0.34
Sekarang, waktunya istirahat. Setelah mengunjungi beberapa tempat yang ada di Verona. Walaupun, itu masih beberapa---masih ada yang belum mereka kunjungi. Akan tetapi, waktu dan keadaan yang tidak memungkinkan, membuat mereka akan melanjutkanya esok hari.
Bahkan, pribadi Jeon itu dapat melihat istrinya kini tertidur lelap saat ia harus berbenah diri di dalam kamar mandi. Jungkook hanya tersenyum tipis seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk putih yang ditanggalkan di bahunya.
Hingga tidak lama, ia dapat mendengarkan suara bising yang bersumber dari ponselnya. Alhasil, membuat kedua alisnya bertaut dengan pertanyaan yang berada di kepalanya, mengenai siapa yang meneleponnya dilarut malam seperti ini.
Jeon Yeon Jun.
"Kenapa dia tiba-tiba meneleponku?" tanyanya pada dirinya sendiri yang kemudian menjawab panggilan suara itu.
"Halo, Kak. Bagaimana kabar Kakak dan Kakak Ipar?" tanya Yeonjun sebagai kalimat pembuka dalam pembicaraan kali ini.
Terlihat, Jungkook yang menyimpan handuk kecil itu di kursi nakas. Lantas, menuntun tungkainya untuk menjauh dari eksistensi Jihyo---memilih untuk menjadikan pemandangan di luar dinding kaca sebagai paronamanya.
"Aku dan Jihyo baik. Kami menikmatinya dan kau sendiri? Oh iya, apa Adik Iparku baik-baik saja?"
"Syukurlah, kalau begitu kak," katanya dengan lega. Akan tetapi, sukses membuat Jungkook mengerut bingung. Biasanya, akan ada hal tersembunyi jika lawan bicaranya berkata seperti itu.
"Aku dan Jiah juga baik-baik saja, tidak ada yang--"
"Apa ada masalah? Kau tidak biasanya meneleponku. Bahkan, kau pasti sangat tahu jika waktu di Verona saat ini, menjadi waktu tidur seseorang? Bukannya aku tidak suka, tetapi aku malah sangat yakin jika ada yang tidak beres di sana," ujarnya dengan sebelah tangan yang memijit pelipis karena pening mulai melanda. "Apa ada yang kau ingin katakan, tetapi kau malah takut menganggu waktu honeymoonku?"
Yeonjun belum berkata. Hanya suara angin yang terdengar, hingga tidak lama, pribadi di seberang sana menghela napas. "Ini tentang kakak Iparku, Kak ...."
Jungkook sudah menduganya. Apalagi, ia tidak lagi mendapati kabar soal pria itu setelah menjalani masa honeymoonnya hingga kini. Sontak, Jungkook menoleh ke arah Jihyo yang masih terlelap dalam tidurnya yang kemudian kembali pada sambungan telepon itu.
"Seharusnya, Kak Yunho yang menjelaskan persoalan ini, tetapi dia lebih memilih memastikan beberapa hal kepadaku di mana, terjadi pembengkakkan pengeluaran dana yang tidak terduga. Ini soal Kakak yang memberikan kartu kredit kepada Kakak Iparku. Aku sama sekali tidak mengerti lagi dengan jalan pikiran pria itu, jadi aku ingin mengabarkan hal ini dan aku minta maaf atas perilakunya."
Mendengar penuturan sang adik, membuat Jungkook langsung saja menyisir rambutnya ke belakang dengan kasar. "Kenapa harus meminta maaf? Seharusnya, aku berterima kasih karena kau mengatakan ini semua. Untuk itu, kau tidak perlu khawatir lagi. Aku akan membahas lebih lanjut hal ini dengan Yunho dan Yoomi untuk memblokir kartu kredit itu detik ini juga," ucapnya yang membuat seberang sana bernapas dengan lega.
"Baiklah, Kak. Kalau begitu, aku matikan sambungannya agar Kakak bisa beristirahat. Sampaikan salamku kepada Kakak Ipar dan selamat malam." Jungkook yang belum berkata apa-apa lagi, Yeonjun langsung mematikan sambungannya.
Jungkook memilih terdiam beberapa saat, sebelum ia berkutat pada ponselnya untuk mengirimi pesan penting kepada Yunho.
Dengan senyum sinis yang terpampang, ia lantas memainkan ponselnya setelah pesan itu terkirim. "Ternyata, kau suka juga bermain-main dengan seorang Jeon Jungkook …."
"Goo Joongi!"
***
Kerlap-kerlip ruangan ini, terus menyala tanpa henti. Ditemani, dentuman musik yang mengisi begitu candu. Manalagi, saat beberapa wanita dengan pakaian minim mencoba merayu saat ia tengah bermain dan bersenang-senang dengan teman-temannya.
"Wow, aku tidak pernah menyangka jika Joongi bisa menikahkan adiknya dengan anak bungsu bagian keluarga Jeon yang ternama itu," kata seorang pria seraya meneguk wiskinya, sembari menunggu waktunya untuk mengeluarkan kartu.
Membenarkan hal itu, pria yang lainnya mengangguk. "Itu benar-benar fantastis! Kau harus tahu, Joongi! Keluarga Adik Iparmu itu, pengusaha ternama dan memiliki kekayaan yang tidak akan ada habisnya."
Alhasil, Joongi tersenyum tipis mengamati kartunya. "Dia bodoh, sehingga begitu mudah untuk diperalat. Dia memberikanku kekayaan dan bahkan! Dia memberikanku usaha secara cuma-cuma," kekehnya. Membuat semua orang di tempat itu, merasa tidak bisa membayangkannya.
Lantas, mereka menikmati pesta di kelab ternama itu tanpa jengah---hingga pagi menjelang. Sekalipun, ia harus merelakan pundi uangnya yang habis tersisa karena kalah. Karena baginya, masih banyak uang yang berada di sebuah kartu yang diberikan kepadanya.
"Bagaimana, kau masih ingin bergabung, Joongi?" tanya salah seorang pria. Karena untuk kesekian kalinya, Joongi habis tidak tersisa.
"Tentu, aku punya banyak uang dan aku tidak akan berhenti sampai aku mengalahkanmu," katanya yang kemudian menelepon orang yang ia percaya untuk membawakannya nominal uang.
"Bawakan aku uang di tempat sepertinya biasa--"
"Tetapi, Jeon Jungkook telah memblokir kartu anda. Karena tagihan yang begitu membengkak dalam pemakain tiga hari saja."
Mendadak, Joongi mengepalkan kedua tangannya. Apalagi, saat suara seberang sana terdengar begitu jelas. Bahkan, dapat didengar oleh beberapa orang. Sehingga, dia kini mendapati bisikan dan senyum mengejek dari semua orang.
Ia malu, sampai ke ubun-ubun.
"Karena alat yang mempermudahmu selama ini telah memblokir kartu itu, apa kau tetap ingin bergabung? Atau tetap ingin mengalahkanku, Joongi?" kekeh pria itu. Membuat Joongi langsung meninggalkan tempat tersebut untuk ke rumah kediaman Jeon.
Tanpa mempertimbangkan banyak hal lagi, ia langsung saja meninggalkan kelab itu dan menuntun kedua kakinya ke parkiran. Akan tetapi, ia malah melihat bagaimana dua pria berbadan kekar kini berdiri di setiap sisi mobilnya. Membuatnya kembali bertanya-tanya, manakala ia tidak diizinkan untuk masuk ke dalam mobilnya. Bahkan, salah seorang dari pria itu, meminta kunci mobilnya.
"Ini mobilku! Menyingkir, atau kuhajar kalian!" katanya dengan emosi, tetapi dua pria itu tidak memedulikannya.
"Kami hanya menjalankan perintah dari atasan kami, Jeon Jungkook! Dan, anda harus bisa bekerja sama dengan kami, karena kami tidak akan melakukan pekerjaan ini dengan kekerasan. Akan tetapi, jika anda memintanya, kami tentu akan mengabulkannya." Pria itu berujar penuh penekanan. Membuat Joongi sangat frustasi.
Buru-buru, ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang yang menjadi akar dari kekesalannya pagi ini.
Nomor yang anda tuju, sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.
Akan tetapi, ia malah harus mendengar suara operator yang semakin membuat jengkel saja. Dengan kekesalan yang membuncah, ia menunjuk kedua wajah pria itu setelah memberikan kunci mobilnya dan kemudian, berlalu meninggalkan tempat ini.
***
"Hei, biarkan aku masuk!" Joongi berteriak pada pihak keamanan yang menjaga mansion milik Jungkook. Bahkan, saat suara yang terdengar otomatis karena dikendalikan oleh pihak andal terdengar, ia tidak peduli dan berusaha melakukan hal yang dianggapnya benar.
"Mohon maaf, anda tidak memiliki akses untuk masuk ke dalam mansion. Bahkan, anda tidak memiliki janji apapun--"
"Tetapi, Adikku menjadi bagian dari keluarga ini. Apa kau tidak mengetahuinya!" Sambil mengumpat pada layar monitor kecil yang memperlihatkan kemurkaannya.
"Maaf, Tuan Joongi. Pemilik rumah ini, telah memberikan kami kabar agar tidak membiarkan anda masuk. Silahkan, meninggalkan pesan dan tempat ini, sebelum saya menghubungi pihak polisi karena merasa terganggu dengan kekacauan yang anda buat."
Sungguh, Joongi tidak bisa berbuat apapun saat pihak keamanan mansion itu telah mengatakan hal demikian. Ia memilih terdiam beberapa saat, hingga akhirnya menendang kedua pintu utama itu cukup keras dan berbalik.
Namun, langkahnya terhenti begitu saja dengan kedua tangan yang mengepal kuat. Ia menoleh, mengamati betap indah mansion itu dan maniknya tidak sengaja berpapasan dengan sang adik yang terdiam dengan mengelus perutnya. Bahkan, saat adiknya langsung menutup tirai itu dan menghilang dari hadapannya. Membuat otaknya kini menjalar ke mana-mana. Hingga di mana senyum licik langsung merekah begitu saja.
"Kau bermain-main denganku, Jungkook. Akan kupermainkan dirimu juga, sama seperti dirimu yang melakukannya kepadaku!"
***
Jihyo tidak berhenti tertawa saat Jungkook mengajaknya berkeliling di sekitar kota, setelah mengunjungi Castelvecchio Museum yang amat terkenal di Verona. Itu kenyataannya, di mana Jihyo harus mendengar kekonyolan Jungkook yang terus bertutur kata---begitu cerewet dan jauh sekali dari kata dinginnya.
Apalagi, saat mereka berhenti di sebuah toko yang menyediakan beberapa suvenir khas dari Verona. Sungguh, Jihyo tidak bisa menahan kegeliannya saat Jungkook malah membeli topi seperti badut dan menggunakannya dengan tampang konyol---menghilang kewibawaan seorang Presdir Jeon yang melekat begitu terhormat. Bahkan, saat Jungkook malah berperilaku seperti pantomim dan terus mengikuti dirinya saat ia sedang mengamati isi toko ini yang menyediakan makanan ringan, benda-benda unik dan masih banyak lagi yang tentunya menjadi ciri khas dari Verona.
Karena itu, Jihyo hampir lupa untuk memotret kegiatan yang mereka lakukan . Dengan spontan, ia membalikkan kamera itu untuk memotret pose mereka. Bahkan, mereka menggunakan banyak kostum di toko ini dan berpose. Sungguh, Jihyo paling menyukai saat ia mencium pipi kanan Jungkook penuh cinta.
Alhasil, foto itulah yang berhasil tersimpan di diarinya dengan kutipan yang terlintas di otaknya.
Dengan segala rencana yang Tuhan ciptakan, kami menjalaninya dengan penuh cinta.
Tidak sampai di sana saja, mereka kembali melanjutkan kegiatan mereka setelah keluar dari toko suvenir itu. Mereka menikmati bagaimana segarnya udara siang hari ini, dan tidak menyadarkan mereka yang kini berada di pasar Mercato Dell'Antiquariato e Del Collezionismo. Pasar yang akan menyerbu pengunjung dengan kios-kios yang menawarkan segala jenis barang-barang kuno, dari peralatan makan hingga peralatan kerja, dari kain hingga buku, catatan, mainan, keramik, dan banyak lagi.
Mereka dapat melihat bagaimana terjadi tawar-menawar antara pembeli dan penjual. Tidak luput juga, mereka dapat melihat bagaimana keseruan berbelanja di pasar ini. Hingga, Jihyo harus tersentak saat Jungkook menariknya untuk ke suatu tempat---lebih masuk lagi ke dalam pasar dan berhenti di sebuah kios kecil yang terlihat aneh, tetapi antik.
Kios itu menjual hal-hal yang antik, kuno dan mistis. Bahkan, penjualnya terlihat seperti peramal dengan bola kristal yang berada di hadapannya.
"Selamat datang pasangan muda," sapanya dengan bahasa internasional. Membuat Jungkook dan Jihyo hanya tersenyum simpul. Jihyo bahkan tidak mengerti alasan kenapa Jungkook mengajaknya kesini dan tidak memberikan penjelasan.
"Terima kasih, Madam. Aku ingin bertanya, apa kau menjual sesuatu yang berharga?" tanyanya. Ampuh membuat Jihyo bertanya lebih luas lagi. Bahkan, bukankah Jungkook tidak percaya dengan ini semua?
Ia tidak sempat bertanya. Apalagi, saat wanita berpakaian serba hitam itu mengangguk dan mengeluarkan sesuatu dari kotak panjang yang disimpannya. Itu seperti kotak cincin, tetapi Jihyo tidak tahu pasti.
"Inilah yang sangat berharga dan saya simpan hingga kini. Benda ini, memiliki arti tersendiri yang dapat membuat kisah cinta pemakainya terus berlanjut tiada henti. Melampaui kisah Romeo dan Juliet yang berakhir tragis. Setidaknya, dua cincin dengan permata delima ini, akan membuat pemakainya memiliki kisah cinta yang berakhir bahagia---mewakili bagaimana seharusnya terjadi dalam ikatan sebuah percintaan," kata wanita itu dengan sangat jelas.
"Jung, aku tidak mengerti!"
Jungkook hanya tersenyum tipis sembari mengelus pipi itu. "Ini hanya hadiah dariku. Rekomendasi dari temanku, di mana ini hadiah yang bagus untuk kuberikan kepadamu."
Tutur kata itu, sontak membuat Jihyo menggeleng. "Kau sudah memberikanku kebahagiaan tanpa henti, seharusnya tidak seperti ini."
"Tidak masalah," katanya tulus. Lantas teralihkan pada wanita itu. "Aku akan membelinya. Akan kubayar berapa pun."
Akan tetapi, wanita itu hanya tersenyum dan mengangguk. "Aku tidak meminta uangmu, Tuan. Ini milikmu, milik kalian. Aku telah menjaganya selama ini dan sangat senang saat kalian ke tempat ini."
Karena itu pun, Jungkook dan Jihyo sama-sama mengerut bingung. "Maksudnya?" tanya Jihyo.
"Aku berharap, kalian bisa menjalani masalah yang datang tidak lama lagi."
TBC.
Hm, masalah apa ini yah? Ada yang bisa menebak?☻ wkwk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top