya bahkan sekarang terasa lemas seperti jeli tidak mampu menahan berat badan sendiri.
'Mengerikan' itulah kata yang tepat menggambarkan ruangan ini.
-Sougo POV-
Mataku menatap liar ke dalam ruangan ini, benar-benar ruangan yang mengerikan. Sejenak aku berpikir, "Ada yang tidak beres," ujar ku lirih.
Dengan memantapkan hati, aku berdiri dengan pelan. Mencoba mengumpulkan seluruh tenaga ku agar berpusat ke penumpu badan.
Aku menyenter pelan ke arah langit-langit ruangan ini, terlihat seperti sudah usang. Banyak sekali lumut yang menempel, bahkan ada yang sudah retak serta berlubang dimana-mana.
Aku tebak sepertinya ruangan ini telah ditinggalkan selama 12 tahun lebih? Aku kembali mengarahkan satu-satunya penerang ku ke dinding, tetap berdiri di tempat yang sama. Aku sedikit memicingkan mata.
"Save me," ujar ku selirih mungkin.
"Sepertinya itu dibuat dari sesuatu... D-darah?!" aku sedikit terpekik dan segera menutup mulutku sendiri.
-Sougo pov end-
Gema suara berdengung didalam ruangan gelap itu, Sougo dengan ceroboh segera menutup rapat kembali mulutnya. Ia meraup oksigen sebanyak mungkin lalu dengan perlahan-lahan mengarahkan senter hp ke area bawah. Tempat yang ia pijaki, sungguh didalam hatinya. Ia tidak ingin melihat apapun yang sedang ia pijak sekarang.
Pertamanya manik violet Sougo menutup rapat, seakan tidak ingin terbuka. Di menit-menit setelahnya saat ia merasa cukup mengumpulkan keberanian. Sougo menunduk.
Sebuah potongan kaki serta beberapa anggota tubuh lain tercecer di lantai itu. Dalam keadaan yang sudah membusuk, membuat bau menyengat melebihi bangkai manapun.
Ia menyenter ke arah kanan, sebuah benda lembek bewarna merah muda yang berfungsi sebagai otak manusia tertumpuk disana. Membentuk sebuah gundukan-gundukan yang kian membusuk. Warna aslinya telah pudar, tapi urat-urat yang menonjol itu cukup meyakinkan kalau itu adalah otak manusia.
Sougo menelan saliva nya kasar, ia tidak ingin menebak sesuatu yang berada disebelah kirinya, dengan berat hati ia menerangi keadaan yang semula gelap.
Sebuah gundukan panjang membentuk tali hanya saja agak sedikit gemuk, bewarna merah muda itu terpampang dengan apik disana. Bukan hanya itu, bahkan benda-benda kecil menyerupai pankreas atau hati juga ikut serta mengambil posisinya masing-masing.
Hanya saja sedikit aneh, "B-bagian hati itu hanya setengah kan..." Sougo kini benar-benar tidak tahan lagi, rasanya ia ingin cepat keluar dari sana.
Kaki nya dengan gencar melangkah mendekati pintu, ia kembali meraih gagang pintu itu, mencoba memutar ke kanan dan ke kiri.
"Tidak ingin terbuka?!" ia menjerit panik, bahkan sekarang sudah menarik gagang pintu dengan kuat.
Kaki kirinya menahan pintu, sedangkan kedua tangan serta kaki kanan berusaha menarik keras. Sampai hal yang buruk terjadi, gagang pintu terlepas dari tempatnya. Sougo menatap horror ke gagang pintu yg ia pegang, "U-uso dayo..." racau Sougo. Ia berulangkali berkomat-kamit mengulang kalimat penenang.
"Apa yang harus ku lakukan?" desah Sougo menggigit jari jempolnya dengan kuat.
Tangan nya menyenter kembali ruangan itu, gelap tidak ada apapun. Bahkan ventilasi pun tidak ada. "Arghhh!!" Sougo berteriak frustasi.
Ia terduduk dan meringkuk memeluk kedua kakinya, pundak nya sedikit bergetar. Bahkan isakan tangis juga mulai terdengar, ia menjatuhkan hp nya ke sembarang tempat.
Kedua tangan mulus itu ia gunakan untuk mengusap badan nya sendiri, manik violet nya menatap kosong ke arah smartphone nya.
Sing...
Sougo mengerjapkan matanya beberapa kali, ia berdiri dengan cepat dan berjalan ke arah ponselnya.
"Tadi rasanya mata ku menangkap sebuah cahaya yang saling berpantulan disini," gumam Sougo pelan.
"Tapi..." Ia menatap ragu ke tumpukan otak yang hampir mendekati tinggi dadanya.
"Apa yang harus ku lakukan dengan ini?" keluhnya. Bahunya merosot turun, ia memijit pelipisnya.
Sougo mencoba memutar balik otaknya agar menemukan ide. Lalu sebuah ide terlintas di pikirannya, ia melepas kemejanya, lalu membelahnya menjadi dua bagian. Satu bagian ia lilit di mulutnya, menjadi penutup hidung dan rongga pengecap, serta satu lagi ia balutkan ke tangan kanan.
"Huh... Baiklah aku pasti bisa!" batinnya mencoba menyemangati diri.
Sougo menyinggirkan otak itu satu persatu, rasa kenyal dan lembut dapat ia rasakan walau terbalut kemeja. Dengan penuh perjuangan, setengah jam sepertinya telah berlalu. Sougo berhasil menyingkirkan semua otak itu.
"Pintu?" gumam Sougo, ia melepas balutan kemeja tadi dan memutar knop pintu.
Clek...
"Terbuka!" Sougo tersenyum tipis dan membuka lebar-lebar pintu itu.
"Ruang operasi??" ujar Sougo pelan.
Ia mematikan senternya, "Disini terang,"gumam nya lagi. Sougo melihat beberapa lampu kecil yang tergantung di setiap ruangan. Mirip seperti lampu sorot yang berada di ruang latihan atau saat ia konser.
Ia berjalan ke arah brankar, sebuah kasur yang mirip di ruangan operasi, matanya menatap ke atas. Semacam lampu sorot untuk dokter yang mengoperasi. Lalu disebelah kiri brankar itu terdapat sebuah rak kecil beroda empat dengan empat tingkatan. Sougo sedikit menyentuh rak tadi, "Rak ini sangat bersih!" batin sougo menyergit heran.
Sougo kembali mengelilingi ruangan itu, dia kembali terhenti di depan sebuah lemari kaca. Terdapat banyak bahan obat-obatan dan beberapa cairan kimia yang berbahaya disana.
Dengan perlahan Sougo membuka lemari kaca itu, tangan nya mengambil cairan kimia yang diduga mudah terbakar, lalu dia juga sempat mengambil beberapa cairan berbahaya lainnya.
Mata sougo terhenti ketika ia menemukan dasar dari lemari kaca tersebut, dia menyeka beberapa debu dengan lembut. Sougo menemukan sebuah kertas, ia membalik kertas tersebut, "Foto?" ujar nya pelan. Sougo kembali mengambil beberapa foto lainnya, mungkin ia menemukan enam foto disana.
"Aku akan melihatnya nanti," gumam Sougo. Ia menyimpan foto dan cairan kimia tadi ke dalam putih yang ia pakai, dengan perlahan kembali menutup lemari kaca itu.
"Sekarang apa yang harus kulakukan? Keluar dari sini--"
Manik violet nya menangkap sebuah ventilasi kecil disudut sebelah kanan, ia berbinar-binar lalu mendorong rak tadi kebawah ventilasi.
"Aku rasa aku muat di dalam sini, Yosh... Senter ku," Sougo menghidupkan senter nya dan menaiki rak tadi sebagai tangga. Untungnya jarak ventilasi itu tidak terlalu tinggi.
"Huft... Yokatta, sekarang aku harus pergi kemana?" ujar Sougo bimbang.
"Sekarang aku hanya harus kembali," imbuhnya lagi dan merangkak lurus mengikuti instingnya ditemani dengan smartphone sebagai penerang. Ia sempat membuat tanda di lorong yang ia lewati menggunakan salah satu bahan kimia.
Tanpa sougo sadari, seorang pria tengah menatap datar ke arah monitor di depannya, ia menghela napas lalu menghapus jejak rekaman yang terekam oleh cctv yang ada diruangan itu.
"Aku harap kamu berhasil, Sougo."
Sang pria membatin lalu bangkit dari kursi kebesarannya. Ia menutup pintu itu dan melempar sembarangan kuncinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hidden Side
Answer A
By : Arabella_Felicty15
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Riku menggeleng pelan, ia melihat dalam manik kelam milik partner didepannya, "Tidak lori... Aku tidak bisa ikut dengan mu, aku tidak bisa meninggalkan Tenn-nii... Gomen lori," sesal Riku, ia dapat melihat pancaran kekecewaan dari pria muda dihadapannya.
"Nanase-san ku mohon... Untuk kali ini, tolong ikutilah saran ku," bujuk lori, dia kembali meyakinkan Riku.
"Tidak lori, aku tidak bisa. Aku tidak akan ikut dengan mu," balas Riku sedikit tersenyum kecut.
"Hei... Tidak masalah kalau kita tinggal disini, kita hanya perlu bertahan selama beberapa hari lagi. Tidak usah khawatir lori," jelas Riku. Kalimat penenang keluar dari mulutnya, mencoba meyakinkan partner nya ini.
lori menatap ragu ke arah Riku, "Memang hanya beberapa hari, tapi di hari kedua kita sudah kehilangan nii-san. Bagaimana dengan hari selanjutnya? Esok aku akan kehilangan siapa lagi.." batin lori miris.
lori melengkungkan bibirnya ke atas, dengan senyum palsu ia melepaskan tautan tangannya dengan Riku.
"Baiklah Nanase-san kita akan tetap tinggal," balas lori tenang. Walau kekecewaan menusuk hatinya.
Riku menatap rumit ke arah partner, "Gomen lori..." bisik Riku. lori menoleh dan tersenyum kecil, "Tidak papa Nanase-san," balas lori.
"A-aku akan pergi ke tempat Tenn-nii ya lori!" celetuk Riku dan segera bangkit dari duduk nyaman nya.
"Akan ku temani Nanase-san," balas lori dan dengan cepat menyambar pisau kecil dengan kayu panjang di sebelah ranjang nya.
"Ehh... Aku bisa sendiri lori," tolak Riku halus, lori menggeleng kuat.
"Huh... Nanase-san dari semua orang yang ada disini, kamu lah yang harusnya lebih berhati-hati. Nanase-san sangat mudah menjadi sasaran empuk bagi YSC," sindir lori dan berjalan ke pintu.
"Mouu!! lori hidoii!!" Riku mengerucutkan bibir dan sedikit menghentakkan kaki putih nya dengan kuat lalu menyusul lori.
****
"Sou sa mikansei na bokura wa, surechigau nante omowazuni,"
Sebuah iringan nada teralun lembut dari mulut seorang pria bersurai raven. Rambut panjang nya terikat pony tail, serta topi sebagai penghalau sengatan matahari.
Satu tangan nya menyeret sebuah koper besar, sedangkan tangan lainnya harap-harap cemas ke arah ponsel pintarnya.
Banri menggeledah tas nya mencoba mencari sesuatu, matanya berbinar ketika menemukan sebuah peta yang diinginkan.
"Aku akan segera menemui kalian," ujar nya dengan tekad yang kuat.
****
"Huft... Udara disini sangat dingin, bahkan belum mencapai larut malam," gumam Yamato, dia menggosokkan kedua tangannya mencoba mencari kehangatan.
Manik hijaunya menyipit dibalik bingkai kacamata, kabut yang menutupi di sekitar membuat penglihatannya terganggu, "Terlihat seperti malam hari," ujarnya dan sedikit merenggangkan sedikit badan.
"Banyak hal yang telah berlalu, apa yang harus ku lakukan Mitsu? Tama... Oni-san ini sedang kebingungan, kehilangan kalian berdua cukup membuat cahaya Idolish7 menjadi redup," Yamato menatap jauh ke langit yang tertutup kabut.
Dia meraup oksigen dengan jumlah banyak, lalu menutup mata indahnya sejenak. "Hufttt.." sebuah kepulan asap dapat terlihat dari bibirnya, manik hijau lumut itu tersenyum sendu, dia membuka layar ponselnya. Terakhir kali mereka berfoto saat ia berhasil menyelesaikan syuting film terkenal yang akan tayang sebentar lagi.
Tanpa sadar ingatan kecilnya berputar disaat-saat itu.
"Omedetou Yamato-san!" seru pria mungil bersurai orange itu, dia memberikan sebuket bunga mawar kuning pada Yamato.
Yamato tersenyum kecil dan menerima mawar itu, "Arigatou Mitsu, dimana yang lain?" tanyanya dan sedikit melihat sekitar. Mitsu terkekeh renyah dan menampilkan deretan giginya, "Mereka sedang menyiapkan sesuatu untuk mu, Yamato-san."
Yamato hanya ber-ohh dan berjalan menyusuri kebun bunga yang ada di lokasi syutingnya.
"Bunga-bunga ini sangat indah, mereka terawat dengan baik. Aku jadi penasaran bagaimana cara merawatnya," celetuk Mitsuki memegang sekuntum bunga.
Yamato berpikir sejenak, "Tentu saja tukang kebun disini Mitsu," balas Yamato tak habis pikir.
Mitsuki tertawa kecil mengingat kebodohannya, "Ahahahahaha benar juga. Ngomong-ngomong Yamato-san kapan film mu akan tayang? Lalu untuk lagu opening nya bagaimana?" tanya Mitsuki, dia membaringkan tubuhnya di hamparan bunga-bunga itu.
Yamato pun ikut duduk disebelah kiri Mitsuki, dia menatap langit yang cerah tanpa tertutup dengan awan-awan putih yang mempesona, "Oni-san rasa satu setengah bulan lagi, mereka masih harus menyiapkan banyak hal. Dan untuk itu kita sudah mendapatkan job nya, maneja dan aku berhasil bernegosiasi dengan Fuyu-san," jelas Yamato, dia sedikit menguap dan mengucek matanya.
"Souka! Aku jadi tidak sabar untuk menonton film mu lagi bersama dengan yang lain! Terakhir kali Yamato-san malah mengurung diri di kamar p-pftt," Mitsuki tertawa kecil mengingat hal itu, Yamato mendengus kesal, "Ayolah jangan di ingatkan lagi Mitsu, saat itu oni-san hanya belum siap," balas Yamato.
Mitsuki tergelak dia memegang perutnya dan tertawa terbahak-bahak, "Bilang saja kau malu Ossan!" ledek Mitsuki.
Yamato melotot kesal ke Mitsuki dan menggelitik perutnya, "Rasakan serangan ini dari Oni-san! Terimalah pembalasan ini!" serunya dan menggelitik perut Mitsuki.
"AHAHAHAHAHAHA Y-Yamato-san cukup! AHAHAHAHAHAHA," balas Mitsuki tertawa keras dan melindungi perutnya.
"Ngomong-ngomong Mitsu, ini untuk pembalasan bunga mawar kuning tadi," ujar Yamato memberikan satu buah bunga Lilly Oranye.
Mitsuki tersenyum tipis, "Arigatou Yamato-san! Warna bunganya mirip dengan warna rambut ku ahahaha," balasnya tertawa kecil. Yamato mengangguk.
Mereka berdua tertawa bebas dihamparan bunga itu, sedangkan member lain yang sudah tiba mendengus kesal karena tidak diajak, terutama Iori yang menatap iri ke Yamato.
Yamato tertawa kecil mengingat hal itu, dia kembali menyimpan ponselnya. Tanpa sadar seseorang dibelakang Yamato tengah tersenyum kecil, sebuah uluran tangan mendorong Yamato dengan kuat ke arah jurang.
"!!!!!"
Yamato yang terkejut akan dorongan itu tidak sempat menahan tubuhnya dan jatuh tergelincir masuk ke jurang yang dalam dan gelap, "Sial!" umpatnya kesal dan terjun bebas ke bawah jurang.
Brak!
Seorang pria keluar dari balik kabut, dia memasang buka datar. Mata perak nya menatap setajam elang ke arah jurang, dia menyunggingkan senyum miring, "Sekarang semuanya akan menjadi lebih mudah. Sayonara Yamato-kun," ujar Yuki menyeringai tipis dan berbalik pergi meninggalkan Yamato.
[Takdir telah berputar, identitas YSC telah ditemukan. Namun... Apakah benar dialah pelakunya? Diantara semua keresahan, sayup-sayup terdengar suara harapan]
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
[Hidden Side]
[ Open Actors ]
[Siapa yang akan bertahan?]
.
.
.
.
.
.
.
Sesuai vote kemarin, jawabannya seimbang. Jadi akulah yang memilih alur karena jawaban yang seri, selamat menikmati-!
-Rabu, 2 Maret 2022-
-Ara-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top