Last hug.
🥀 HAPPY READING 🥀
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Buakh!
"Kauu! Dimana Ryuu?!" Teriakan Gaku menggema memenuhi ruangan putih itu. Dadanya naik turun menahan amarah, tangan nya terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memerah, dan raut wajah itu mengeras dengan mata yang menatap tajam.
"P-pftt..."
Sebuah kekehan lolos dari bibir pemuda itu, ia menyeka darah yang berada disudut bibirnya lalu balik menatap seperti mengejek, "Kenapa kamu bertanya padaku? Bukankah kau yang mendorong ia masuk kedalam ruangan 'itu' ? Kalau begitu tidak salah ku Yaotome Gaku."
Bunyi gigi yang saling beradu membuat kepuasan tercetak diwajah lawan bicara, ia berjalan dengan santai menuju kasur empuk lalu duduk dengan nyaman, sembari menyilangkan kedua kaki dan melipat kedua tangannya.
"Hmmm.... Wajah itu sangat menarik."
YSC tersenyum, bukan senyum yang menawan melainkan senyum psikopat. Ia tersenyum licik membayangkan rencana-rencana yang sudah tersusun didalam benaknya.
"Na... Yaotome Gaku, ingin ku tawarkan pilihan untuk mu?"
Gaku tetap menunduk, ia hanya diam mendengarkan pilihan dari YSC. Tanpa mereka ketahui, ada seorang lagi diantara mereka berdua. Mengintip dibalik celah lubang yang teramat kecil yg hanya pas untuk mata, sembari menahan napasnya. Melihat dua orang pemuda yang ia kenal menjadi dalang utama dari semua ini, membuat Riku terdiam.
"Tawaran apa itu?" tanya Gaku, ia menatap langsung dibalik mata redup milik YSC. Membuat Sang penawar menyunggingkan senyuman.
"Aku akan membuat pilihan untuk mu, sebagai balasan telah menjadi 'Anjing' yang setia untuk ku," ujar pemuda itu lalu mengeluarkan dua buah foto dari balik jubah kebesarannya lalu melempar foto tadi tepat kehadapan Gaku.
"Pilihlah, siapa yang akan kau selamatkan. Kujou Tenn atau Tsunashi Ryuunosuke. Ingat, kau hanya bisa menyelamatkan satu dari mereka."
Gaku menatap kedua foto itu lekat, tangan nya bergetar menatap bimbang kedua foto tersebut. "Apa yang harus aku pilih? Ryuu ataukah Tenn?"
Sedangkan dari balik lubang kecil, pemuda bersurai criwsom itu mengeratkan genggamannya. "Yaotome-san..." Riku menatap nanar dengan kepala menunduk.
"Ku mohon pilih Tenn-nii..."
Riku tersadar lalu menepuk pelan kedua pipinya, "Iie iie! K-kenapa aku malah berpikir seperti itu... Kalau Yaotome-san memilih Tenn-nii, Tsunashi-san akan..." Riku menggelengkan kepalanya.
Ia menatap sendu kearah Gaku, "Yaotome-san... ku harap Yaotome-san memilih pilihan yang tepat," batin Riku.
"Kalau aku memilih Ryuu, maka Tenn akan celaka... Nanase akan. Tapi-- kalau aku memilih Tenn, Ryuu akan..."
Gaku mengacak rambutnya frustasi, ia melemparkan tatapan kebencian pada YSC, "Aku membenci mu sialan!" bentak Gaku. YSC tertawa pelan.
"Aku tidak peduli, baiklah apa pilihan mu Yaotome Gaku?" Pemuda itu menggidikkan bahu tidak peduli dan mengetuk jam tangannya.
"Waktu mu sudah hampir habis."
"Ryuu Gomenasai..." gumam Gaku pelan, ia membungkuk dan meraih foto Tenn lalu menggenggam nya erat. Mengalihkan pandangan dari foto Ryuu yang masih tergeletak dibawah sana. Membuat seringai YSC mengembang, "Pilihan yang bagus Yaotome Gaku. Haha... Jangan menatap ku seperti itu, kau lah yang memilih bukan?" celetuk YSC lalu perlahan bangkit dan keluar dari ruangan itu.
"Baiklah, aku akan bersenang-senang dulu. Sampai nanti Gaku," imbuh nya lagi dan menutup pintu itu.
Gaku terduduk kaku, ia menjambak surai keabuan nya, berteriak sekencang mungkin sambil menggigit bibirnya. Mengucurkan darah dari sudut bibir itu, tangan nya memukul lantai putih tersebut. Berulangkali tanpa memperdulikan tangannya yang sudah lebam.
Disisi lain pemuda bersurai merah muda itu tengah terdiam menatap pecahan gelas dibawah kakinya, ia mencengkram erat dadanya yang terasa sakit. Perasaan gelisah dan tidak nyaman ini semakin memuncak dalam dirinya.
"Kujou-san?" Tepukan kecil mendarat di bahu Tenn.
"Daijoubu?" tanya Iori lagi. Ia meletakkan gelas berisi air hangat tersebut diatas nakas.
"Aku... Hanya sedikit merasa gelisah, Izumi Iori dimana Riku?" tanya Tenn memutar badannya penuh menatap Iori.
"Diruangan Nikaido-san," balas Iori.
"Aku akan menyusul kesitu," pungkas Tenn. Lalu segera melangkah dengan tergesa-gesa.
Iori sedikit menatap Tenn, "Sepertinya aku harus membersihkan ini," imbuhnya melihat kekacauan yang telah ditinggalkan oleh Tenn.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hidden Side
By : Arabella_felicty15
[Last Hug]
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hmm..."
Sebuah tangan berkulit sedikit gelap memilah satu persatu buku tua, mata nya menata liar kearah tumpukan buku. Jejeran rak buku yang tinggi dan besar membuat ia harus menaiki tangga untuk mengambil beberapa buku. Kaki jenjangnya ia arahkan menuju kursi kecil didekat jendela. Duduk dengan nyaman dan membuka satu persatu buku yang berada didepannya.
"Baiklah... Metode apa yang harus ku gunakan?"
Ia sedikit tersenyum, lalu membuka satu persatu lembaran kertas tua tersebut. Menatap malas tanpa minat, sampai jari tengah nya berhenti menatap halaman yang menarik dimatanya.
"Kaisar Domitianus."
Ia merekahkan senyumnya, dan menutup buku tersebut. Mata sayunya menatap redup keluar jendela.
"Public Execution : From Ancient Rome To The Present Day. The hunt starts, the fourth target is ready to be destroyed."
"Jangan membenci ku, Tsunashi Ryuunosuke. Kalian seharusnya membenci dia."
Warna indah dibalik manik redup itu mengubah warnanya, warna keabuan tanpa cahaya terlihat. Perlahan bangkit dari tempat duduknya melihat sekitar. Lalu sedikit mengusap wajahnya dengan lembut.
Awan mulai bergerumul, berkumpul membentuk bendungan hitam pekat menandakan badai akan kembali menerjang. Dari balik jendela, dua ekor burung gagak terbang bebas menuju ketinggian. Dibalik tudung itu suara serak basah bergumam sangat kecil.
"Sudah lama aku tidak keluar. Dari dulu aku hanya diam, sekarang biarkan aku membantu kalian Idolish7."
"Akan ku bantu kalian menemukan jawabannya."
"Jawaban dibalik posisi tertinggi, yang melindungi kalian. Sang Tertua yang harus disadarkan, dan sisi ketiga yang harus dimusnahkan."
Jari-jemarinya menyentuh dan menyobek dengan lembut sebuah kertas, ia mengambil pulpen kecil dan menuliskan sebuah nama disana. Lalu menyelipkan kertas tersebut disalah satu buku, dan membuka jendela dengan satu tangannya. Detik selanjutnya, buku tersebut sudah terjun bebas menembus dedaunan rimbun dan terjatuh tepat dihalaman belakang.
"Semoga berhasil, Idolish7."
****
Iris coklat tua itu perlahan membuka dengan lembut, mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan kesadarannya. Ia terduduk dan segera meneliti keadaan sekitar. Ruangan putih, dengan kesunyian yang mencekam. Ryuu berbalik, memandang ke sisi lain. Beberapa peralatan operasi dan senjata tajam terpampang apik disana.
"Alat pemangkas rumput, gunting, pisau bedah, pisau dapur, kapak, gergaji, golok," Ia mengabsen beberapa alat yang dikenal, meninggalkan alat aneh yang tidak ia ketahui namanya.
Matanya bergulir ke samping, "Cairan aneh apa ini?" batinnya bertanya. Ia segera melangkahkan kaki jenjangnya berlari kecil memeriksa apakah ada pintu keluar. Namun kesia-siaan belaka, tidak terdapat pintu atau bahkan ventilasi sekalipun. Yang ada hanya dinding putih dan senjata tajam serta cairan-cairan aneh.
Ia menjambak rambut frustasi, mencoba memutar otaknya agar dapat keluar dari ruangan aneh itu. Perasaan aneh dan rasa gelisah menjalar kuat dilubuk hatinya.
Batinnya benar-benar berkata, "Lari!"
"Tes tes... Ah berfungsi! Doumo."
Sebuah pengeras suara tiba-tiba saja muncul disudut ruangan, Ryuu mengalihkan pandangannya. Menyipit tajam menatap kearah suara tersebut.
"Oh oh ayolah santai saja, jangan menatap ku seperti itu."
Suara tersebut kembali menyaut, seakan tahu apa yang dipikirkan oleh Ryuu.
"Suara ini... Aku merasa familiar dengan suara ini," gumam Ryuu, pikiran nya bekerja dengan keras. Mencoba mengingat suara siapa yang telah ia dengar di ruangan aneh tersebut.
Ryuu membulatkan matanya, ia menatap tidak percaya kearah pengeras suara tersebut, "Jangan-jangan kau?!"
C tersenyum lebar dan menepuk tangannya, menyebabkan suara tepukan yang lumayan keras di alat pengeras suara tersebut, "Tepat! Sasuga na Tsunashi Ryuunosuke."
"Bohong... Jadi selama ini... Padahal dia rekan mu... Kenapa begitu tega?" tanya Ryuu, ia mengeratkan kepalan tangannya.
Disisi lain yang dibicarakan hanya menatap malas, "Kenapa? Karena aku membenci orang munafik," balasnya. Ia menggidikkan bahu acuh dan menekan sebuah tombol kecil bewarna merah.
Tit...
Dinding-dinding putih tersebut tergerak membuka jalan setapak cukup lebar, berderit membuat bunyi yang memekakkan telinga. Bunyi ketukan sepatu bergema diantara jalan sunyi temaram tersebut. Dibalik kegelapan, bersembunyi dibalik bayangan siluet Sang Pelaku tertangkap jelas.
Satu langkah kedepan, wajah tanpa binar kehidupan itu terlihat. Ia sedikit tersenyum hampa, lalu membuka tudung yang menyembunyikan sebagian wajahnya. Dan sedikit tersenyum sendu, "Konbanwa, Tsunashi-san."
Ryuu-- menggigit bibirnya dalam, lalu tersenyum pahit dan membalas sapaan Sang Pelaku, "Konbanwa Yamato-kun," Suaranya serak menahan tangis yang siap meluncur.
"Ada yang ingin ditanyakan?" ujar Yamato, sedikit memainkan rambutnya.
Iris Dark Olive Green itu memandang kosong, lalu terkekeh kecil. "Pasti banyak. Bodohnya aku bertanya. Tsunashi-san..." Yamato memajukan langkahnya, mendekati Ryuu dengan perlahan.
"Kau membenci ku?" Yamato menunduk, menutup binar matanya yang indah.
Ryuu menggeleng lemah, ia meraih pelan tangan dingin tersebut. Lalu berucap dengan lembut, "Yamato-kun, itu bukan kamu kan?"
Yamato tetap menunduk, menyembunyikan wajahnya di balik tudung.
"Tsunashi-san, dalam hitungan ketiga pergilah dari sini," Napasnya tercekat, ia meremas erat tangan Ryuu.
"Pergilah dengan jauh... Bawa semua member ku. Dan..."
Yamato menatap tajam Ryuu, "Jangan pernah kembali lagi kesini, lupakan semuanya, lupakan tempat ini, mulai kehidu-"
Plak!
"Apa maksudmu?!"
"Kau.... KAU MENYURUHKU MELUPAKAN SEMUANYA! SEMUA YANG TERJADI! KAU GILA YAMATO-KUN!" bentak Ryuu, raut mukanya mengeras ia membalas genggaman tangan Yamato dengan lebih kuat.
Tangannya terangkat mencengkeram erat pundak Yamato, "Setelah kau membunuh member mu sendiri. Lalu... Kau ingin aku melupakan semuanya?" Ryuu berucap lirih. Pundaknya sedikit bergetar.
"Aku tidak pernah membunuh siapapun Tsunashi-san. Sama sekali tidak," balas Yamato, ia menepis tangan Ryuu dibahunya. Memundurkan langkahnya sedikit lalu berbalik dari Ryuu.
"Tsunashi-san."
"Sayonara."
Yamato langsung berlari masuk kedalam dinding putih itu, meninggalkan Ryuu didalam keheningan.
Krieett...
Ryuu terkejut lalu berbalik, matanya menangkap sebuah pintu kayu dibelakangnya. Tanpa pikir panjang ia segera membuka pintu dan berlari masuk.
"Setidaknya aku harus memberitahu yang lain," batin Ryuu.
****
Gaku berdiri didepan pintu kamar Ryuu. Memandang pintu bertuliskan 'Tsunashi Ryuunosuke' tersebut. Kedua tangannya membawa nampan berisi semangkuk bubur hangat dan segelas teh madu buatan Tenn. Asap mengepul dari bubur dan teh tersebut, membuat uap panas menerpa wajah Gaku.
Satu menit, lima menit, dua puluh menit. Dia tetap terdiam didepan kamar kosong itu, menerawang jauh dalam ingatannya sendirian. Larut didalam memori yang berputar.
"Gaku!"
Senyuman hangat terbit dari bibir pemuda Okinawa tersebut. Tangannya membuka perlahan pintu kamar partner nya, lalu tersenyum ceria.
Ia berjalan dengan nampan berisi semangkuk bubur dan segelas teh hangat, lengkap dengan obat-obatan disampingnya.
"Ryuu... Sudah kubilang tidak usah," ujar Gaku. Ia bangkit dari tidurnya dan menyandar ketempat tidur.
"Tidak masalah! Aku yang menginginkan nya!" balas Ryuu lalu duduk dengan nyaman disamping Gaku.
Tangan kekar berkulit gelap tersebut menyodorkan semangkuk bubur hangat kepada Gaku, memberi isyarat agar pasien yang sedang mogok makan tersebut mau memakan makanannya.
"Gaku..." ujar Ryuu lembut.
"Ryuu sudah kubilang, aku tidak ingin bubur."
Gaku mendorong mangkuk tersebut dan menghela napas.
"Tidak! Kau harus memakan ini Gaku! Satu suap atau satu Minggu kedepan semua persediaan Soba milikmu aku buang!" ancam Ryuu, matanya menatap tegas kearah pasien rewel didepannya.
"Hah?! Apa hubungannya dengan itu!" protes Gaku tidak terima.
"Ada hubungannya, pokoknya sekarang makan! Kita akan konser besok," ujar Ryuu melembut.
Akhirnya pemuda bersurai keabuan itu menyerah, Gaku mengambil mangkuk bubur tersebut lalu menyuap nya dengan perlahan. Ryuu tersenyum senang lalu duduk disebelah Gaku, menemaninya makan sembari bercerita.
Manik abu-abu itu terdiam menatap kosong, bibir nya terbuka lalu terkatup. Ia menerbitkan senyuman pahit, "Sekarang... Dia tidak akan memakannya," gumam Gaku lalu beranjak pergi dari pintu tersebut.
****
Clek!
"Bagaimana kabar mu, Sougo-kun?" tanya Yuki, ia sedikit mendekat lalu duduk dengan lembut di samping Sougo.
"Aku merasa lebih baik Yuki-san. Arigatou Gozaimasu," balas Sougo. Ia duduk dan menyandar ke tempat tidur.
Yuki tersenyum tipis lalu mengacak sedikit surai Sougo, "Baguslah. Ayo berkumpul ke bawah," ajak Yuki.
Sougo mengangguk lalu turun dengan perlahan dan merapikan kemejanya, "Ah... Duluan saja Yuki-san, aku ada urusan dahulu."
Yuki tersenyum lembut lalu membuka pintu, "Kami akan menunggu," ucap Yuki lalu menutup pintu.
Sougo melirik kearah meja, dia melihat nampan berisi bubur dan segelas air serta surat yang diberikan YSC. Sougo segera meminum airnya hingga tandas lalu memasukkan surat tadi ke sakunya.
Ia menepuk pipinya pelan, "Aku harus memberitahu nya pada mereka."
Manik Royal Purple menatap keluar jendela. Ia melihat awan yang menggumpal serta burung gagak yang terbang dalam jumlah banyak.
Kakinya berbalik lalu melangkah pergi menuju kebawah agar berkumpul dengan semua orang.
****
"Osaka-san bagaimana?" tanya Iori. Ia sedang duduk dengan santai disofa panjang. Walau terlihat santai, manik Orchid nya sedikit bergetar mengkhawatirkan Riku.
Dia khawatir karena telah meninggalkan Riku sendirian dikamar Yamato. Ia hendak memberitahu kepada Tenn untuk menyusul Riku namun, sepertinya kembaran Riku itu sudah tau sesuatu dan menyusul ke kamar Yamato.
Sougo tersenyum kecil lalu duduk disebelah Iori, "Sudah lebih baik," balasnya.
Ia melihat ada Yuki, Momo, Nagi, dan Banri, Tsumugi, dan Anesagi yang duduk didepannya. Maniknya tercegat, "Sebentar..."
Ia melihat ulang lalu sedikit berteriak, "Banri-san?!" pekiknya kecil.
Banri terkekeh canggung, "Ya, ini aku Sougo-kun," balasnya.
"Bagaimana bisa Banri-san tiba disini?" tanya Sougo lagi.
Banri menghela napasnya, "Berkat telpon Iori-kun. Aku mendengar kalian dalam bahaya karenanya aku segera kemari. Sebelum itu aku sudah mengabari polisi... Dan aku juga punya kabar untuk kalian," Banri sedikit memelankan suaranya ketika diakhir.
Sougo mengangguk mengerti lalu kembali bertanya, "Dimana Kujou-san dan Riku-kun?" tanyanya. Ia sedikit gelisah karena ketidakhadiran member termuda nya. Dan juga idolanya.
Iori terdiam lalu melihat kearah tangga.
"Sepertinya Kujou-san pergi mengecek Nanase-san dikamar Nikaido-san. Tapi kenapa mereka belum kembali?" tanya Iori heran.
"Apa terjadi sesuatu," Dia bergumam.
Drap Drap Drap
"Izumi Iori!" Teriakan Tenn terdengar menggelegar.
"Izumi Iori dimana kau?!" ulang Tenn. Ia berlari tergesa menuruni tangga dan berlari menuju Iori.
"K-kujou san? Dimana Nanase-"
Plak!
"Dimana adik ku?!" teriak Tenn menarik kerah Iori. Rahangnya mengeras dan matanya menatap setajam elang kearah Iori.
"Ku tanya dimana Riku!" bentak nya. Napasnya bergemuruh, buku tangan nya memucat, jelas ia sangat marah kepada Iori sekarang.
"Nanase-san ada dikamar Nikaido-san. Ada apa Kujou-san?" tanya Iori, tangannya berusaha melepaskan cengkraman Tenn.
"Adik ku tidak berada disana! Kau mencoba bercanda dengan ku hah!" bentak Tenn lalu mendorong Iori dengan keras sampai Sang Empu menabrak meja panjang disana.
"Jangan bercanda pada ku Izumi Iori!" Tenn menerjang Iori lalu menghimpit pemuda bersurai Raven tersebut. Tangan kanan nya mengepal kuat lalu melayang diudara siap memukul Iori.
Banri yang pertama sadar dari keterkejutan langsung menarik Tenn menjauh lalu menahannya, diikuti dengan bantuan Yuki yang menahan Tenn dari depan.
"Tenn-kun tenanglah! Tenn-kun!" Yuki menahan kuat Tenn yang memberontak dan juga menendang tulang keringnya.
Argh!
"Tenn-kun aku tidak tau apa yang terjadi, tapi tenanglah!" Banri ikut menahan kedua tangan Tenn yang sedari tadi melayangkan pukulan padanya dan Yuki.
"Kujo-shi! Calm Down!" Nagi langsung berdiri dan ikut menahan tubuh Tenn yang lepas kendali. Seperti sebuah predator yang siap memangsa korbannya.
Sougo dan Momo bergerak cepat menarik Iori kebelakang mereka. Menyembunyikannya agar Tenn tidak semakin mengamuk.
Gaku yang baru saja dari dapur mendengar keributan lalu berlari menuju ruang berkumpul. Dia tersentak ketika melihat Tenn yang mengamuk dan mencoba menyerang Iori yang saat ini dilindungi Sougo dan Momo.
Sontak saja kaki jenjangnya segera menuju Centernya tersebut lalu ikut menahan Tenn. "Hoi hoi Tenn! Tenanglah!" teriaknya mencoba menyadarkan Tenn.
Dia berdecak lalu melihat kearah Anesagi. Dan sedikit berbisik, "Apa yang terjadi?" bisiknya.
"Adiknya, Riku- menghilang," balas Anesagi berbisik. Gaku tersentak lalu mengeratkan rahangnya menatap kearah lantai tiga.
Seorang yang memakai kerudung hitam memperhatikan mereka, manik keabuan nya bergetar. Bibirnya terangkat mengucapkan sebuah kata. Melihat hal itu Gaku segera menarik Tenn dengan kuat lalu mencengkeram kuat pundak Tenn.
"Lepaskan aku Gaku!" bentak Tenn, dadanya naik turun menahan amarah yang tidak terkendali.
"Buka mata mu, Tenn! Jangan tersulut emosi mu! Nanase pasti ada disini, tenangkan dirimu!" balas Gaku ikut membentak. Tenn tertegun mendengar bentakan Gaku, baru kali ini dia menatap Gaku dengan raut wajah itu.
Garis wajah yang menunjukkan kelelahan tapi juga bercampur ketegasan dan... Tenn menatap kearah mata leader nya. Dan sebuah ketakutan serta rasa bersalah.
"Ada apa dengan tatapan itu... Gaku?" batin Tenn.
Ia meluruh dan terduduk dilantai yang dingin, bahu nya bergetar, kedua tangannya dipegang dengan erat oleh Gaku.
"Gaku..." Ia berucap lirih, sangat pelan dan terdengar menyakitkan.
"Riku... Riku... Adik ku," dia kembali bergumam.
Gaku merendahkan dirinya, berhadapan dengan Tenn lalu mengusap pelan surai pink pucat milik centernya.
"Kita akan menemukan nya Tenn. Aku berjanji, kita akan menemukan Nanase. Tenanglah," Gaku berbisik dengan lembut.
Momo mendekat lalu mengusap punggung Tenn. Pemilik surai zebra itu menuntut Tenn untuk duduk disofa panjang.
Mereka semua kembali tenang, ditemani suara detik jarum jam. Tenn hanya menatap kearah langit kayu. Tatapannya terlihat kosong. Gaku menghembuskan napas gusar.
"Ano..."
Sougo mengeluarkan sebuah amplop dari balik sakunya lalu meletakkan amplop tersebut dimeja. "YSC memberikan ini kepadaku tadi," ujar Sougo.
Banri melihat ke surat tersebut lalu jari nya menyobek amplop tersebut dan mengambil sebuah surat yang ada disana.
Matanya menatap kearah para member yang lain. "Aku akan membacanya," ujar Banri.
From : S
To : Para Idol
Aku tidak bisa berlama-lama, aku akan membantu kalian para idol. Sebelumnya, maafkan aku. Aku tidak bisa mencegah kematian beberapa member kalian. Namun, aku bisa mencegah kematian kalian.
Jawabannya tidak lah rumit, YSC bukanlah sebuah kehidupan. Dia hanyalah sebuah kematian. Pergilah ke tempat dimana makam berada. Kalian akan menemukan jawabannya disana.
Berhati-hatilah jangan saling mempercayai satu sama lain. Diantara kalian ada sepasang tangan. Temukan jantungnya, temukan puncaknya.
Semuanya terletak pada ‘Tubuh' kalian.
Banri meletakkan surat tersebut.
Matanya memperhatikan masing-masing para member. Yuki menghela napas kasar, dia ikut mengeluarkan sebuah surat dari balik sakunya.
"Aku menemukan nya tadi, di tebing belakang."
Ia menatap mereka satu-persatu, Iori mengambil kertas tersebut lalu membukanya.
Pergi ke taman bunga mawar, kalian akan menemukan jawabannya.
Ia mengernyit, "Kita akan pergi kemana?" tanyanya. Tenn bangkit, dia mendengus. "Lebih baik kita pergi ke taman terlebih dahulu," sarannya.
Matanya yang sudah sedikit melunak menatap persetujuan yang lain, mereka mengangguk.
****
Ryuu terus berlari disepanjang lorong tanah yang lembab dan bau. Dia tetap berlari, dengan napas tersenggal dan juga kaki yang nyeri karena ia memijak berbagai benda yang ada di tanah tanpa alas kaki.
Mata brown itu melihat ujung dari lorong tanah gelap ini, menyembulkan cahaya diujung sana. Senyumnya merekah, dia dengan cepat berlari lalu tiba diujung lorong tersebut.
"Akhirnya..."
Ia menghela napas lega, kemeja coklat yang dikenakannya sudah berantakan, basah dengan keringat dan terkena lumpur dari tanah yg basah. Bahkan muka dan kaki serta lengannya sudah tergores beberapa ranting atau benda yang ada di lorong tersebut.
Ryuu menahan isak tangisnya, ia menunduk lalu di detik selanjutnya wajahnya berubah pucat.
Bulir keringat sebesar biji jagung mengalir dari dahinya, bibir pucatnya sedikit bergetar. Ryuu sontak mundur satu langkah lalu memegang dadanya, sesak ia rasakan dengan teramat. Rasanya seperti semua udara terenggut paksa dari dunianya.
Ia bergumam tidak jelas lalu terduduk kaku menatap sebuah mayat didepan matanya tersebut.
Bibirnya mengeluarkan tawa getir, "Haha... Uso desu yo ne? Muri da. Muri dayo.. Nani kore."
Tangannya bergetar lalu menyentuh badan mayat tersebut. "Tsamui."
Ia menarik tangannya kembali, matanya bergulir kearah perut dari mayat itu. Sebuah pisau tertancap disana, Ryuu dengan bergetar memegang pisau tersebut lalu menariknya cukup kuat, membuat cipratan darah mengenai wajah dan sebagian dari lengannya yang memegang pisau.
Disaat bersamaan seseorang muncul lalu menatap Ryuu dengan iris melebar sempurna.
"R-ryuu?"
Derap langkah kaki memasuki telinga Ryuu, membuat nya bergetar kaget dan panik bersamaan.
"Tenn?!" Dia sepenuhnya bangkit lalu mendekat kearah Tenn. Sebelum sebuah tubuh lainnya memasang tameng didepan badan Tenn.
"Tsunashi-shi... Please stay in your place. Jangan dekati Kujo-shi desu..." ujar Nagi dengan napas yang memberat. Ia menyembunyikan Tenn segera dibelakang tubuhnya. Idol lain pun tentu menjaga jarak dengan Ryuu.
Ryuu terdiam, dia menggigit bibir bawahnya.
"Dengar ini tidak seperti yang kalian-"
Perkataan Ryuu langsung terpotong.
"Ryuu-kun lemparkan pisau itu ke semak-semak. Lalu duduk dengan lebih rendah dengan tangan dibelakang kepalamu," celetuk Yuki. Ia mengantisipasi agar tidak adanya terjadi hal yang tidak ia inginkan.
Ryuu menunduk lalu melempar pisaunya ke sembarang tempat, lalu mengikuti instruksi Yuki. Ia duduk ditanah lalu meletakkan tangannya dibelakang kepala.
"Tenn... Ini tidak-"
"Jangan berbicara Ryuu-kun," sela Yuki. Ia seakan menatap Ryuu dengan tatapan penuh intimidasi.
Ryuu lagi-lagi hanya bisa diam, dia meneguk ludahnya kasar lalu meringis melihat nasibnya sendiri.
"Nikaido-san!" Iori datang dari belakang mereka, lalu dengan cepat keledai kearah mayat yang terbujur kaku dengan tusukan diperut tersebut.
Sougo, Tsumugi, Momo, dan Gaku ikut berlari dibelakang mereka. Gaku terhenti tepat disebelah Yuki, matanya membola ketika melihat Ryuu dengan penampilan yang berantakan.
Hatinya berdenyut bahagia sekaligus cemas. Ia menatap pada mayat yang dikelilingi oleh Iori,Tsumugi, serta Sougo.
Iori menepuk sedikit pipi mayat tersebut. Rasa dingin dan basah menjalar langsung ke indra peraba. Dia menutup matanya erat. Mendadak kepalanya diterjang oleh sakit yang teramat kuat. Berdenyut dan berdenging disaat bersamaan.
Tsumugi sudah menangis sesenggukan disamping mayat tersebut, ia memeluk Sougo. Berlindung dibalik dada Pria muda tersebut.
"Yamato-san... H-hiks... Y-yamato san... Sougo-san... Ini hiks ini... Hiks... Ini bohong kan? Yakan? Yamato-san masih berada dalam kamarnya kan? Sougo-san tolong jawab aku!" Tsumugi meracau tidak jelas dan memukul dada Sougo.
Air matanya mengalir tanpa jeda ia berbalik lalu berdiri dan berjalan dengan cepat kearah Ryuu.
Plak!
"APA SALAH IDOL KU PADAMU, TSUNASHI-SAN?! KENAPA KAMU TEGA MEMBUNUH YAMATO-SAN?! AP-APA HIKS... APA SALAH PARA IDOL KU?!" Tsumugi berteriak kencang dan menarik kerah baju Ryuu. Ia meremas nya kuat dan sekali-kali memukul dada Ryuu dengan kencang.
Aksinya tersebut mengundang kekhawatiran dari idol lain, Nagi yang sedari tadi melindungi Tenn kini menahan kedua tangan Tsumugi yang bertindak brutal memukuli Ryuu.
"Nande? Apa salah kami padamu... H-hiks... Yamato-san, Mitsuki-san, Tamaki-san... J-jangan... Jangan-jangan Riku-san juga disembunyikan oleh mu Tsunashi-san! Katakan! Dimana Riku-san! Dimana idol ku! Dimana mereka... Hiks... Onegai... Katakan padaku.."
Tsumugi meluruh didekapan Nagi, ia menangis dengan kuat hingga mata dan hidungnya memerah. Nagi menatap sendu manejer mereka. Tangan putihnya berkali-kali mengelus pelan punggung wanita muda itu.
Sougo hanya bisa menatap rumit kearah mereka dan mayat tersebut, pikirannya kacau. Sangat kacau. Ia bahkan menjambak kuat kepalanya sendiri dan langsung ditahan oleh Momo.
"Sougo jangan menjambak rambutmu sendiri," peringat Momo lembut lalu mengelus punggung Sougo dan membawanya menjauh.
Iori menunduk dalam menatap mayat didepannya, ia seolah kehilangan kemampuan berpikirnya. Lalu tangannya melihat kearah mayat tersebut, tepat dimana pisau tertancap dengan apik.
Ia sedikit menyergit, lalu meraba daerah sekitar tancapan pisau.
"Tidak ada darah?" batinnya. Ia menatap kembali kewajah mayat itu. Menelisik hal aneh lainnya. Dan tersadar, ketika dia memegang wajah dari mayat itu. Tangannya menjadi basah, seperti terkena air.
Iori hendak mengecek kejanggalan lain dari mayat kalau saja dia tidak ditarik oleh Gaku agar menjauh dari sana.
"Izumi-otouto menjauh dari sana. Itu berbahaya," peringat Gaku menarik Iori dalam ruang lingkup Yuki, Nagi, Tsumugi, Momo dan Sougo.
Iori sedikit berdecak kesal karena pengamatannya terganggu.
"Ryuu... Itu tidak kamu kan?" tanya Tenn. Ia menatap nanar Ryuu.
Ryuu menggeleng kuat, "Tidak! Itu bukan aku Tenn. Percayalah padaku... Itu bukan aku!" Ryuu mencoba membela dirinya. Menatap Tenn dengan tatapan permohonan.
"Aku tid-"
"Kalau bukan kamu siapa lagi Ryuu-kun. Pisaunya ada padamu," ujar Yuki menyela pembelaan lanjut Ryuu.
"Itu pasti kamu. Sesudah membunuh Yamato-kun kamu ingin membunuh kita semua?" imbuhnya dengan nada penuh penuduhan.
"Chigau!" sentak Ryuu cepat.
Ryuu menatap Gaku, ia meminta bantuan dengan partner nya tersebut. Namun, Gaku mengalihkan pandangannya. Membuat Ryuu menelan kekecewaan yang mendalam.
Tenn menatap Ryuu, hati kecilnya berbisik bahwa Ryuu bukanlah pelakunya. Ryuu yang ia kenal adalah Ryuu yang baik, Ryuu yang ramah, Ryuu yang lembut, Ryuu yang ceria, Ryuu yang sabar, Ryuu yang selalu tersenyum menyambutnya setiap pagi di dapur dengan ucapan "Ohayou".
Ryuu yang selalu masuk ke kamarnya mengucapkan ‘Oyasumi' dengan senyuman lebar, Ryuu bahkan tidak tega untuk membunuh semut didalam makanannya, Ryuu yang ia kenal tidak akan membunuh siapapun.
Tenn keluar dari balik punggung-punggung yang melindunginya, ia berjalan mendekati Ryuu lalu mendekapnya dengan erat.
"Aku percaya padamu, Ryuu." Tenn berbisik pelan mengulangi perkataannya, "Aku percaya padamu."
Gaku tersentak lalu menarik Tenn menjauh, "Hei! Apa-apaan itu Sobaman?!" sentak Tenn ketus. Ia mendelik tidak terima.
Gaku mengeratkan genggamannya, ia menggeleng pelan lalu menarik Tenn menjauh. Tenn memberontak dan melayangkan pukulan pada Gaku.
"Sobaman! Kau tidak percaya pada Ryuu!?" bentak Tenn. Kakinya melemas karena diseret paksa oleh Gaku.
"Tenn... Ini bukan waktu yang tepat. Berbahaya mendekati Ryuu sekarang!" sergah Gaku dengan wajah masam.
Gaku membuka gagang pintu lalu mendudukkan Tenn dikasur, ia berhadapan dengan pemuda tersebut lalu memegang pundak Tenn pelan.
"Tenangkan pikiran mu didalam sini Tenn. Kumohon jangan keluar dari sini apapun yang terjadi," ujar Gaku pelan, ia sedikit menunduk dan enggan menatap mata Tenn.
"Aku pasti membawa Nanase kemari. Jadi tetaplah diam disini," imbuhnya lagi.
Tenn melihat Gaku, ia bahkan heran kenapa pemuda tersebut tidak menatap matanya dan berbicara dengan tegas sepertinya biasa.
"Gaku apa yang terjadi?" tanya Tenn.
"Tidak terjadi apa-apa. Tetap disini," jawab Gaku.
Tenn mendengus pelan mendengar hal itu lalu berbaring ditempat tidur.
"Kalau begitu pergi sana, Aku ingin istirahat Sobaman. Pastikan Riku sampai kesini dengan selamat atau aku akan menjadikanmu tumbal nanti," ujar Tenn ketus dan berbalik menghadap dinding.
Gaku berdiri dan mengacak pelan rambutnya, ia berjalan keluar lalu menutup pintu. Sebelum itu Gaku mengunci pintu dan berjalan pergi.
Ia sempat berdecih pelan dan berlari ke ruangan dimana Ryuu ditahan.
****
Hari sudah mulai larut, para hewan memilih untuk pergi beristirahat. Begitupun para idol yang sudah masuk kedalam kamar mereka masing-masing setelah mengikat dan mengintrogasi sedikit Ryuu.
Kini diruangan gelap itu terduduk seorang pria berkulit agak gelap. Ia duduk dengan menenggelamkan wajahnya kedalam lutut yang ditekuk. Beberapa Ryuu mengeluarkan helaan napas yang kasar. Meringis pelan kala luka-luka gores nya berdenyut karena bersentuhan langsung dengan tanah yang kasar tempat ia dikurung.
Ia perlahan menatap langit-langit kumuh tersebut, lalu tertawa miris.
"Haha... Ini sangat bagus," ujarnya pelan.
"Aku menebak sebentar lagi dia akan datang kemari," imbuh nya. Ryuu dengan terseok-seok bangkit lalu menetap kearah pintu. Menyandarkan tubuh letihnya disana dan perlahan menutup kelopak mata yang terasa semakin memberat.
Kruyukk...
Dengan terpaksa, manik peanut itu terbuka. Mendengar suara demo dari perutnya, membuat Ryuu sadar. Dia bahkan belum makan apapun dari pagi. Dan tadi hanya diberi segelas air putih dengan Sougo secara diam-diam.
Ryuu kembali memaksa memejamkan matanya, dia harus tidur untuk menghilangkan rasa lapar yang tak tertahan.
“Sshhhn... Ittai," Tangan kokohnya segera melingkar erat diare perut. Menekan bagian tengah perutnya yang terasa tertusuk-tusuk ribuan jarum. Membuat rasa pedih dan ngilu setiap dia bergerak.
Tok tok tok...
Ketukan dipintu membuat Ryuu meningkatkan tingkat kewaspadaannya, dia menahan beban tubuhnya agar pintu tidak bisa dibuka. Tindakan cerobah memang, tapi dia tidak punya pilihan lain.
"Ryuu... Ini aku buka pintunya," bisik seseorang dari luar.
Ryuu sedikit tersentak, ia segera berbalik badan dan mengintip dari lubang kunci. Matanya menangkap iris merah muda yang tajam tersebut. Lalu dengan segera ia menyinggir dari pintu.
Clek...
Decitan pintu tersebut cukup membuat keributan, dengan sangat berhati-hati Tenn berhasil membuka sepenuhnya pintu kayu yang sudah termakan rayap tersebut lalu melangkah masuk.
Ditangannya terdapat sebuah nampan, berisi dua mangkok dengan toping yang berbeda dan segelas air putih. Tenn mendudukkan dirinya disebelah Ryuu, lalu merangkak kearah pintu dan menutupnya.
Dia bersandar di pintu tersebut dan menghela napas.
"Untungnya aku berhasil kabur lewat jendela," gumam Tenn.
"Ryuu makanlah, aku tau kau sangat lapar dan haus. Maaf aku hanya bisa membuat itu," ujar Tenn menatap kearah Ryuu memperhatikan setiap inci tubuh membernya tersebut.
Ryuu tersenyum haru lalu menerjang Tenn. "Tenn! Arigatou! Hontouni Arigatou Tenn! Ureshikata!" ujar Ryuu. Ia menduselkan wajahnya ke pundak Tenn dan hampir saja menangis karena bahagia akan kedatangan malaikat didepannya. Diam-diam dia berjanji akan membalas kebaikan Tenn suatu saat nanti.
Tenn tersenyum lembut lalu mengusap pelan surai Ryuu. Tenn menggigit bibirnya yang bergetar karena menahan tangis, bagaimanapun ia sudah menganggap Ryuu sebagai kakaknya sendiri. Melihat keadaan Ryuu yang seperti ini membuatnya tidak tega.
Tenn melepaskan pelukannya lalu berbicara dengan pelan. "Ryuu cepat habiskan makanan mu lalu aku akan mengantarmu pergi dari sini," bisik Tenn.
Ryuu menggeleng ribut ia mencengkram pundak Tenn dan menyorot Tenn dengan tajam. "Tidak! Aku tidak akan meninggalkan mu sendiri disini Tenn!" ujar Ryuu tegas.
"Lalu kita harus bagaimana! Aku tidak ingin kau mati karena YSC itu! Dan aku juga tidak meninggalkan tempat ini karena Riku juga belum ditemukan!" balas Tenn sengit. Ia berbalik menatap tajam Ryuu.
"Aku tetap tidak akan pergi kalau kau tidak pergi dari sini Tenn! Aku tidak ingin kau terluka... Tidak lagi..." ucap Ryuu lirih, ia terduduk lesu didepan Tenn lalu menunduk.
Peringatan adegan selanjutnya mengandung unsur kekerasan, adegan berdarah, berbagai umpatan, dan juga adegan yang tidak patut ditiru. Disarankan membaca saat malam hari.
"Ryuu-"
Jleb!
Deg!
"Sial!" Ryuu berdecak lalu menarik Tenn kebelakang tubuhnya, ia dengan sigap meminum air putih dan mengambil nampan dan memasang kuda-kuda. Peduli setan dengan kaki dan seluruh tubuhnya yang berdenyut nyeri, ia hanya harus melindungi center kesayangannya.
Tenn yang masih sedikit shock, menatap ke tetesan darah segar yang mengalir dari pipinya. Ia segera tersadar lalu mengambil gelas dan menatap tajam ke pintu.
Dibalik pintu terdengar sebuah cekikikan pelan dari Sang Pelaku. Pisau yang tertancap apik disatu tempat, sekarang makin melebar ke daerah lainnya.
Ketika sudah menciptakan sebuah ukiran lobang besar ditengah pintu, YSC menendang kuat pintu tersebut menimbulkan lubang besar yang menganga tepat ditengah pintu.
Ryuu segera menghindar, ia dengan gesit bergeser ke kiri menghindari kepingan pintu dan tentunya dengan menarik Tenn. Mereka berdua terdiam dengan keringat dingin yang mengalir di dahi masing-masing. Tangan Tenn bergetar hebat, jantung nya juga berdegup kuat. Namun, dengan segenap usaha ia mencoba tenang. Karena panik sama sekali tidak membantu apapun.
"Ba!"
Sebuah wajah yang terlihat mengerikan menyembul dari balik lubang pintu yang menganga, membuat Ryuu tersentak dan mundur kebelakang lalu menelan ludahnya dengan susah payah. Wajah tersebut sudah tidak berbentuk setengah dibagian kanan, menimbulkan daging mentah menggumpal yang terpampang jelas. Sedangkan disisi kirinya terdapat bola mata dengan urat-urat yang menonjol keluar, dan juga lubang-lubang yang membusuk seperti dimakan belatung dan sejenisnya.
"Tenn... T-tutup matamu," Ryuu berujar pelan sembari menetralkan degupan jantungnya yang makin tidak karuan, belum lagi perutnya yang bergejolak dengan semua yang ada didalamnya ingin keluar.
Tenn sedikit bingung, ia tidak dapat melihat apapun karena punggung besar Ryuu akhirnya memilih menurut.
"Ah... Tidak seru, padahal aku berharap ada teriakan ketakutan. Apa kamu tidak takut Tsunashi Ryuunosuke?" tanya orang tersebut, dia dengan santai melemparkan kepala tadi kearah Ryuu. Membuat wajah tersebut bergelinding dan berhenti tepat didepan kaki Ryuu.
Baiklah sekarang Ryuu tidak akan melihat kearea bawah demi keamanan perutnya, lebih baik ia fokus dengan sebuah tangan yang masih ada didepan pintu.
Ryuu mengedarkan pandangannya, matanya bergerak liar mencari celah keluar. Menyadari satu-satunya jalan keluar hanyalah pintu, membuat ia berdecak kesal.
"Ck!"
Brak!
Naas, pintu kayu yang lapuk itu akhirnya melayang menabrak dinding karena tendangan kuat dari YSC.
"Hei! Aku tidak suka diabaikan asal kau tahu!" serunya tidak terima lalu melangkah masuk dengan tudung yang menjuntai menutupi wajahnya.
"Kalian bisu? Tidak dengar aku berbicara dengan kalian hah!" teriak YSC kuat. Suara berintonasi berat itu menggelegar disekeliling ruangan.
Tidak membuang kesempatan Tenn maju lalu melempar dengan kuat gelas kaca ditangannya dan menendang perut YSC sekuat tenaga.
Prang!
Bruk!
"Itulah jawabanku bajingan," ketus Tenn dan segera menarik tangan Ryuu dan berlari dari sana.
"Uhuk uhuk... DASAR KAU BAJINGAN TENGIK, KEMARI KAU KUJOU TENN SIALAN! AKU AKAN MEMBUNUH MU!" Teriakan murka dari YSC menggelegar dengan kuat. Darah mengucur deras dari kepalanya, tapi tidak ia pedulikan. Ia segera berdiri lalu berlari dengan kencang mengejar dua mangsanya yang berhasil lolos.
Giginya bergemeletuk kesal, dada nya memburu dan wajah yang memerah. Dipastikan suasana hatinya semakin memburuk.
Dilain sisi Tenn dan Ryuu berlari keluar mansion, mereka melewati taman belakang dan berlari ke daerah hutan rimbun. Tanpa penerangan apapun, hanya beralaskan tekad mereka menembus hutan dan bersembunyi dibalik semak-semak.
Tenn dengan napas memburu, duduk dan segera mengatur pernapasan nya. Sedangkan Ryuu ia menatap nanar kearah Tenn lalu menepuk pundaknya pelan.
"Tenn tidak terlambat kalau kau harus pergi sekarang, aku bisa mengantarkan mu sampai kedalam mansion lalu bertemu Gaku dan--"
"Diam!" sentak Tenn. Ia menatap marah Ryuu dan berdengus kuat.
"Tidakkah bisa kau diam Ryuu, keselamatan mu lebih penting sekarang! Dan bodoh! Aku tidak mungkin meninggalkan mu sendirian tanpa senjata dengan orang gila tersebut!" hardiknya sarkas.
Tenn mengusap wajahnya kasar dan menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya.
Dia menangkup wajah Ryuu dan mengelus pipinya. "Dengar Ryuu. Aku tidak akan meninggalkan mu karena aku menganggap mu seperti kakak laki-lakiku sendiri. Aku tidak akan meninggalkan mu. Aku benar-benar akan merasa bersalah kalau meninggalkan mu sendirian dengan pria gila itu," tutur Tenn dengan lembut.
Bibirnya sedikit bergetar, begitupun dengan pundaknya.
"A-aku tidak sanggup untuk kehilangan keluarga ku..." imbuhnya lirih.
Ryuu terpaku, tubuhnya membeku, dan lidahnya menjadi kelu. Ia merasakan usapan hangat yang menjalar dari sentuhan Tenn, memberikan rasa nyaman seperti tempatnya dahulu.
Perlahan lekungan tipis tercipta di wajah Ryuu, "Arigatou Tenn."
Tenn mengangguk pelan, rasa gelisah mulai menjalar direlung hatinya. Bercampur dengan firasat buruk saat menatap mata Ryuu.
Mereka akhirnya memilih bungkam, didalam kegelapan dan saling bergandengan tangan. Melindungi satu sama lain dengan satu orang bersurai keabuan diatas mansion menatap kearah mereka.
Bagaimanapun mereka adalah Trigger.
Derap langkah kaki dengan cepat menembus ketelinga Ryuu berserta Tenn. Mereka serempak menahan napas ketika melihat siluet tubuh YSC yang sedang memandang sekitar.
"Ck! Kemana perginya mereka? Merepotkan sekali," ujar YSC berdecak kesal. Matanya dengan liar menelisik daerah sekitar tanpa penerangan pastinya.
Jangan meremehkan mata YSC bahkan sangat tajam, melebihi ketajaman elang saat berburu mangsanya. Ia terdiam sejenak merasakan desiran angin dan berbagai macam suara yang menggema disekitar.
Perlahan YSC menerbitkan seringainya lebar. Ia melangkahkan kaki jenjangnya kearah semak-semak tempat Tenn dan Ryuu berada.
Napas Ryuu semakin memberat, ia berusaha menetralkan detak jantung yang berdegup kuat. Tidak lupa dengan Tenn yang ikut memasang wajah datar walau seluruh darahnya sudah berdesir kuat dan tangan yang bergetar.
YSC tiba didepan semak-semak tersebut, ia semakin menerbitkan seringainya lebih lebar hingga matanya menyipit dan hampir tidak terlihat. Persis seperti badut-badut mengerikan yang ada didalam film horror.
Dengan sekali tarikan, semak-semak itu langsung tercabut dan menampilkan dua orang pemuda yang tengah bersembunyi dibaliknya. Sontak Ryuu membeku, bibirnya terlalu kelu tuk digerakkan, sepasang manik coklat kelam nya terpaku menatap YSC yang berada tepat didepan tubuhnya dengan satu tangan mengangkat sebilah pisau.
Dengan sekali layangan dan refleks yang tersisa Ryuu segera menendang pisau tersebut dan bangkit lalu menarik lengan Tenn. YSC sempat berdecih dan mengejar targetnya yang berlari semakin dalam ke hutan.
Tes..
Tenn merasakan sebuah tetesan air terjatuh mengenai hidungnya, saat sela-sela mereka berlari ia menengadahkan wajahnya keatas. Menatap gumpalan awan hitam pekat dan disertai cahaya kilat yang menyambar.
Sepertinya bumi siap untuk meluncurkan pasukannya, bahkan ia melihat beberapa burung terbang berlalu-lalang pindah mencari tempat tuk berteduh.
"Tck!"
Tenn berdecak meratapi nasibnya, hujan pasti akan membuat langkah nya terhambat. Namun tidak disangka-sangka tetesan air mulai berubah menjadi lebih deras bak air terjun.
Menciptakan badai yang mulai mengamuk, angin kencang sempat menghalangi pandangan Tenn, debu dan kotoran terbang memasuki matanya. Tidak lupa tanah menjadi semakin licin untuk sekedar berpijak, belum lagi keadaan gelap gulita membuatnya jarak pandangnya terhambat.
Tangan kanan nya terus ditarik oleh Ryuu, memasuki hutan lebih dalam berlari dari kejaran orang tidak waras di belakang mereka.
Syutt!
Sebuah anak panah melesat didepan Tenn, menancap di tubuh pohon disampingnya. Hal itu membuat pijakan Tenn oleng dan membuatnya tergelincir serta melepaskan pegangannya pada Ryuu. Tenn menjadi terjerembab dan berguling-guling diatas tanah. Ia segera melindungi kepala dan wajahnya dengan tangannya, bahkan sesekali tangan, kaki, perut, serta punggung Tenn tergores oleh kayu dan bebatuan tajam. Menyebabkan bau anyir yang menguar.
"Tenn!" Ryuu berteriak panik dan segera menyusul Tenn yang berguling kebawah sana.
Ia berlari sampai memegang pepohonan disampingnya.
"Akhh!" Ryuu meringis kala maag nya kambuh lagi, belum lagi seluruh tubuhnya juga ikut berdenyut-denyut. Membuatnya menunduk.
"Sialan!" teriaknya.
Mata coklat kelam itu melihat sebuah tubuh yang tidak berada jauh darinya, surai merah muda yang tergeletak lemah tak berdaya, dengan sekujur tubuh dipenuhi luka dan genangan darah. Lalu Ryuu melihat YSC memegang sebuah crossbow.
YSC hanya berjarak ±50 meter dari tempat Tenn. Ia segera bersiap untuk membidik Tenn dengan anak panah runcing.
Melihat hal itu Ryuu memaksakan tubuhnya berdiri dan berlari untuk melindungi Tenn. Bertepatan dengan anak panah yang melesat cepat kearah Tenn, Ryuu tiba dan segera memasang badan untuk melindungi center nya.
Jleb!
"Arghhh!" Ryuu berteriak ketika merasakan rasa sakit menjalar dari lengan kanannya yang terpanah, dengan tangan kiri yg bergetar dia memegang panah tersebut dan mencabut nya lalu menghempaskan ke sembarang tempat.
YSC yang melihat itu menyeringai lebar, ia tertawa bak orang gila dengan tangan memegang perutnya yang terasa kram.
"HAHAHAHAHA" Suara tawa yang melengking tinggi membuat Ryuu menjadi semakin terganggu, ia menatap sinis kearah YSC lalu mencoba membangunkan Tenn yang tidak sadarkan diri.
"Sshhn... Tenn bangunlah, sadarlah Tenn.." ujar Ryuu pelan. Tangan kanannya sudah tergulai lemas, sedangkan tangan kirinya menggoncang Tenn dengan kuat.
Sekujur tubuhnya sudah basah kuyup diguyur oleh air hujan yang deras, tangisan dari bumi tersebut mengenai wajah Tenn dengan cepat. Membuatnya berhasil menangkap kesadaran yang telah hilang.
Bulu mata lentik itu perlahan membuka, lalu berkedip beberapa saat untuk menetralkan pandangan yang memburam. Tenn dengan pelan mencoba duduk lalu menatap kaget ketika tangannya menyentuh cairan lengket berbau anyir tersebut. Ia melotot kaget ketika melihat darah tersebut berasal dari lengan kanan Ryuu.
"Ryuu?! Apa yang terjadi padamu?!" seru Tenn, mengabaikan rasa sakit disekujur tubuhnya ia memegang dan memperhatikan lengan Ryuu dengan seksama.
"Ini bekas panah? Jangan-jangan-"
"Tenn kita tidak punya banyak waktu, segera berdiri dan lari. Dia sebentar lagi mencapai kesini!" sela Ryuu mencoba berdiri lalu kembali jatuh terduduk ditanah.
"Sial!" umpat Tenn. Ia bisa bangkit walau tubuhnya lemah, tapi Ryuu sama sekali tidak bisa.
"Aku akan membantu mu!" seru Tenn. Ia berpindah kesisi kiri Ryuu dan melingkarkan tangan Ryuu di pundaknya.
"Tidak masalah Tenn. Tinggalkan aku, larilah secepat mungkin dari sini," balas Ryuu lirih. Kesadarannya mulai menipis dan kakinya bahkan sudah tidak bisa digerakkan. Sepertinya panah tersebut mengandung obat bius.
"Tidak! Berhenti bicara-"
"Hei hei kalian asik berdua saja? Tidak ingin mengajak ku juga?"
Deg!
Tenn menggigit pipi bagian dalamnya, dia menatap sinis kearah YSC yang tinggal beberapa langkah lagi dari mereka. Matanya bergulir menatap sekitar, ia melihat didepannya ada jurang yang cukup dalam.
"Sial kita terjebak!" batinnya.
"Tenn! Pergilah!" seru Ryuu sembari mendorong Tenn dan melepaskan rangkulannya.
"Ryuu!"
"!!!"
Tangan Tenn mencoba menggapai Ryuu, namun kakinya tidak dapat diajak kerja sama dan malah tergelincir memasuki jurang didepannya.
Petir menggelegar kuat disertai dengan kilat yang membuat langit menjadi terang sebentar, hujan mengguyur semakin deras, menerjang disela-sela pepohonan melewati dan terjatuh di rimbunnya dedaunan. Katak menguak terus-menerus saling bersahutan. Menciptakan kebisingan selain derasnya suara hujan.
Tap!
Puk...
“Konbanwa Tsunashi-san~!"
Suara riang dan tepukan di bahu Ryuu membuat empunya tersentak. Ryuu sontak hendak berbalik badan sebelum sebuah jari-jari melingkar dilehernya dengan kuat.
“Jangan berbalik Tsunashi-san, aku tidak suka itu. Aku tidak suka kau menatap mata ku, dia akan bangun kalau kau menatap ku."
Suara berintonasi lebih berat menerpa telinganya, Ryuu dapat merasakan hembusan napas dingin disamping telinga kirinya dan sebuah beban berat disana.
"Akhh.."
Ryuu semakin meringis dengan napas semakin tersendat-sendat kala jari-jari itu mengeratkan genggaman dilehernya. Tangan Ryuu mencengkram balik jari yang melingkar dilehernya. Menepuk-nepuk jari-jari itu dengan pasukan oksigen yang semakin menipis diparu-paru.
“Percuma saja memukul jari ku Tsunashi-san. Aku tidak merasakan sakitnya sama sekali."
C terkikik pelan saat melihat wajah Ryuu yang semakin memerah. Raut wajah senang terpatri menghiasi sudut bibirnya. S semakin mengeratkan genggaman dileher Ryuu lalu mengangkat leher itu keatas.
Ryuu panik saat merasakan badannya terangkat, kaki-kakinya tidak lagi menapaki tanah. Membuatnya menggeliat agar bisa lepas dan cekikan YSC.
Dadanya naik turun mencoba mencari udara, mulutnya terbuka dan terkatup untuk menarik napas dan perlahan pandangan nya semakin memburam. Seluruh tenaganya semakin melemas dan beberapa detik kemudian YSC sudah tidak merasakan cakaran dari Ryuu.
“HAHAHAHAHA."
Suara tawa menggema menyaingi derasnya hujan, YSC melepaskan cekikan nya tepat di kesadaran terakhir Ryuu. Ayolah dia tidak ingin targetnya mati semudah itu.
Bruk!
Tubuh Ryuu limbung lalu jatuh mencium ketanah basah hampir seperti lumpur tersebut, ia akhirnya kembali bernapas. Namun tidak sanggup untuk mempertahankan kesadaran dirinya sendiri. Dan akhir nya memilih untuk menutup matanya dengan pasrah akan kejadian kedepannya.
YSC berjongkok lalu menoel pipi Ryuu, ia menyeringai lebar lalu menjambak surai kecoklatan itu dengan kuat. Dan membenturkan nya ke pohon kokoh yang berdiri disebelah mereka.
Hal itu membuat kesadaran Ryuu kembali.
"AAKHH!"
Ryuu menjerit ketika merasakan kepalanya terhempas berkali-kali ke tubuh pohon tersebut. Ia merasakan nyeri yang mendera diseluruh kepalanya, belum lagi cairan anyir yang ikut masuk kedalam mulutnya.
Sedangkan YSC tertawa bak orang gila, lalu terdiam dan memandang sekitar.
"Sa... Ayo kita masuk kedalam pertunjukan utamanya Tsunashi Ryuunosuke."
Tanpa belas kasihan YSC menyeret Ryuu yang masih ia jambak dikepalanya. Membuat Ryuu harus mendongak dan terseret pasrah melewati berbagai bebatuan runcing, dan tanah lumpur yang basah. Jangan lupa dengan binatang melata yang kadang menyangkut ditubuhnya.
Ryuu tidak tau ia terseret kemana, dia hanya terus memejamkan matanya karena lelah dan juga pasrah. Lama terseret tiba-tiba YSC berhenti, lalu melemparkan tubuh Ryuu hingga memasuki sebuah tong besar yang tertahan oleh batu dibelakangnya.
"Aakhh.." Ryuu meringis ketika merasakan tubuhnya tertabrak lagi dan lagi kesebuah benda yang keras. Ia membuka matanya dan melihat kegelapan. Didepannya berdiri YSC yang sedang tersenyum kepadanya.
Ryuu merasakan dirinya seperti terendam oleh sesuatu yang lengket dan juga berbau manis, ia mengecap sedikit sisa cairan yang hinggap di ujung bibirnya.
"Manis..."
Ryuu terdiam dan berpikir sejenak, rasa manis ini ia mengenalnya. Rasa yang selalu ia gunakan untuk membuat Teh untuk Tenn.
"Madu!" gumamnya kaget.
"Kenapa dia mengisi Tong ini dengan madu??" batin Ryuu bertanya-tanya. Ryuu menengadah kearah YSC.
Satu tangan YSC seperti memegang pintu dari Tong tersebut, lalu YSC berjongkok menyejajarkan dirinya dengan Ryuu. Mengangkat tangan berkulit hampir sama dengan Ryuu tersebut dan menyentuh surai Ryuu dengan lembut.
Hanya sebentar, sebelum tangan kokoh tersebut membuka paksa mulut Ryuu selebar mungkin dan memasukkan sejenis makanan yang sudah membusuk dan mengandung belatung serta binatang lainnya.
Makanan tersebut sudah membusuk, tidak berbentuk, berbau menyengat dan menjijikkan, bahkan sudah terdapat beberapa lobang yang berisi binatang melata, seperti cacing, belatung, semut-semut kecil, serta sejenisnya.
Ryuu merasakan semua binatang tersebut mengerumuni rongga mulutnya, menggeliat didalam sana, belum lagi bau busuk yang menguar membuat Ryuu ingin segera memuntahkan makanan tersebut.
“Jangan coba-coba memuntahkan nya, Telan!" bentak YSC. Ia menutup paksa mulut Ryuu dan mencengkram erat luka panah ditangan kanan Ryuu dengan sangat kuat.
“Telan!" ancamnya lagi. Ryuu benar-benar tidak punya pilihan lain selain menelannya, rasa asam dan gumpalan jamur serta binatang tersebut berhasil masuk kedalam tubuh Ryuu. Sedetik kemudian ia merasakan mual yang tidak dapat ditahan. Saat hendak memuntahkan nya, YSC mematahkan tangan kanan Ryuu dengan kejam.
"AAKHH!" Ryuu menjerit kuat saat tulangnya patah, ia merasakan nyeri yang teramat hebat disekitar lengan kanannya, bahkan sekarang sepertinya sudah membengkak dengan tulang yang menonjol keluar.
"Bunuh saja aku," ujar Ryuu lirih, ia semakin menunduk ketika merasakan rasa sakit lain diperutnya.
“Haha tidak, itu tidak akan seru. Nikmati waktumu dengan baik Tsunashi Ryuunosuke."
“Oyasumi Tsunashi Ryuunosuke."
YSC bangkit dan menutup pintu tong besar tersebut, lalu ia berjalan kearah sebuah kotak berukuran sedang bewarna hitam yang terdapat diujung Tong.
YSC lalu membuka kotak tersebut dan tersenyum sangat lebar. Ia berjalan kearah sebuah lobang yang ada diujung kaki Tong lalu menuangkan semua isi kotak hitam tersebut kedalam Tong.
Kaki jenjangnya kembali ketempat semula dan berbisik didekat pintu Tong. “Nikmati waktumu dengan teman mu Tsunashi-san!"
Ia berseru riang dan sedikit berjalan menjauh dengan melompat-lompat. Saat tiba disebuah pohon besar yang tidak jauh dari sana, YSC dengan sigap meraih salah satu dahan pohon dan memanjat lalu duduk dengan kaki menjulur kebawah sembari menatap senang kearah Tong berisi Ryuu.
Disisi lain, Ryuu merasakan sesuatu yang menggeliat, dan merayap cepat disekujur tubuhnya. Didalam kegelapan Ryuu tidak dapat melihat apa yang menaiki dan menjalar diseluruh tubuhnya tersebut. Namun ia hanya bisa pasrah, tubuhnya bahkan mungkin akan hancur dari dalam daripada hancur dari luar.
Berjam-jam Ryuu didalam Tong tersebut, ia mulai merasakan dampak dari makanan yang ia konsumsi tersebut.
Perlahan Ryuu terbatuk ringan, namun lama-kelamaan batuknya semakin kuat dan keras, disertai dengan darah yang tercampur beberapa cacing halus keluar dari mulutnya.
Tubuhnya mulai melemas, entah karena banyak darah yang keluar, atau mungkin juga karena parasit yang berkembang dan perlahan-lahan memakan organ dalamnya.
"Huwekk!" Ryuu memuntahkan seluruh isi perutnya, dibalik celah yang terdapat sedikit cahaya. Ryuu melihat jelas warna muntahan yang bewarna kehijauan, bercampur dengan merah darah. Bau busuk dan anyir tersebut membuat gejolak diperut Ryuu kembali meningkat.
Berkali-kali, berulangkali, Ryuu terus memuntahkan semuanya. Bahkan yang keluar tidak lah makanan, melainkan cacing-cacing tersebut dan darah.
Cacing tersebut melata mendekati Ryuu, memanjat tubuh yang sudah digenangi oleh darah dan madu. Ryuu merasakan geli dan lendir disaat bersamaan, lalu ia memekik kesakitan saat cacing tersebut menerobos memasuki telinganya.
"ARGHHHHH!!!"
"AKKHHH!!"
Ryuu menggelinjang saat binatang-binatang tersebut berlomba-lomba untuk masuk kedalam tubuhnya, melalui mulut yang meneriakkan kesakitan, melalui hidung yang tidak dapat mencium apapun, melalui telinga yang tidak dapat mendengar lagi. Menjadi ganas dan memakan daging-daging luar Ryuu.
Perlahan dimenit-menit terakhirnya ia mengingat wajah seseorang. Wajah datar dengan ucapan ketus yang sedang beradu mulut dengan pria lebih tua darinya.
Lalu Ryuu kembali mengingat percakapan mereka ditaman waktu itu, saat Tenn menceritakan masa lalu dan keraguannya.
[Story Game Idolish7 yang ke-5. Translate aku ambil dari YouTube @mutsumi_asari]
Saat itu dimalam yang gelap, ditaman yang indah terlihat tiga pemuda bersurai berbeda. Mereka duduk dikursi taman dan menatap hamparan bintang-bintang.
Sang Pemuda bersurai merah muda mulai sedikit meremas jari-jemarinya, menyalurkan rasa gelisah yang sedari tadi tertahan.
“Apa aku boleh bercerita tentang masa lalu ku?" tanya Tenn. Ia memandang kearah dua wajah lainnya.
Gaku dan Ryuu saling melemparkan pandangan, lalu menerbitkan senyum tipis diwajah mereka.
“Ini bukan masalah yang besar, saat aku masih kecil, saat Riku-- saudara kembar ku sakit. Itu saat yang sulit," ujar Tenn mulai bercerita, matanya masih memandang lurus kebintang-bintang yang bersinar cukup terang malam itu.
“Baik untuk Riku yang berusaha mati-matian bernapas, atau untuk orang tua kami yang melakukan terbaik untuk merawatnya."
“Aku adalah orang yang paling riang, tapi juga memiliki kesepian ku sendiri."
Ryuu berusaha tersenyum tipis ketika mengingat perkataan Tenn ditaman waktu itu. "Tenn... Mulai sekarang kau harus terbiasa dengan kesepian itu sshhn.." Ryuu menarik napas panjang kala sakit dan nyeri ketika ia berusaha berucap.
“Aku tidak ingin Riku yang menderita karena penyakitnya, merasakan hal yang lebih dari ini. Karena aku tidak ingin dia kesulitan."
Ryuu tersenyum miris.
“Kupikir aku sudah melakukan nya dengan baik, aku menyembunyikan kesedihan, rasa sakit, dan kesepian ku. Dan bersikap lembut pada Riku," ujar Tenn lirih.
"Mulai sekarang kau tidak harus menyembunyikan semua itu Tenn..." Perlahan napas Ryuu mulai terasa sesak.
Saat itu pemuda bersurai pink tersebut terus bercerita, ditemani dengan Ryuu dan Gaku dikedua sisinya. Saat Tenn sudah selesai bercerita Gaku menyahut.
“Bahkan jika aku merendahkan diri, menggertakan gigi atau bahkan ternoda oleh lumpur. Aku akan membuat mereka mengatakan betapa kerennya diriku," ujar Gaku membusungkan dadanya bangga.
"Haha... A-aku bahkan sama sekali tidak keren saat ini Gaku," ucap Ryuu pelan, ia merasakan tubuhnya mulai mati rasa dari bagian bawah.
“Aku tidak akan membiarkan mereka kehilangan pangeran yang mereka idamkan!" seru Gaku. Dan dibalas oleh dengus oleh Tenn.
"Kau bukan seorang pangeran, itu sebutan untukku," balas Tenn.
“Kalau begitu aku adalah Raja!" ujar Gaku menatap Tenn dengan kilatan dimatanya.
Ryuu terkekeh pelan, "Gomen... Sepertinya para Putri kita tidak akan bisa melihat ku lagi..."
Napas Ryuu mulai tersendat-sendat, manik coklat kelamnya bergetar. Lalu mengingat kesebuah janji yang belum ia tepati.
“Nii-chan!" Teriakan anak kecil itu begitu melengking, Ia berlari sedikit untuk mengejar Ryuu dan jatuh menerjang Ryuu.
"Huwa! Hati-hati Koutaro!" tegur Ryuu. Ia menahan berat badan Koutaro yang menerjang nya.
Anak kecil laki-laki tersebut lantas memamerkan gigi-giginya.
“Nii-chan ingin kembali? Tidak ingin tinggal lebih lama disini? Kounosuke-nii dan Soutaro-nii belum menemui Ryuu-nii," ujar Koutaro. Adik laki-laki paling kecil Ryuu.
Ryuu mengelus pucuk kepala Koutaro dengan lembut, “Nii-chan akan berkunjung dan melihat mereka lain kali. Nii-chan ada urusan mendadak, lain kali Nii-chan akan kesini dan menghabiskan waktu dengan kalian semua," balas Ryuu lembut.
Koutaro mengangguk mengerti lalu melambaikan tangannya, Ryuu berbalik badan dan berlari kecil menjauh dari adiknya.
Mengingat hal tersebut menyebabkan hati Ryuu berdenyut sakit. Ia merasa bersalah karena sudah berjanji pada adiknya seperti itu namun kenyataannya sama sekali tidak bisa menepatinya.
"Maaf Kounosuke, Koutaro, Soutaro... Nii-chan tidak bisa bertemu kalian lagi..."
Seluruh tubuh Ryuu mulai terasa dingin, ia menggigil didalam kegelapan sendirian, dengan rasa sakit yang tak tertahankan, napas Ryuu mulai melamban.
Lambat-laun napas Ryuu semakin menipis, pandangannya semakin memburam. Dan Ryuu perlahan menutup kelopak matanya.
“Sayonara Trigger."
Hembusan napas terakhir, bertepatan dengan kalimat perpisahan Ryuu. Bumi kian menangis menjadi-jadi merasa seperti sebuah kehilangan salah satu penduduknya.
Disebuah jurang yang gelap, Tenn berbaring menatap langit dengan pandangan hampa. Dadanya terasa sesak, hatinya digerogoti oleh kesedihan yang amat mendalam. Tangan putih pucat itu menutup seluruh wajahnya, lalu perlahan meluncurkan air mata yang semakin deras menyaingi hujan yang turun.
"Akhh! R-Ryuu! Ryuu!" Tenn meracau terus-menerus, memanggil nama Ryuu walau tidak disahut oleh empunya.
Ia mencengkram kuat dadanya yang terasa sesak, lalu meringkuk dalam dinginnya hawa dan gelapnya malam itu. Langit tanpa bintang dan bulan, menemani Tenn dalam kesendiriannya.
"Ryuu... Jangan tinggalkan aku," gumamnya lirih, kesadaran Tenn pun terenggut sepenuhnya.
“Tenn Ohayou!" Pria bersurai coklat itu tengah menyibak gorden kamar Tenn, membiarkan cahaya Sang Surya memenuhi isi kamar dari centernya.
"Ohayou Ryuu," balas Tenn pelan. Ia masih duduk ditepi ranjang untuk mengumpulkan nyawanya.
Ryuu tertawa kecil melihat hal itu, ia mendekati Tenn dan mengacak rambutnya.
“Hora... Cepatlah bersiap kita akan sarapan bersama dibawah," ujar Ryuu lembut.
Tenn mengangguk lalu menarik sedikit ujung kemeja yang Ryuu gunakan.
“Ryuu..." panggil Tenn pelan, ujung matanya tampak sedang menahan tetesan air yang siap meluncur.
Ryuu melihat hal itu menjadi bingung, ia mensejajarkan dirinya dengan Tenn.
“Ada apa Tenn?" tanya Ryuu lembut.
“Kau..."
“Tidak akan meninggalkan ku kan? Tolong jangan tinggalkan aku Ryuu..." ujar Ten pelan, bahunya bergetar dan matanya semakin memerah.
Ryuu yang melihat itu tersenyum tipis, lalu mengacak rambut Tenn pelan.
“Tenn," panggilnya lembut.
Tenn mendongak menatap Ryuu, ia melihat raut lembut itu.
“Berjanjilah padaku kalau kau tidak akan menyerah begitu saja. Bahkan kalau aku tidak ada di sisimu," imbuhnya lagi.
Tenn menggeleng ribut, ia mencengkram kedua tangan Ryuu dengan erat.
“Tidak! Jangan tinggalkan aku! Trigger tidak akan lengkap tanpa mu Ryuu!" seru Tenn.
Ryuu tersenyum sendu, lalu memegang lembut tangan centernya.
“Namun, aku harus pergi. Aku tidak bisa tetap tinggal disini Tenn," balas Ryuu.
“Kalau begitu bawa aku!" imbuh Tenn, menatap memohon pada Ryuu.
“Tidak!" ujar Ryuu tegas. Kedua lengannya memegang bahu Tenn dengan lembut.
“Kau harus tinggal disini Tenn, carilah Riku-kun," sambung nya.
Tenn sedikit tersentak saat mengingat Riku, namun secercah matanya masih menampilkan keraguan.
“Kau harus bertahan demi Riku, dan demi Trigger."
Ryuu mengusap rambut Tenn dengan lembut.
“Ja... Sayonara Tenn. Kita akan bertemu lagi, tenang saja. Tapi sebelum waktu itu hiduplah dengan segenap kekuatan mu Tenn. Aku selalu disamping mu. Tetap menjadi pendukung mu sama seperti Gaku," ujar Ryuu.
Tubuh Ryuu perlahan kian memudar, akhirnya tameng yang Tenn bangun runtuh. Ia menangis memeluk Ryuu dalam dekapannya, dengan sangat erat seakan tidak membiarkannya menghilang.
“Tenn.." panggil Ryuu lembut.
“Tersenyumlah," imbuhnya lagi.
Tenn menatap setiap inci wajah Ryuu, dengan lekungan bibir yang bergetar ia memaksakan senyumnya agar merekah dengan lebar. Walau matanya dibanjiri oleh air mata yang tidak berhenti, ia tetap tersenyum menuruti permintaan terakhir kakak laki-lakinya.
Ryuu ikut tersenyum ketika melihat senyuman Tenn, ia memeluk Tenn dengan lembut, “Aku suka senyuman Tenn," ujarnya dan seutuhnya menghilang.
Tenn meringkuk dilantai, ia memeluk dirinya sendiri melindungi rasa hangat yang tersisa dari pelukan terakhir Ryuu.
Bibirnya tetap tersenyum namun hatinya menjerit lebih keras dari apapun, itu adalah pelukan terakhir Ryuu, itu adalah suara terakhir Ryuu, itu adalah wajah terakhir Ryuu, itu adalah usapan terakhir Ryuu. Dan itu adalah waktu terakhirnya bersama Ryuu.
Tidak akan lagi seseorang yang masuk kekamar nya dan membangunkan nya dengan lembut, tidak akan lagi seseorang yang mengucapkan ohayou untuknya pertama kali, tidak akan ada lagi pelukan hangat Ryuu darinya, tidak akan ada lagi seseorang yang menengahi pertengkaran kecilnya dengan Gaku, tidak akan ada lagi sosok kakak laki-laki bagi Tenn.
Tidak akan ada lagi Tsunashi Ryuunosuke bagian dari Trigger.
****
T.B.C
8
609 kata.
Rabu, 22 Juni 2022
-Arabella-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top