0.45

Ia tidak bisa berpikir jernih. Kenapa takdir mempermainkannya sangat dalam? Kenapa saat ia mulai menyadari semuanya, ada hambatan besar seperti ini dalam perjalanannya?

"Jihyo," ucap Jungkook sangat lirih, diselingi kekalutan.

Saat ini, tujuannya hanya satu, yakni menuju stasiun Busan, sebab kereta mengalami kecelakaan saat hampir tiba di Busan. Korban kecelakaan telah dievakuasi dan Jungkook berharap, Jihyo bukanlah salah satu korban yang terluka. Ia tidak bisa membayangkan saat Jihyo yang sedang mengandung, terluka sedikitpun.

Jungkook menggeleng. "Itu tidak boleh terjadi," ucapnya sembari menghapus bulir air matanya. Lantas, keluar dari mobil setelah memarkirnya, setelah melalui perjalanan cukup panjang.

Dari tempatnya berdiri, Jungkook dapat melihat sekumpulan orang yang berwira-wiri, baik itu masyarakat, tim medis dan tim kepolisian. Suara sirene mobil ambulans dan mobil polisi terdengar memekik, ditemani suara para kerabat korban yang menangis tidak berdaya.

Tidak membuang banyak waktu lagi, Jungkook dengan jiwa yang hanya memikirkan keadaan istrinya, langsung menuntun dirinya untuk mencari informasi mengenai kecelakaan itu lebih detail lagi. Ia memasuki area stasiun dan mendapati banyak orang yang histeris kala melihat orang yang mereka sayangi, telah tiada dan mendapati banyak luka.

Jungkook tidak tahu pasti, berapa korban yang telah tewas. Sebab, berita hanya mengabarkan korban yang terluka.

Setibanya di dalam stasiun, ia bingung untuk melakukan hal apa. Alhasil, ia menghentikan seseorang polisi yang tengah berlalu di sekitarnya.

"Pak, Bisakah aku bertanya? Di mana kita bisa melihat korban-korban kecelakaan?"

"Kau bisa ke bagian sana! Kau akan melihat nama-nama korban yang ada dilayar monitor. Aku pergi dulu, banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kata Polisi itu yang langsung pergi begitu saja.

Alhasil, Jungkook menuntun dirinya ke bagian di mana banyak orang dengan langkah panjang. Tidak peduli dengan keadaannya yang cukup mengkhawatirkan setelah beradu kekuatan dengan Mylan. Bahkan, Jungkook tidak berniat untuk mengobati lukanya, karena ia lebih memikirkan, luka yang ada dihati istrinya.

Dengan seluruh kekuatan yang masih ada, Jungkook kini berada di antara banyak orang yang berdesak-desakan untuk mencari nama Jihyo. Sekalipun, ia merasakan perih pada lukanya karena desakan itu, tetapi ia tidak peduli dan terus berusaha untuk mencari nama Jihyo.

Namun, ia tidak menemukannya. Apakah itu berita baik?

"Kenapa nama putriku tidak ada dilayar monitor? Putriku mengambil perjalanan dari Seol ke Busan!"

"Pak Polisi, tolong jelaskan!"

Jungkook yang mendengar keluhan itu, yang membuatnya langsung keluar dari desakan tersebut. Ia juga mendapati kasus yang sama, dan butuh penjelasan.

Pak Polisi itu tampak berusaha untuk menenangkan keluarga korban, tetapi semua orang tentu tidak bisa tenang jika menyangkut keselamatan orang yang disayangi. Begitupun dengan Jungkook.

"Pak Polisi, jawablah pertanyaan kami!" kata semua orang yang menuntut jawaban. Hal itu, sontak membuat polisi tersebut menghela napas.

"Pihak kepolisian masih mencari korban yang bisa saja tertimbun di antara puing-puing kereta. Untuk itu, kalian harus tetap tenang. Kami akan terus memberi kabar dan memperbaharui informasi dilayar monitor," jelas polisi itu. Bukannya merasa tenang, semua orang makin khawatir. Termasuk dengan Jungkook.

Ia tidak puas dengan informasi itu dan memilih untuk mendekati polisi yang hendak pergi. Jungkook mencegatnya, "Pak, aku tidak bisa tenang dengan keadaan ini. Istriku ada dikereta dan bahkan sedang mengandung anak kami. Kumohon---"

"Kami turut prihatin dengan keadaan ini, Tuan. Kami telah berusaha semaksimal mungkin dan mohon tenanglah---"

"Tapi aku tidak bisa tenang! Aku tidak bisa tenang jika saja istriku belum ada kabar. Aku bahkan tidak bisa membayangkan jika terjadi sesuatu dengannya, Pak! Kau pikir, aku bisa tenang dengan keadaan ini, hah?" ucap Jungkook yang memotong ucapan Polisi itu dengan nada tinggi.

Alhasil, polisi itu berkacak pinggang, ingin menimpali. "Pertama-tama, obati lukamu itu, dan kau harus memahami satu hal, Tuan. Memangnya, apa yang kami lakukan sejak tadi? Hanya menonton? Lihat, bukan kau saja yang merasakan hal ini. Beberapa orang juga, jadi jangan membuat masalah ini makin panjang dan tunggulah informasi selanjutnya!" balas polisi itu yang kemudian berlalu begitu saja. Meninggalkan Jungkook yang frustasi mendengarnya.

Ia bisa gila jika terus-terusan seperti ini. Bahkan, ia kini terisak dengan luka yang menghujaminya. "Ya Tuhan, Jihyo, kau di mana?" ucapnya dengan lirih sembari mengusap rambutnya. Lantas, mengamati tubuhnya yang benar-benar prihatin di dinding yang berbahan kaca---memantulkan presensi tubuhnya.

Semua bayangan tentang kebersamaannya dengan Jihyo pun langsung terputar di kepalanya. Di mulai dari pertemuan mereka dan hari-hari kebersamaan yang akhirnya menimbulkan rasa dan membuat kehidupannya lebih bermakna. Jungkook mengingat semuanya.

"Ini semua karena aku. Ya! Karena aku, Jihyo menderita seperti ini! Kau memang brengsek, Jeon Jungkook!" isaknya sembari menendang dan memukul tiang yang menjadi penopang bangunan stasiun. Oleh karena itu, membuat jemarinya berdarah. Bahkan, ia mulai merasakan lemah pada tubuhnya. Akan tetapi, ia terus berusaha untuk baik-baik saja. Sebab, selama Jihyo belum ditemukan keberadaannya, ia tidak bisa tenang begitu saja.

***

"Kami belum menemukan istrimu, Tuan. Akan tetapi, tim kepolisian akan terus menelusurinya. Untuk itu, bersabarlah dan tetap tenang."

Itu yang dikatakan oleh polisi kepadanya. Kenyataannya, tidak membuatnya tenang, ia malah makin khawatir. Apalagi, langit hampir digantikan oleh cahaya rembulan, dan ia belum mendengar kabar istrinya sampai sekarang.

Kehidupannya makin berantakan saja. Manalagi, saat ia yang tidak menjawab pesan dari orang terdekatnya seperti Yeonjun, Yoomi dan Yunho.

Sejak siang pun, ia hanya terduduk di depan stasiun dengan harapan agar semuanya kembali membaik---masih dengan kondisi yang sama saat ia tiba di Busan. Acap kali, membuatnya berpikir; ia akan benar-benar tidak waras jika alur takdir akan seperti ini.

Dan Jungkook, mulai merasa dirinya tidak waras. Ia hanya tertawa pelan menahan ringisan, saat bayangan Jihyo tiba-tiba saja melintas di bola matanya. Jungkook hanya bisa memejamkan mata, dan kembali membuka kedua matanya dengan lirih. Namun, nyatanya eksistensi itu tetap sama. Alhasil, membuatnya terdiam dengan perasaan yang tercampur aduk.

"Ji ... Jihyo ...." Jungkook berujar dan merasakan sakit pada tubuhnya saat mencoba bangkit. Nyatanya, eksistensi itu tetap ada, di mana baru saja keluar dari kantor administrasi yang tidak jauh dari stasiun.

Ini bukanlah sebuah kebetulan dan ilusi. Jungkook yakin, itu benar-benar Jihyonya, istrinya yang sejak tadi ia nantikan. Alhasil, dengan tenaga yang ia miliki, mencoba mendekati seseorang yang sangat mirip dengan Jihyo---tanpa mengalihkan tatapannya sedikit pun dan terus melangkah hingga berada di belakang wanita itu yang akan berjalan entah ke mana, walau jarak keduanya cukup jauh, tetapi Jungkook dapat merasakan aura di mana itu adalah Jihyo.

"Jihyo!" Akan tetapi, wanita itu tidak berbalik dan terus melangkah dengan pelan. Tidak ingin ketinggalan dan ingin mengantisipasi hal yang bisa terjadi, membuat Jungkook mempercepat langkah dan mencegat pergelangan tangan itu.

"Jihyo!"

Detik selanjutnya, wanita itu langsung berbalik dengan rasa penasaran dan terkejut saat mendengar suara itu. Bahkan, wanita itu makin terkejut melihat kondisi seorang pria di hadapannya yang memang sangat dikenalinya.

"Jihyo, syukurlah kau baik-baik saja, aku ... aku sangat takut sesuatu terjadi denganmu," ucapnya dengan manik berkaca sembari mengambil langkah untuk mendekat. Namun, wanita itu yang memang seorang Park Jihyo, langsung mengambil langkah mundur untuk menjauh---membuat jarak yang lebih jauh di antara mereka---dengan rasa terkejut yang begitu tampak di wajahnya.

Melihat itu, membuat Jungkook merasakan nyeri dalam hatinya. Dengan rasa sakit saat Jihyo mencoba menjauh, Jungkook mengangguk paham. "Aku tahu, kau membenciku, karena kejadian malam itu. Aku sangat tahu, luka itu terus ada dalam hatimu, Ji. Akan tetapi, kau harus tahu satu hal ...," jedanya dan menghembuskan napas panjang, lalu berkata, "aku sangat mencintaimu dan tidak bisa hidup tanpamu, Ji. Aku ... aku sudah memutuskan untuk tetap bersamamu dan keluarga kecil kita."

Jungkook mengatakannya dengan kedua mata berkaca dan bahagia. Namun, Jihyo masih terdiam dengan menatap wajah Jungkook dengan lekat. Ia memang terluka, tetapi hatinya lebih terluka lagi jika melihat keadaan Jungkook seperti ini.

"Jihyo, kau bisa menghukumku! Aku akan menerima apapun! Asalkan kau bisa memaafkanku dan kita bisa kembali bersama ...," ucap Jungkook yang mulai merasakan lemah pada tubuhnya. Ia baru mengingat, belum mengisi perutnya dengan apapun sejak tadk.

Jihyo yang melihat itu, tersentak. Ingin menolong, tetapi ada rasa enggan dalam egonya. Alhasil, ia bimbang dengan dua pilihan yang ingin dilakukannya. Namun, Jihyo langsung memiliki opsi pertama, saat pria yang ia cintai, ambruk menyentuh aspal trotoar. Bahkan, Jungkook langsung tidak sadarkan diri.

"Jung! Sadarlah! Aku tidak akan memaafkanmu jika kau tidak sadar!" Jihyo memekik sembari membawa kepala itu ke dalam pangkuannya dan mencoba memberi sentuhan agar suaminya tersadar. Namun, itu nihil terjadi. Alhasil, Jihyo memilih untuk membawa suaminya ke suatu tempat. Persetanan dengan kejadian pada malam itu.

Tbc.

Maaf yah, kalau nggak ngefeel sama kalian👉👈

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top