0.27

Pagi kini datang, mengganti malam yang penuh cinta dan kasih sayang. Malam yang menjadi saksi bahwasanya mereka kini disatukan sepenuhnya oleh sang pencipta. Setidaknya, perkara yang datang, tidak mengindahkan afeksi yang terus berkobar dan menyala seperti api. Itu kenyataannya.

"Aku minta maaf lagi."

Pribadi itu yang baru saja keluar dari kamar mandi dan kini terduduk di atas kasur, lantas mengeringkan rambutnya yang basah. Jihyo telah berganti pakaian, tetapi mimik mukanya kini memperlihatkan bahwa dirinya sedang kesal.

Bukan karen apa. Hanya saja, apa yang terjadi semalam, membuatnya tidak bisa berjalan seperti biasa---terasa perih sesaat mencoba untuk menggerakan kedua kakinya. Selangkangnya begitu sakit.

Dan lagi, Jungkook meminta maaf bukan karena itu, lebih kepada bulan madu mereka yang harus ditunda karena Jungkook tidak bisa bersenang-senang jika adiknya terpuruk. Itu sebenarnya sebuah kejutan. Akan tetapi, kini bukan menjadi kejutan lagi sesaat ia mengutarakannya akan membawa Jihyo ke Roma, Italia---tempat di mana kisah Romeo dan Juliet terjadi. Begitu indah jika kisah baru mereka akan dimulai dari sana.

Jihyo yang tengah membaca sebuah buku, hanya bisa mengangguk seraya tersenyum tipis. "Tidak masalah. Masih banyak waktu untuk ke sana. Lagipula, aku tidak yakin jika kita akan berjalan-jalan di sana. Kau pasti tahu maksud istrimu ini'kan?"

Arkian, membuat Jungkook terkekeh. Itu artinya, Jihyo mengartikan maksud bulan madu mereka hanya sebatas pergulatan panas di atas kasur. Astaga! Jungkook langsung saja tergelak. Bahkan membuat gigi kelincinya itu menyembul.

Karena itu, Jihyo pun mendengus sebal. "Tertawa saja sepuasmu. Menyebalkan!" Sambil kembali membaca buku bersampul putih itu, menyembunyikan wajahnya yang merona seperti tomat.

Jungkook tampak menatap Jihyo lekat, sangat lekat. Akan tetapi, harus teralihkan saat ponselnya berdering. Itu pesan dari Yeonjun yang baru mengetuk isi ponselnya.

[Yeonjun]
Aku sudah menyakinkan diriku, Kak. Terima kasih. Seandainya Kakak tidak menampar diriku melalui untain kata itu, aku dan Jiah mungkin akan menyesal suatu hari nanti. 

Membaca tiap kata itu, membuat kedua sudut bibirnya terbentang. Itu artinya, adik kecilnya akan menikah dan itu akan membuat lega. Jangan ditanyakan apa yang Jungkook perbuat setelah mengetahui perkara ini.

Ia telah menghubungi pengacara andalnya untuk mengurusi kasus penundaan wisuda adiknya dan juga kasus hak cipta pada sebuah perusahaan. Semua akan selesai dalam waktu dekat ini. Setidaknya, ia ingin adiknya mendapatkan haknya sebagaimana mestinya. Itu memang harus terjadi.

"Siapa?" Pertanyaan itu membuat Jungkook berbalik dan menggeleng. "Dari Yeonjun. Dia telah menyakinkan dirinya dan akan menikahi wanita itu."

Jihyo yang mendengarnya kini bisa tenang. "Itu kabar baik. Memangnya, kapan waktu pernikahannya?"

Tampak Jungkook yang berpikir atas pertanyaan itu lalu tersenyum tipis. "Aku akan membicarakan ini dengan mereka."

"Jangan terbawa suasana!"

Jungkook mengangguk. "Tentu, itu pasti." Lalu sekilat, Jungkook menatap layar ponselnya yang telah menunjukkan angka tujuh pagi dan berpindah untuk menatap Jihyo.

"Kau harus makan. Aku akan kebawa mengambil sarapanmu."

Jihyo kembali mengalihkan bacaannya dan menggeleng. "Tidak perlu, aku bisa sendiri."

Omong kosong. Mana bisa dirinya mengambil makanan itu di dapur. Selangkangnya masih sangat sakit. Jungkook benar-benar liar malam tadi. Bahkan, Jungkook tidak akan berhenti jika belum mendapatkan orgasmenya---titik kenikmatan pada dirinya.

Sialan memang. Apalagi, Jungkook kini memberikan tatapan penuh makna yang kemudian melipat kedua tangannya. "Oh, benarkah?"

Jihyo gelagapan sendiri. "Ya. Aku bisa melakukannya." 

"Ya, sudah! Coba lakukan." 

Jungkook benar-benar mengjengkelkan. Karena kesal sudah memuncak, ia pun menaruh buku itu di atas kasur dan bersiap untuk melakukannya. Sementara Jungkook, pria itu memilih menatap lekat sang istri dengan berpangku tangan.

Dia pikir aku membutuhkan bantuannya apa! batin Jihyo dengan kesal. Ia sudah berdiri dengan menjadikan pinggiran kasur sebagai sandaran tangan. Namun, detik selanjutnya sesaat dirinya ingin memberikan satu langkah, ia benar-benar tidak bisa menahan tubuhnya. Beruntung, Jungkook telah sigap menangkapnya sebelum ia jatuh dipermukaan lantai.

"Baik-baik saja?" tanyanya. Jihyo lantas menggeleng, karena berbohong pun tidak ada gunanya. Walhasil, Jungkook kini menuntun Jihyo untuk kembali duduk di atas kasur dengan dirinya yang kini merangkung. "Sudah kukatakan, kau tetap di sini. Aku akan membawakan sarapanmu dan lain kali, aku akan meminimalisirnya."

Hoh. Jihyo tidak mengerti maksud akhir kata dari suaminya itu. Memangnya ia ingin meminimalisir apa? Tidak jelas sekali. Bahkan, saat suaminya itu hanya memberikan satu kecupan ringan di kening sebelum meninggalkannya seorang diri di kamar ini.

*****

Malam tadi cukup panjang, tidak mengindahkan Yeonjun yang nyatanya, membawa seorang wanita membelah gelapnya malam hingga mentari berada di langit. Bukan tanpa alasan ia melakukannya, lebih kepada ingin menetralkan pikiran wanita itu agar lubuk dan benaknya lebih tenang lagi. Ya, dengan membawanya jauh dari tempat itu dan berakhir di sebuah perbukitan.

Yeonjun bahkan tidak menyadari jika mereka berdua terlelap setelah bercerita banyak hal di mana mereka terduduk di atas rumput. Bahkan, Yeonjun memberikan jaketnya secara cuma-cuma dan juga sebuah dekapan yang hangat---tidak peduli jika ia juga memerlukan hal itu.

Yeonjun telah terbangun. Mungkin sudah sangat lama dan ia belum berniat merubah posisi ataupun membangunkan Jiah dari dekapannya. Hal yang ia lakukan hanya meraih ponselnya dari dalam saku, mencoba menjadi pribadi yang tenang agar Jiah tidak terbangun. Lantas, menekan layar ponsel itu tidak terlalu lama lalu kembali menyimpannya. Ia mengirimi sebuah pesan kepada sang kakak untuk memberikan kabar soal ini.

Kini, maniknya menatap pemandangan yang ada di depan yang memamerkan betapa indahnya kota Seoul lalu beralih kepada Jiah yang saat ini merasa gelisah pada tidurnya.

Yeonjun tentu bingung untuk melakukan satu hal, karena ini kali pertamanya ia melakukan sentuhan intim dengan seorang wanita. Melakukan kencan saja tidak pernah. Bahkan, ia tidak memiliki teman wanita, karena kepribadiaannya yang lumayan tertutup. Tahu-tahu, serpihan kisahnya seperti ini, padahal ia sangat berusaha menjadi pria baik-baik dengan fokus pada karir terlebih dahulu.

Takdir memang susah ditebak dan sangat rahasia.

Ia pun mencoba tenang dengan mengelus surai panjang itu dengan lembut. Akan tetapi, hal yang dilakukannya malah membuat Jiah terbangun. Membuat manik mereka saling beradu cukup lama.

Yeonjun akui, Jiah begitu cantik---sangat cantik malahan. Bibirnya yang tipis nan basah, bulu mata lentik dengan bola mata seolah bersinar, membuatnya merasakan satu gejolak aneh yang mencuat.

Sekilat, ia menggelengkan kepalanya dan kembali menatap Jiah. "Eh--aku akan mengantarmu pulang." Yeonjun berujar setelah ia menyadarkan dirinya dari lamunan tidak jelas yang membuat Jiah mengangguk menyetujuinya. Namun, sekejap Yeonjun merasakan jari-jemari Jiah yang bergetar dan juga dingin seperti es.

"Kau kenapa?" tanyanya penasaran.

Jiah menggeleng dan memejamkan matanya. "Tidak, tidak kenapa-kenapa."

Kenyataannya pun, Jiah tidak pandai menyimpan kebohongan. Yeonjun mengerti satu hal, tetapi ia tentu sangat ingin mendengar wanita itu bertutur kata seadanya saja. Setidaknya, ia bisa  mengenal lebih jauh wanita yang akan menjadi istri dan ibu dari anaknya.

Sehingga ia kini mensejajarkan diri setelah Yeonjun yang tadinya berdiri dan mencoba mencari hal lebih mendetail dari bola mata itu. "Biar kutebak terlebih dahulu."

Penuturan itu, sukses membuat Jiah memiringkan kepalanya karena bingung. Namun, ia lebih memilih membungkam kedua bibirnya dan melebarkan rungunya. Apalagi, saat Yeonjun dengan kedua maniknya yang teduh, menatapnya lekat.

Yeonjun tersenyum tipis melihat raut wajah Jiah yang agak menggemaskan jika gugup seperti itu. "Jangan takut. Aku sudah berjanji akan menjaga kalian dan aku tidak akan membiarkan siapapun akan melukaimu dan bayi kita. Termasuk, pria semalam yang ada hubungan darah dengan dirimu."

Tutur kata itu, membuat Jiah tertegun.

Yeonjun sungguh membuat jantungnya berdebar tak karuan. Lebih-lebih lagi, Jiah tidak pernah menampik sejak pertemuan pertama akan paras Yeonjun yang begitu menawan. []

Tbc.

Hekhem.

Izinkan saya memperkenalkan Goo Ji-Ah yang akan menjadi bagian dari Jeon Family. Otomatis, Jihyo bakalan punya teman curhat selain Moni🌚

Nama aslinya, Jeon Heejin. Dia biasku selain Jihyo👉👈 Cantiknya sebanding kok sama aye. Kalau dilihat dari sedotan🙈

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top