0.30

Hilir angin malam, menerbangkan setiap helaian surai pendek wanita bermanik bulat itu saat ia memilih untuk mencari paronama dengan mengamati pemandangan dibalik dinding kaca. Sangat indah saat ia dapat menikmati senja dan fajar setiap harinya. Itu antusiasnya kala memandang ke jendela ini.

Apalagi, saat pernikahan Jiah dan Yeonjun telah berakhir yang membuatnya benar-benar bisa beristirahat kalah ia harus mengurus beberapa hal. Bahkan, suaminya juga berlaku yang membuat tidak ada interaksi untuk seharian ini di antara mereka. Mereka hanya bisa saling memandang dan menjabarkan keadaan dengan bahasa isyarat dari jauh. 

Akan tetapi, ia dapat melihat bagaimana leganya Jungkook saat pernikahan itu telah usai. Jungkook seperti kekurangan beban. Pun, Kakek dan Nenek tampak bahagia, walau ia tidak menampik bagaimana eksistensi mertuanya yang dapat memainkan peran sebagai sosok yang amat bahagia di depan banyak media, tetapi nyatanya, itu semua hanya artifisial untuk menjaga nama baik di hadapan banyak orang.

Sangat miris, melihat bagaimana tiang keluarga yang serasa hidup tak saling membutuhkan. Hanya sebatas formalitas dan selebihnya, hidup sesuai dengan kehendak masing-masing. 

Jihyo tidak pernah mengkhayalkan akan menghabiskan seluruh hidupnya di tengah-tengah keluarga yang seperti di drama yang pernah ia tonton. Akan tetapi, takdir memang tidak pernah diketahui, saat apa yang diinginkannya harus bertolak belakang dengan keadaan. Itu memang benar.

Sambil memutar ponsel di antara jemarinya, ia tidak mengalihkan tatapannya sedikitpun, bahkan saat ia mengingat di mana Jungkook menghapus semua kenangan yang berada di rumah ini dengan meletakkannya ke dalam gudang.

Awalnya, Jungkook ingin membuangnya saja. Akan tetapi, ia sendirilah yang menyuruh Jungkook untuk tetap menyimpan kenangan itu, karena Jihyo paham, kenangan itu pastinya sangat berharga sebelum kehadirannya di rumah ini.

Kini, lamunannya langsung pecah saat ia dapat merasakan jari-jemari gagah yang kini menelusup ke pinggang rampingnya---membuat maniknya berotasi dengan perasaan jengkel karena presensi aroma citrus yang amat dihapal indra pengciumannya. Aroma yang terbuat dari ekstrak jeruk yang memang melekat pada tubuh suaminya sejak dulu. 

“Karena sibuk, aku hampir lupa jika ada seseorang yang merindukanku.” Jungkook berujar seraya mengendus seperti kucing diperpotongan leher jenjang Jihyo yang membuat sang empu merasakan geli.

“Maafkan aku. Sebagai gantinya, akan kubayar dengan honeymoon yang sempat tertunda.” Pun membuat Jihyo membulatkan maniknya begitu sempurna, membuat manik itu serasa ingin mengelinding seperti kelereng dipermukaan lantai yang dingin. Bahkan, saat ia berbalik untuk menatap keseriusan suaminya dan kenyataanya, tidak ada kebohongan yang didapatnya.

Jihyo memicingkan matanya yang membuat Jungkook dengan usil menyentilnya, sehingga Jihyo yang mendapatkan perlakukan seperti itu meringis dengan kesal. “Ais, ini sakit!” sambil memegang dahinya dan sang pelaku hanya berpangku tangan dengan terkikik.

“Sangat menggemasan jika istriku seperti ini. Serasa aku ingin terus melakukannya agar adik Moni segera hadir dengan cepat." 

Maka hanya dengan tutur kata itu, ampuh membuat Jihyo menyalurkan kekesalannya dengan memberikan pukulan ringan yang dapat ditangkis oleh Jungkook sembari memperlihatkan sebuah tiket yang membuat Jihyo menghentikan aksinya dan memilih memberikan fokus pada tiket itu.

"Apa? Tiket ke Verona? Astaga," tuturnya terkejut. Ia benar-benar tidak menyangka saat suaminya merencanakan acara honeymoon mereka yang katanya di Verona, Italia---di mana negara yang menjadi lokasi kisah Romeo dan Juliet terjadi. Ia sudah memastikan, Jungkook pasti mengeluarkan banyak pundi-pundi uang setelah pernikahan mereka dan juga pernikahan Yeonjun yang telah terlaksana dengan megah. 

Jungkook tidak mengatakan apa-apa lagi setelah ia menjabarkan jika mereka akan berangkat besok sore, menggunakan jet pribadi yang telah ia beli khusus untuk Jihyo. 

Astaga. Bisakah, Jihyo berteriak karena suaminya yang tidak mengatakan apapun perihal jet itu? Apalagi, saat dengan entengnya, suaminya itu mengatakan ini belumlah seberapa. Sungguh, ia menjadi kesal sendiri saat suaminya terus menghamburkan uang. Padahal, dulu, ia sangat sulit untuk mendapatkannya. Mungkin, inilah yang dinamakan sebagai buah dari kesabaran, tetapi seharusnya tidak seperti itu juga.

"Kenapa? Kau tidak suka? Aku pernah melihat diarimu di mana, kau berharap bisa mengunjungi kota itu dengan jet pribadi. Kenapa mendadak seperti tidak suka?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat yang membuat Jihyo menggelengkan kepala.

"Definisinya tidak seperti itu, maksudku, kau membeli jet pribadi dan berniat melakukan honeymoon di Verona, kenapa tiba-tiba sekali? Dan pastinya, biaya yang kau keluarkan sangatlah fantasis--"

"Aku tidak pernah mempermasalahkan soal uang kepadamu. Akan kulakukan jika kau bisa bahagia dengan cara itu." Pun, membuat Jihyo kembali menggelengkan kepalanya. Kedua sudut bibirnya juga ikut merekah dengan iringan jari-jemarinya yang kini menangkupkan kedua pipi itu.

"Melihatmu saja sudah cukup, Jung. Aku tidak memerlukan honeymoon ataupun hadiah itu, karena aku hanya ingin kau terus ada disisiku hingga kapan pun itu."

Jungkook sukses bungkam dalam senyumannya. Jihyo yang menyadari itu merasakan gemas dalam waktu yang bersamaan, sehingga ia hanya bisa memainkan kedua pipi itu dan mengakhirinya saat ada beberapa hal yang harus ia kerjakan. Namun kenyataannya, ia telah membangunkam sisi lain dari Jungkook yang kini memperlihatkan smirknya---bahkan, saat sebelah tangannya kini mengusap pipi itu dengan lembut, memberikan sengatan luar biasa kala ia mempersempit keadaan.

"Sekalipun kau tidak memintanya, aku akan melakoni, Ji. Kau kini segalanya bagiku," tuturnya amat lembut. Beriringan saat Jihyo kini berjalan mundur ketika Jungkook terus menghilangkan jarak di antara mereka, hingga ia merasakan jatuh ke permukaan kasur yang empuk.

Itu sukses membuat Jungkook tersenyum miring, karena malam ini, akan menjadi malam panjang sebelum perjalanan mereka ke Verona.

***

Sepertinya, waktu cepat sekali berlalu di mana saat ini, mereka harus berangkat ke bandara, karena semuanya telah tersedia. Terlebih lagi, saat jet pribadi yang mereka akan gunakan, telah bersiap untuk lepas landas. Tinggal menunggu kehadiran mereka saja.

Akan tetapi, perjalan menuju bandara harus terkendala saat mereka masih berada di rumah megah untuk melakukan pamitan kecil-kecilan dengan Yeonjun, Jiah dan Moni. Soal Nenek dan Kakek Jeon, beliau telah kembali ke Songpa setelah mentari berada di ufuk timur. Sementara ayah dan ibunya, harus kembali dengan pekerjaannya setelah penikahan itu selesai. Agak singkat, karena waktu begitu berharga untuk mereka sia-siakan dengan keluarga.

"Yeonjun, jaga Adik Ipar pokoknya. Sayangi dia dan ini juga berlaku untuk, Moni. Aunty Jiah tidak boleh lelah difase kehamilannya," ucapanya memperingati yang sontam mendapat hormat dari Moni dan jempolan dari Yeonjun.

"Kakak ipar tidak perlu khawatir. Aku akan menjaganya." Pun mendapat anggukan dari Moni. 

"Aku juga akan menjaga Aunty Jiah agar adik bayinya sehat. Dan untuk Dad, jangan membuat Mom sedih di sana. Jika itu terjadi, aku akan menggantung Dad di pohon pinus didetik itu juga."

Alhasil, membuat semua orang yang tengah berkumpul di depan rumah untuk melakukan perpisahan kini tertawa. Hingga, acara perpisahan itu harus dihentikan, karena mereka harus segera ke bandara. Jihyo kini memasuki mobil, tetapi Jungkook masih enggan untuk memasukinya karena ada satu hal yang ingin ia katakan pada adiknya.

Terlihat bagaimana Jungkook yang memegang kedua pundak Yeonjun dengan ekspresi yang tidak terbaca. Bahkan, saat Jungkook kini mendekatkan bibirnya ke daun telinga itu dan berkata dengan suara pelan.

"Hubungi aku jika, sesuatu telah terjadi. Seminggu di Verona, semua tentang rumah, aku mempercayakanmu, Jun. Jangan menyembunyikan apapun kepadaku. Karena, aku juga memiliki banyak akses yang bisa mengawasi kalian setiap saat," bisiknya yang membuat napas Yeonjun tercekat.

Namun, ia langsung memberikan sebuah anggukan. "Aku tidak akan mengecewakan, Kak."

***

"Apa yang kau bicarakan dengan, Yeonjun? Apa ada sesuatu?" tanya Jihyo kala mobil kini melaju dengan kecepatan sedang---sesuai keinginan Jungkook pada supir yang mengambil kendali kemudi.

Jungkook yang tengah sibuk dengan Ipadnya, mengalihkan tatapan dengan sekilas lantas menghela napas. "Tidak ada, hanya berkata yang sama dengan dirimu."

Ia pun hanya mengangguk yang beriringan dengan menatap pemandangan luar melalui jendela mobil. Sungguh, ia sudah menulis di catatan kecil, daftar tempat yang akan ia kunjungi selama seminggu ini di Veronia. Tempat yang memang sedari dulu ia ingin kunjungi suatu saat nanti jika ia sukses di masa depan. Dan kini, impiannya itu akan terkabul tidak lama lagi.

"Ah, aku serasa bermimpi," gumamnya, membuat Jungkook sontak mematikan Ipadnya yang kemudian menatap Jihyo dengan lekat, lantas memberikan cubitan kecil di lengan yang membuat Jihyo meringis. "Itu sakit!"

"Aku hanya membuktikan jika kau tidak bermimpi, Nyonya Jeon," ujarnya yang sontak membuat kedua lembah pipi itu bersemu merah.

Jungkook hanya bisa terkekeh saat mengamati lamat-lamat semua fitur wajah Jihyo yang membuatnya tidak bisa melepas pandangan. Sungguh, ia mengakui kecantikan amat luar biasa dari istrinya itu. Begitu terpancar secara alami dan membuatnya terus berdebar.

Tbc.

Acie, yang pengen honeymoon☻wkwk.

Halo, semuanya. Semoga kalian nggak bosan nungguin setiap bagian Hidden Side. Hehehe.

Oh, iya. Ada yang main di Novelme? Coba intipin karyaku di sana. Udah ada dua, hehehe. Kalau penasaran itu apk apa, itu sama kek wattpad kok. Cuman cukup ribet, krn harus tunggu review dari editornya dulu🙂baru bisa publish.

Ini ceritaku. Kamu tinggal ketik dikolom pencarian nama penggunaku; Jnurpriyanti18. Aku mulai aktif disana juga, hehehe😁




Oh iya, jangan lupa masukin di rak kalian, yah😀jangan lupa beri komen juga.




Sampai jumpa❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top