0.46

Wanita itu terus mengamati seorang pria yang tidak sadarkan diri di atas kasur, dengan selang infus yang tertancap pada punggung tangannya. Kedua matanya langsung membanjiri pipi, melihat pria yang sangat ia cintai, terbaring lemah selama 2 hari ini di rumah yang ia tinggali di Busan (rumah kerabatnya).

Itu bukanlah tanpa alasan, Jihyo memang sudah membawa Jungkook ke rumah sakit, tetapi ia lebih memilih perawatan di rumah, karena ia tidak tenang dengan aroma yang ada di rumah sakit. Untung saja, Dokter memberi izin. Apalagi, saat seorang perawat akan datang untuk terus memantau perkembangan kondisi suaminya.

Jihyo tidak tahu menahu dari mana luka itu bersumber. Apa Jungkook bertengkar atau jatuh? Tentu saja, ia akan bertanya jika Jungkook telah sadar.

Bahkan, ia pun sudah mengetahui soal Kaylie yang telah mengetahui jika Jungkook telah menikah lagi bersama dengan dirinya. Dan berbeda dengan drama pada umumnya saat istri yang merasa dikhianati akan menuntut hak kepada suaminya. Kaylie malah berbeda! Wanita itu, bahkan menyuruh suaminya untuk menceraikannya atas dasar suaminya mencintai wanita yang telah menggantikan posisinya selama ia berusaha bertahan untuk sembuh. Jihyo tahu semua itu dari Yoomi, saat ponsel Jungkook terus bergetar.

Yoomi menjelaskan apa yang dikatakan Jungkook saat bertemu dengannya---semuanya. Bahkan, Yoomi mengatakan kepada Jihyo, agar mengambil keputusan yang tepat untuk kehidupannya dan anak yang masih dalam kandungannya.

Sekejap, Jihyo mengusap perutnya yang kini berbalut baju rajut yang hangat. Ia tidak bisa munafik pada dirinya sendiri dan keadaan, di mana ia yang ingin bersama dengan Jungkook dan membuat kisah yang harmonis---seperti keluarga pada umumnya.

Ia membenci Jungkook? Tentu saja. Akan tetapi, hatinya tidak bisa membiarkan kebencian itu menyeruak ke segala permukaan. Kenyataannya, ia sangat mencintai suaminya itu, lebih dari apapun.

"Jihyo, kau harus makan dulu. Ingat bayi yang ada di dalam kandunganmu."

Alhasil, Jihyo langsung mengalihkan pandangannya menatap daun pintu. Di sana, ia bisa melihat seorang wanita yang lebih tua darinya---itu adalah Bibinya.

"Suamimu akan baik-baik saja. Tidak lama lagi, suamimu akan sadar, tetapi untuk itu! Kau harus makan dulu. Kau belum makan sejak tadi," ucapnya lagi.

Mendengarnya, Jihyo menghembuskan napas sembari menatap Jungkook yang masih memejamkan mata. "Baiklah, Bibi Song. Aku harap, perkataanmu akan menjadi kenyataan," balasnya.

Sebelum pergi dari kamar ini, Jihyo terlebih dahulu menuntun jari-jemarinya untuk mengusap rambut Jungkook, kemudian berlalu dari sini. Bibi Song So Wun memang benar! Anak dalam kandungnya, membutuhkan asupan lebih. Ini bukan tentang dirinya saja, ini tentang anaknya juga.

Itu kenapa, Jihyo akan menuruti perkataan Bibinya itu.

***

Jungkook merasakan cahaya menerpa wajahnya, disusul kepalanya yang mendadak pening saat mencoba untuk membuka kedua mata dan menatap sekitar yang terasa begitu asing. Ia tidak tahu, di mana dirinya sekarang. Alhasil, ia mencoba untuk mengingat, kejadian sebelum dirinya berada di tempat seperti kamar dengan infus yang melekat dipunggung tangannya.

"Jihyo, kau bisa menghukumku! Aku akan menerima apapun! Asalkan kau bisa memaafkanku dan kita bisa kembali bersama ...."

Jungkook langsung tersentak. Ia baru mengingatnya. Stasiun dan Jihyo! Sehingga, Jungkook langsung menarik dan menyingkirkan infus itu dari punggung tangannya, lantas memaksakan diri untuk mencari keberadaan Jihyo di rumah ini. Jungkook sangat yakin! Jihyo'lah yang membawanya ke tempat ini.

Sekalipun seluruh tubuhnya serasa habis diremuk-remuk, Jungkook tidak peduli, karena ia hanya ingin menemukan keberadaan istrinya itu. Kalau bisa, ia ingin memeluknya dan tidak ingin jika istrinya kembali jauh dari dirinya.

"Cooky, sekarang kau harus makan! Ah, kau menggemaskan sekali!"

Jungkook yang berjalan mengikuti intuisi, kini mendengar suara yang terdengar lembut, tidak jauh dari tempatnya berdiri. Kenyataannya, ia kini melihat presensi Jihyo yang tengah bermain dengan seekor anjing yang lucu di teras rumah.

"Astaga, kau lucu sekali! Habiskan makananmu, Bibiku akan membeli banyak makanan untukmu, agar kau cepat besar!"

Jungkook tersenyum tipis, sembari menuntun dirinya untuk mendekat. Kerinduannya benar-benar membuncah, kala Jihyo benar-benar nyata dihadapannya. Namun, ia belum membuka suara, sebab ia masih ingin melihat interaksi itu. Tanpa sepengetahuan dari Jihyo sendiri, tetapi Jihyo langsung menyadarinya saat anjing mungil itu, melepaskan diri dari dirinya dan berlari melewati Jungkook.

Tentu saja, Jihyo sangat terkejut. Bahkan, ia salah tingkah.

"Em ... kapan kau ke sini?" tanyanya. Jungkook tidak menjawab, ia lebih memilih untuk mendekat ke arah Jihyo.

"Ka--kau itu masih perlu istirahat! Tidak seharusnya kau meninggalkan kasur! Kau pikir, kau itu seorang pahlawan yang sangat kuat? Lihat kondisimu sekarang!" omel Jihyo sembari menunjuk-nunjuk luka ditubuh Jungkook. Jihyo merasa canggung, tetapi detik selanjutnya, Jihyo makin terkejut saat melihat punggung tangan Jungkook yang mengeluarkan darah.

Itu membuatnya jengkel dan khawatir. Sementara, Jungkook! Pria itu seperti tidak waras saat tersenyum, padahal mendapat omelan dari istrinya.

"Astaga, Jung! Lihat itu! Kau---"

Jihyo tidak melanjutkan tutur katanya. Ia sangat terkejut kala Jungkook langsung memeluknya, diselingi dengan isakan.

"Aku sangat baik saat bisa melihatmu lagi, Ji."

"Aku sangat merindukanmu ...."

Mendengar Jungkook berujar dengan kondisi seperti itu, membuat Jihyo ikut tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia ikut terisak dan membalas pelukan itu. Jihyo juga mengangguk dalam pelukan.

"Aku juga merindukanmu, Jung. Setiap saat ...." imbuhnya.

Detik selanjutnya pun, Jungkook langsung meregangkan pelukan itu. Jemarinya menggenggam kedua jemari Jihyo dengan lembut dengan air mata yang terus berlinang.

"Aku memang salah, Ji. Pada malam itu---" Jihyo langsung menempel jari telunjuknya di kedua bibir itu sembari menggeleng.

"Jangan bahas malam itu. Kita tidak perlu membahasnya lagi, dan ... aku sudah mengetahui apa yang telah terjadi hingga kau bisa berada di tempat ini," ujarnya. Kemudian, menuntun kedua jemarinya untuk mengusap sebelah pipi Jungkook dengan lembut. Hal itu, membuat sang empu memejamkan mata. Ia menyukai sentuhan itu.

"Setiap aku mengingatnya, aku ingin membencimu, tetapi hatiku tidak bisa melakukannya. Sehingga, aku mencoba memahami apa yang terjadi dan ini sepenuhnya bukan kesalahanmu. Aku tahu, kau pasti sangat gelisah, sehingga menutupi kebenarannya kepada Kaylie. Aku sudah memahaminya. Untuk itu, maafkan aku, karena tidak menyakini rasa cintamu kepadaku, Jung ...," ucapnya lirih, sembari menyatukan kening mereka.

Jungkook yang mendengar hal itu, hanya menggeleng. Kedua jemarinya sontak memegang kedua pipi Jihyo dengan lembut lalu berkata, "kau tidak akan meninggalkanku'kan, Ji?"

Dengan kilat, Jihyo menggeleng. "Bagaimana bisa aku melakukannya jika hari-hariku sangat hampa tanpa dirimu, Jung?"

Tutur kata itu, benar-benar membuat Jungkook cukup tenang. Dengan rasa bahagia yang bergejolak, keduanya kini saling bertatapan penuh cinta. Bahkan, saat dengan perlahan, Jungkook memiringkan kepalanya untuk menyentuh bibir yang telah basah itu. Jihyo pun hanya memejamkan mata dan melingkarkan kedua tangannya diperpotongan leher, membiarkan Jungkook mencumbu dan melumat kedua bibirnya hingga menimbulkan suara desahan.

Untuk hari ini, keduanya dimabuk akan asrama. Bahkan, saat keduanya seakan ingin meminta lebih, tetapi dengan ragu, Jihyo menggeleng. Jungkook memahami hal itu. Terbukti, saat pria itu langsung mengusap perut Jihyo yang masih rata dengan lembut dan tersenyum tipis kepada Jihyo.

"Aku rasa, anak kita merindukan Dadnya. Biarkan aku menyapa, Ji. Aku akan melakukannya dengan hati-hati."

Akan tetapi, Jihyo menggelang. "Kau sudah tidak waras, ya! Kau itu sedang sakit," ucapnya, tetapi Jungkook tidak peduli. Ia merasa dirinya sangat baik.

Hal itu, membuat Jihyo merasa gelisah dan malu. Buru-buru, mencari sebuah alasan dan ia menemukannya. "Aku lupa, aku tidak memasukkan sayuran ke dalam kulkas. Aku ... aku akan melakukannya dan, dan akan membawakanmu makanan." Lantas pergi dengan senyum merona pada pipinya begitu saja, padahal Jungkook belum berkata apapun sebagai balasan.

"Jihyo, apa kau tidak punya alasan lain untuk menghindar?"

Namun, Jihyo menutupi kedua telinganya dan berlalu begitu saja. Jungkook yang sangat bahagia melihat Jihyo seperti itu, sontak menuntun dirinya untuk mengejar istrinya.

***

Tidak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Menggantikan masa-masa kelam dengan kisah baru yang indah. Bahkan, terjadi tidak diduga. Termasuk saat Kaylie---mantan istri Jungkook, ternyata membuat kisah baru dengan Mylan, juga Yunho dan Yoomi, benar-benar akan menikah bulan depan. Hal itu, membuat Yoomi sangat bahagia setelah perasaannya terus digantung oleh Yunho, hingga Jungkook kini berada di masa ia yang tengah menantikan anak keduanya di luar ruangan, bersama dengan Yeonjun dan Jiah.

Hari ini adalah hari persalinan Jihyo, dan itu membuat Jungkook sangat gugup, walau ia pernah merasakannya saat hari kelahiran Moni. Hanya saja, kali ini amat berbeda.

Yeonjun yang melihat sang kakak pun, sangat mengerti. Alhasil ia menepuk pundak sang kakak agar bersabar menanti persalinan berakhir. Yeonjun tentu paham, sebab ia sudah merasakannya saat Jiah melakukan persalinan secara normal. Bahkan, hal itu untuk pertama kalinya bagi mereka berdua.

Akan tetapi, kegelisahan Yeonjun pada waktu itu, lenyap begitu saja saat malaikat kecilnya telah menyapa dunia barunya. Yeonjun masih mengingat, tubuh kecil itu menjadi pelengkap rumah tangannya dengan Jiah. Walau mereka terikat karena keterpaksaan, bayi berjenis kelamin laki-laki yang diberi nama Jeon Yeon Hyuk, seakan menjadi alasan mereka untuk bersatu dan membuat keduanya saling mencintai. Itulah kenyataannya.

"Aku harap, mereka akan baik-baik saja, tetapi ini sudah cukup lama. Aku sangat khawatir, Yeonjun," ucap Jungkook sangat gelisah dan kegelisahan itu membuatnya sangat frustasi. Terlihat saat ia yang berjalan mondar-mandir, duduk dan berdiri---terjadi berulang kali.

Yeonjun maupun Jiah hanya bisa memaklumi. Mengingat, kakak ipar mereka mengalami kontraksi, di luar dari perkiraan dokter yang mengatakan seminggu lagi. Sekalipun, Jungkook memang telah menyiapkan diri, tetap saja ia sangat gelisah.

Namun, tidak lama dari itu, terdengar suara tangis bayi yang menggelegar. Membuat mereka sangat bahagia, bahkan saat disusul dengan seorang perawat yang membuka pintu. Buru-buru, mereka mendekat untuk menggali sebuah informasi.

"Perawat, bagaimana dengan istri dan anak kami?" tanyanya dengan gelisah.

Perawat itu tersenyum bahagia. "Persalinannya berjalan lancar. Keduanya baik-baik saja. Kalian bisa masuk ke dalam untuk melihat kondisi mereka. Selamat untukmu, Tuan, dan aku permisi dulu," ucapnya yang kemudian membungkukkan tubuh dan perlahan menjauh.

Tidak membuang banyak waktu, Jungkook langsung menuntun dirinya untuk masuk ke dalam ruangan itu terlebih dahulu. Disusul oleh Yeonjun dan Jiah yang berjalan beriringan.

Dari tempatnya berdiri pun, Jungkook dapat melihat istrinya yang kini memberi ASI kepada anak mereka. Pancaran kebahagiaan dapat terlihat dengan jelas di sana, bahkan semakin bertambah saat Jihyo melihat eksistensi suaminya yang mendekat. Jihyo sangat bahagia.

"Jung, lihatlah! Putra kita, adiknya Moni sangat menggemaskan. Dia sangat seperti dirimu," serunya. Jungkook yang telah berada di samping Jihyo, menatap bayi itu yang begitu haus. Tubuhnya sangat kecil, mengingatkannya pada Moni kecil yang dulunya terus menangis.

"Putraku ...."

Jihyo mengangguk, membuat Jungkook langsung mengusap pipi tembam itu dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Bahkan, saat bayi itu telah berhenti menyusu, Jihyo langsung memberikan Jungkook kesempatan untuk menggendong Jeon kecil. Dengan hati-hati, Jungkook melakukannya dan bersamaan dengan kehadiran Yeonjun juga Jiah.

"Selamat Kakak Ipar, anakmu benar-benar menggemaskan!" ucap Jiah. Jihyo tersenyum lebar.

"Sangat kebetulan sekali, Yeonhyuk punya teman bermain. Oh iya, Kak! Siapa nama putramu?" tanya Yeonjun. Mendengar itu, membuat Jungkook langsung tersenyum lebar. Ia sudah memiliki nama untuk anak perempuan dan laki-lakinya suatu saat nanti.

"Jeonshan, Jeon Jeon Shan," ucapnya sambil memandang Jihyo yang mengangguk berkali-kali sebagai persetujuannya. Menurutnya, itu sangat indah.

"Nama yang indah, aku tidak sabar melihat Yeonhyuk dan Jeonshan akan bermain di masa depan nanti. Mereka akan menganggu Moni, tetapi juga akan menjadi pelindung untuk Moni," sahut Yeonjun yang mulai berkhayal.

Jihyo dan Jungkook pun sangat menantikan masa itu tiba. Akan tetapi, mereka akan menikmati masa-masa indah untuk sekarang ini, setelah mereka telah melalui banyak rintangan kehidupan, tetapi pada akhirnya, mereka telah menemukan kebahagiaan sesungguhnya.

Bagi Jihyo, Jungkook adalah kehidupan dan kebahagiaannya hingga dunia akan berakhir, dan berlanjut kekal di nirwarna nanti. Begitupun dengan Jungkook.

| T A M A T |

Jeon Jung Kook♡

Park Ji Hyo♡

***

Finally, akhirnya cerita ini sudah tamat. Alhamdulillah😭 setelah sekian lama, cerita ini bisa tamat, ahhhh bahagia banget pokoknya. Untuk itu, makasih buat kalian yang selalu nunggu dan beri aku dukungan buat tamatin cerita ini.

Dan, aku minta maaf jika ada salah sama kalian semuanya. Mungkin, cerita ini tidak sesuai dengan ekspektasi kalian. Mohon maaf, aku hanya manusia yang halunya sampe sini doang, hehehe.

Bagaimana pendapat kalian? Mohon kritik dan sarannya.

Segitu aja dan sampai bertemu dicerita Junghyo yang otw nangkring di wattpad. Atau ada ide yang bisa kalian lempar ke sini? Siapa tahu, bisa aku kembanginkan, wkwk.

Segitu aja, ya.
Purple u💜
Jnurpriyanti18

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top