0.39

Matanya terasa sangat berat saat mencoba membuka kedua manik bulatnya dan menatap sekitar. Kepalanya juga serasa mendapati hantaman cukup kuat lantaran mengingat apa yang baru saja terjadi dengan dirinya. Dan ingatan soal Kaylie yang kembali muncul dipermukaan, membuat Jihyo kembali menangis---tidak memikirkan jika air matanya mungkin telah habis atau matanya yang akan bengkak setelahnya.

"Huft, kau masih menangis, Jihyo? Ada apa sebenarnya?"

Terkejut. Dengan kilat, Jihyo menoleh ke sumber suara. Ingin mengamati siapa yang membawanya ke rumah minimalis ini---sekejap, ia mengamati dirinya yang kini berpakaian kasual. Padahal, ia mengenakan gaun pemberian Jungkook.

Pria yang kini menyandarkan diri di pintu, sontak tersenyum---memperlihatkan gigi kelincinya. "Tidak perlu khawatir, Ji. Aku tidak memperkosamu, karena yang membantumu berbenah adalah Kakakku dan ini pun, aku mengajakmu ke rumahnya," katanya sembari mendekat. 

Jihyo yang masih syok dan belum mengamati pria itu sontak mengalihkan tatapannya dengan terkejut. "M-mylan? Kau?"

"Iya, aku Mylan. Dan oh iya, aku membawamu ke sini, karena aku takut tertangkap paparazi. Bukankah, sangat aneh jika kita termuat dalam berita mengenai; Mylan sang aktor yang membawa seorang wanita, istri dari pengusaha Jeon Jungkook ke apartemennya? Dengan keadaan yang cukup memprihatikan," katanya seraya mendekat dan mendudukan dirinya tepat di samping Jihyo.

"Sebenarnya, aku tidak bisa menganggu privasimu, tetapi aku hanya penasaran, kenapa keadaanmu bisa sampai begini? Apa sesuatu terjadi?" tanya Mylan dengan ramah.

Jihyo belum memberikan tanggapannya. Kedua manik bulatnya, memilih untuk mengamati paras Mylan terlebih dahulu sebelum akhirnya, menatap lurus ke depan dengan kosong. "Hidupku perlahan hancur, Mylan … Kaylie kembali lagi .…" lirihnya dengan tangis.

Mylan yang tadinya memasang ekspresi biasa saja, sontak terkesiap bukan main. "Ka-kaylie mendiang istri Jungkook maksudmu? Tetapi, bukankah Kaylie itu sudah meninggal?" katanya memastikan.

Jihyo sontak menangis, membenarkan tutur kata itu. Ia benar-benar rapuh, kala Jungkook lebih memilih Kaylie saat tidak menjelaskan kebenarannya, bahkan tanpa menghentikannya. Yang benar saja?

"Oh, astaga! Kenapa bisa Kaylie hidup lagi? Sungguh, takdir tidak bisa ditebak," balasnya. Masih dengan tampang terkejut. Ia pun, bingung untuk menenangkan Jihyo yang tidak ingin berhenti menangis. Hingga, seorang wanita datang dengan celemek yang melekat pada tubuhnya.

"Mylan, kau apakan dia?" tanyanya langsung, diselingi dengan tatapan horor.

Sontak, Mylan mencibir wanita yang tidak lain adalah kakaknya---Myonsoo Koch---membuat wanita itu berkacak pinggang seraya mendekat ke arah Jihyo. "Sungguh, aku tidak mengerti saat anak ini mengajakmu ke sini dan meminta bantuan kepadaku. Aku paham, kau baru saja mengalami hal buruk, tetapi bisakah kau mengatakan, kenapa kau bisa sampai begini? Anak ini tidak memperkosamu'kan?" ucapnya secara gamblang. Refleks, membuat Mylan berdecak.

"Ais, Kak! Kau ini kenapa, aku tidak mungkin melakukannya. Dia temanku, Park Jihyo dan Jihyo, ini Kakakku! Myonsoo Koch. Untukmu Kak, Jihyo memang mengalami hal buruk! Dia meninggalkan rumah serta suaminya, karena istri pertama suaminya yang dinyatakan meninggal, kenyataannya masih hidup," jawabnya mewakili Jihyo yang kini termenung dengan tatapan kosong.

Dengan kilat, Myonsoo mendelik. "Istri pertama? Jadi …." Myonsoo tidak melanjutkan ucapannya. Agak bingung untuk mengatakan apa yang ada dipikiran. 

Melihat sang kakak perempuan yang tampak linglung, membuat Mylan mengenal napas. Myonsoo begitu banyak bertanya dan menuntut jawaban.

"Bagaimana ya, suaminya Jihyo, pernah menikah. Akan tetapi, istrinya meninggal karena kecelakaan dan akhirnya menikah dengan Jihyo. Namun, entah dari mana adanya angin, istri pertama ini kembali lagi. Garis besarnya seperti itu, dan aku tidak tahu lagi," katanya seraya menilik Jihyo yang terus menangis---tidak berminat untuk menghentikannya.

Myonsoo paham, dan tidak ingin berkomentar lebih. Hanya saja, apa yang didengarnya seperti drama pada umumnya---tidak pernah berpikir jika ia akan ikut andil dalam drama yang memang nyata itu. Myonsoo pun sebagai seorang wanita, tentu mengerti bagaimana terlukanya Jihyo saat ini. Sekalipun ia belum menikah, tetap saja!

"Eh, kalau begitu, kau istirahatlah. Tinggallah di sini untuk beberapa saat ke depan, dan Mylan, biarkan Jihyo sendiri dulu. Dia memerlukan ruang dan waktu untuk merenung," katanya dengan lirih.

"Tapi Kak … iya, aku paham." Mylan hanya tersenyum statis kala melihat tatapan membunuh dari sang kakak yang umurnya hanya terpaut 4 tahun dari dirinya. Bahkan, saat sang kakak yang kini berjalan terlebih dahulu, membuat Mylan akhirnya menghela napas.

"Jihyo, aku ada di ruang tamu. Jika membutuhkan sesuatu, aku ada di sana dan … jangan terus menangis," itu membuatku terluka saat melihatmu menangis karena pria bejat seperti Jungkook. Hanya saja, Mylan tidak memiliki kekuatan untuk mengatakannya dan sontak, berbalik untuk menuju haluannya.

"Mylan!"

Sekejap, Mylan menghentikan langkah dan menoleh pada Jihyo yang sesenggukan. "Terima kasih."

Dengan senyum yang terbentuk, Mylan mengangguk. "Kau berharga bagiku, Ji. Sama-sama." Lantas kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Jihyo seorang diri dengan tangisnya.

***

Jungkook frustasi dan terlihat kacau. Kesalahannya sangat fatal dengan mengakui Jihyo sebagai 'sekretaris'. Bahkan, perasaannya semakin campur aduk kala Jihyo meninggalkan ponselnya di atas meja. Entah di mana Jihyo saat ini dan apakah ia baik-baik saja. Itu membebani pikirannya.

"Jihyo, seharusnya kau bisa memahamiku …," ucapnya lirih dengan mata terpejam---menahan tetesan bening yang ingin meloloskan diri. Namun, ia tetap tidak bisa menahannya.

Ia memang mengakui kesalahannya. Ia suami yang jahat dan tidak bertanggung jawab. Hanya saja, ia takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan pada Kaylie. Manalagi, untuk pertama kalinya, Jihyo tidak ingin memahami dan mendengar beberapa penjelasan. 

"Akh!" Jungkook memekik di ruang kerjanya. Setelah apa yang terjadi beberapa waktu lain, ia serasa tidak bisa tenang dan terus dihantui rasa bersalah.

"Kak, aku mendengar semuanya. Akan tetapi, hyung tidak bisa seperti ini. Kaylie juga harus tahu---"

"Dia akan mengetahuinya, Yeonjun. Namun, tidak sekarang. Dia baru saja pulih, apa kau tidak mendengar penuturan dokter?" pangkasnya dengan mengusap wajahnya dengan kasar dan menahan tubuhnya dengan berpegangan pada meja.

Yeonjun yang masih mengenakan pakaian tadi, sontak menghela napas panjang dan mendekat ke arah sang kakak. "Kak, bagaimana dengan Moni?"

Jungkook baru menyadarinya, ia melupakan Moni karena masalah ini. Namun, ia masih mengingat di mana putrinya sedang melakukan camping di sekolah sekitar 3 hari. Sekilat, ia cukup tenang dan akan mempersiapkan diri untuk diwawancarai setelah hari itu tiba.

"Moni sedang melakukan camping."

Yeonjun hanya mengangguk, yang kemudian menatap Jungkook dengan lekat. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Sekalipun ini masalah kakaknya, ia tetap tidak bisa tenang dan santai saja.

Dengan spontan, Yeonjun menghela napas untuk sekian kalinya. Hingga ia mengeluarkan sesuatu dari kantung hoodie-nya dan menaruhnya di atas meja. Dua buah minuman kaleng dengan kadar alkohol sebanding dengan soju.

"Ini masalah, Kak dan hanya Kakak'lah yang bisa menyelesaikannya," katanya seraya membuka segel minuman kaleng itu dan memberinya pada Jungkook. "Untuk malam ini tidak masalah. Aku juga akan menemanimu, hyung."

Jungkook mengerjap-erjapkan matanya kala melihat perlakuan Yeonjun kepadanya. Bahkan, Yeonjun sangat tahu jika ia tengah stres---ia memerlukan minuman beralkohol untuk mengatasinya---melupakan masalah yang bertamu, sebelum kembali menjalani hidup.

"Yeonjun, terima kasih dan maaf," katanya dengan mata berkaca. Setelah ia mengambil minuman kaleng itu dan mengamati Yeonjun yang kini membuka segel minuman kaleng untuk dirinya sendiri.

"Tidak masalah, Kak. Akan tetapi, jangan biarkan masalah ini berlarut-larut. Segera putuskan, dan jangan biarkan! Hal yang paling berharga untukmu, menjauh dan tidak akan pernah kembali lagi."

Jungkook terdiam mendengar tutur kata dari sang adik yang terdengar bijak dan menamparnya. Itu memang benar, ia harus segera memutuskannya.

***

Jihyo lelah menangis---juga ia lapar dan haus. Mungkin terdengar tidak tahu malu, tetapi itu memang benar. Lagipula, ia hanya meminum sedikit koktail---belum mengisi perutnya dengan makanan. Awalnya, ia dan Jungkook ingin menghabiskan waktu di rumah, tetapi itu harus urung terjadi.

Dengan kilat, ia menghela napas, lantas mengedarkan pandangan dan bangkit dari ranjang. Dengan langkah pendek, ia beranjak menuju keberadaan pria yang telah menolongnya---Mylan---tidak melihat jam dinding yang telah menunjukkan angka 12 malam.

"Mylan pasti sudah tidur," gumamnya. Akan tetapi, ia tetap ingin memastikan dan nyatanya, ia melihat Mylan yang tengah menonton film yang terputar di televisi seraya menyemil. Padahal, ini sudah sangat larut, tetapi pria itu belum juga tertidur.

Apa Mylan sengaja berjaga untuk diriku?

"Jihyo? Kau butuh sesuatu?" Sambil bangkit dari kegiatan baringnya di atas sofa, dan mendekat ke arah Jihyo---televisi masih menampilkan tontonan film laga.

Jihyo tentu gugup, dan tanpa ia sadari, ia langsung mengangguk. Beriringan dengan suara perutnya yang berbunyi nyaring. Jihyo sontak terkekeh seraya mengusap ceruk lehernya.

Bagi Mylan, itu sangat lucu. Alhasil, ia tersenyum lebar---gigi kelincinya kembali menyembul. "Aku rasa, Noonaku memasak lumayan banyak. Aku akan memanaskannya dan tunggu aku di meja makan."

"Tapi …."

"Jihyo, tidak perlu sungkan," katanya dengan menatap Jihyo lekat. Jihyo pun mengangguk dan menanti Mylan di meja makan. Sekejap, ia mengingat pertemuannya dengan Mylan. Ia pun tersenyum tipis, walau luka dalam dirinya terus mengirisnya sangat perih---entah kenapa, ia terus ingin menangis. Seakan, hanya itu yang bisa ia lakukan.

Tidak butuh waktu lama, Mylan datang membawa makanan yang sudah ia panaskan. Jihyo dapat melihat Tteokbokki, Bulgogi, Kimchi dan semangkuk nasi kini disajikan oleh Mylan di hadapannya. 

"Mylan, aku ... berterima kasih lagi, karena---"

"Ck! Tidak perlu formal seperti itu. Kita teman. Dalam pertemanan itu, terima kasih dan maaf, tidak ada. Aku melakukannya tulus, tanpa meminta balasan apapun. Jadi," jedanya seraya mengaitkan sumpit pada jemari Jihyo dengan telaten, "makanlah. Tidak perlu disisa. Aku dan Noonaku sudah makan saat kau tertidur."

Jihyo sontak mengangguk, lantas berkutat pada makanan yang ada di hadapannya. Bahkan, Jihyo memakannya dengan lahap, membuat Mylan amat sedih melihat wanita---cinta pada pandang pertamanya seperti ini. Mendadak, ia kesal sendiri pada Jungkook yang tidak becus dalam hal ini. 

Akan tetapi, Mylan mencoba untuk tidak memikirkan soal Jungkook dan Jungkook. Ia hanya ingin melihat Jihyo makan dengan lahap tanpa bosan, hinga Jihyo kini menatapnya dengan lekat---kedua mata bulat itu terlihat bengkak dengan hidungnya yang cukup memerah.

"Ada apa?" tanya Mylan karena Jihyo menatapnya tanpa bersuara. Bahkan, wanita itu menghentikan sesi makannya. Manalagi, Jihyo menatapnya dengan tampang serius.

"Jangan katakan atau lakukan apapun kepadanya."

Sekejap, membuat sebelah alis Mylan kini terangkat. "Kepada Jungkook? Hm … baiklah. Aku akan menuruti perintahmu, tetapi …."

"Tetapi?"

"Tinggallah di sini! Aku khawatir, kau akan menjadi gelandangan di luar sana. Tenang saja, Kakakku setuju. Bahkan, ialah yang merekomendasikannya," lanjutnya. Jihyo dibuat terdiam untuk mencernanya, hingga tidak lama, Jihyo mengangguk dan kembali berkutat pada makanannya.

Karena itu, Mylan tersenyum bahagia---ia sangat bahagia.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top