0.24

Berita rencana pernikahan antara Jungkook dan Jihyo, kini termuat dalam berita harian bisnis setelah berita kencan mereka yang terekpos begitu saja. Padahal, belum ada pihak dari Jungkook ataupun Jihyo yang membeberkan hal itu. Dan karena itu, Jungkook selaku pemilik saham Jeon Corp, memaparkan beberapa hal tentang pernikahannya teruntuk kedua kalinya yang akan digelar disalah satu gereja ternama Seoul minggu depan.

Tutur kata seorang Jeon saat menanggapi pertanyaan beberapa wartawan tentang deklarasi itu membuat Jihyo terperanjat. Mereka memang berniat untuk berada dijenjang selanjutnya, tetapi Jungkook tidak pernah sekalipun mengatakan kapan waktu pernikahan itu. Oh! Minggu depan tanpa persiapan. Belum ada undangan dan seperangkatnya yang usai.

Akan tetapi, Jungkook hanya menyuruh Jihyo untuk tidak membebaninya, karena semua tentang pernikahan akan menjadi urusan Jungkook. Dan itu memang benar akan adanya, tatkala persiapan pernikahan, hampir seratus persen. Gaun dan tuxedo, bahkan siap digunakan sesaat Jungkook dengan gamblang menanyai gaun impian serta ukuran tubuhnya beberapa waktu lalu.

Hoh! Jeon Jungkook memang bisa diandalkan dalam berbagai hal, termasuk untuk ini. Hingga, ia tidak menyadari, hari pernikahannya akan dilaksanakan lusa nanti. Membuat kegelisahan terus membuncah pikirannya. Pernikahan ini hal yang sakral dan mengingat itu, membuat kedua mata bulatnya serasa berkaca. Bukan tanpa alasan, dirinya merasa sedih tatkala hal yang begitu membahagiakan, tidak dihadiri oleh kedua orangtuanya. Bahkan orang terdekatnya.

Kerinduannya terus mengenai puncak, sesaat mengingat bayang-bayang kedua orangtuanya dalam benak maupun lubuknya. Serasa dirinya ingin berkoar pada takdir, tetapi takdir tak mengindahkannya.

Pribadi Jeon yang berada di sana, menyadari terdiamnya Jihyo cukup lama. Bahkan, saat sang empu tidak menyahut ketika titik lidahnya terus bertutur.

"Ji, kau kenapa? Apa ada yang kurang soal pernikahan?"

Pertanyaan yang kembali berulang, sekilat menyentakkan lamunan Jihyo dengan menolehkan kepalanya. "Ya? Kenapa?"

Alhasil, Jungkook terkekeh sembari menangkupkan kedua pipi temban itu dengan gemas. "Kau tidak mendengarkan ceritaku sejak tadi. Aku serasa tidak waras karena bercerita pada ombak dan pasir." Pernyataannya itu membuat Jihyo merasa bersalah---ia tidak bermaksud. "Kau kenapa? Apa tidak suka aku mengajakmu ke pantai atau bagaimana?"

Jihyo sekilat menggeleng. Lantas mengelus jemari gagah Jungkook dengan lembut. "Bukan seperti itu. Aku suka saat kau mengajakku ke pantai untuk menghilangkan kegelisahan hari pernikahan lusa nanti. Hanya saja, aku rindu dengan Ayah dan Ibuku. Itu saja."

"Sungguh Jung, aku tidak menampik kebahagiaan, karena akan menjadi mempelaimu. Aku sangat bahagia. Sampai-sampai, tak tahu cara mengutarakannya." Penambahan itu membuat Jungkook langsung memberikan dekapan hangat seraya elusan lembut dipunggung.

"Hm, aku mengerti. Tenang saja, undangan pernikahan kita telah diterima oleh panti asuhan Moonlight. Aku juga mengharapkan pasangan yang telah melahirkan calon istriku ini hadir menjadi saksi terikatnya kisah kita, tetapi takdir sepertinya berkata lain," balasnya. Membuat Jihyo semakin mempererat dekapan itu dengan menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Jungkook.

Jihyo mengangguk berbinar setelahnya. "Terima kasih. Aku tidak menyangka dengan apa yang kau lakukan. Itu membuatku sangat bahagia."

Jungkook hanya mengangguk sesaat pelukan itu perlahan merenggang dan mereka memilih menjadikan ombak yang bergemuruh serta mentari yang berada ufuk barat hampir tenggelam---senja yang menghiasi langit dipenghujung pantai sebagai panorama.

Saling bersenderan seraya menggenggam jemari, menjadikan awal kisah mereka baru dimulai sebagai pasangan sehidup semati---sesuai janji yang akan diikrarkan pada Tuhan, nanti.

***

Jihyo menggerutu cukup keras, tatkala kulit kepalanya serasa terkelupas, karena ulah gadis bermarga Han yang sangat ingin memoleknya, dengan imingan ingin mengasah keahliannya sekaligus memeriahkan kebahagaian temannya itu. Bahkan, Jihyo masih mengingat saat Yoomi bertutur kata yang membuatnya begitu hangat. "Ji, kalau aku menikah nanti, yang mendandaniku harus kau pokoknya. Itu akan mengikat kita sebagai teman sejati."

Ia makin gelisah setelah mendengarnya, tetapi kegelisahnya kadang hilang sesaat merasakan nyeri pada kepalanya. Sebenarnya, Yoomi apakan kepalanya?

"Sudah selesai." Yoomi memegang kedua pundak Jihyo lalu menumpu dagunya disalah satu pundak itu lantas tersenyum. "Bagaimana? Lebih bagusan aku daripada perias yang Jungkook rekomendasikan'kan? Memang, tidak sebanding, tetapi kulakukan dengan bubuhan doa dan cinta."

Dan memang, hasil karya jari lentik Han Yoomi tidak bisa diragukan. Rambut pendek sebahunya kini dibuat sedemikian rupa dan itu terlihat elegan. Apalagi, saat penyangga dari bunga lily menambah kesan fresh di mana pernikahannya akan dilaksanakan tidak lama lagi. Hitungan menit, mungkin.

"Terima kasih. Ini terbayar setelah kau merusaki kulit kepalaku," kekehnya.

"Aku minta maaf untuk itu, tetapi sungguh Ji, kau sangat cantik. Kuyakini, si Jeon keparat itu tidak akan memalingkan tatapannya pada dirimu," timpalnya yang membuat Jihyo berseri-seri. Sekejap melupakan kegugupan semata.

Apalagi, saat Yoomi memberikan celotehannya mengenai hubungannya dengan Yunho yang kini berusaha berada dijenjang yang serius. Begitu lucu saat sang empu meminta doa pada Jihyo agar dirinya segera menyusul. Entah itu tahun ini atau tahun depan karena sungguh, Yoomi sudah kesal membabi buta sesaat sering mendapat ejekan dari rekan kerjanya seperti Donhyuk dan Minho.

Namun sepertinya, perbincangan mereka harus terhenti saat anak perempuan berbalut gaun berwarna pink pastel, mengetuk pintu dan mendekat. Sambil membawa buket bunga baby breath.

"Bibi--maksudku, Mom, semua orang menantimu dan mengutusku untuk membawamu dengan segera. Ayo cepat!" Moni berujar dengan antusias. Anak itu sangat senang tatkala tidak lama lagi, akan mendapatkan seorang ibu setelah kepergian ibu kandungnya.

Sungguh, kesenangan Moni semakin bertambah, karena yang menjadi ibunya adalah seorang wanita yang menurutnya sangat baik. Moni semakin bersyukur, karena doanya kini terkabul. Melihat ayahnya yang mendapatkan kembali rasa cinta pada seorang wanita.

***

Semerbak bunga baby breath kini menghiasi sebuah gereja ternama di Seoul dengan kain tile yang menjadi penghias tambahan, memberikan kesan elegan dan mewah atas pernikahan seorang Jeon Jungkook---pengusaha ternama yang selalu menjadi perbincangan setiap saat.

Tak ayal, Jungkook bahkan mencari seseorang yang bisa diandalkan dalam hal ini dan memberikan beberapa seleksi. Akan tetapi, apa yang dilakukannya benar-benar membuahkan hasil saat pesta pernikahannya benar-benar luar biasa.

"Kak, kenapa tegang seperti itu? Jangan berperilaku selayaknya pria yang baru saja menjadi mempelai." Yeonjun mencibir saat melihat kakaknya yang terus saja menghela napas kasar dan menyisir rambutnya karena gugup. Bahkan, dapat ia lihat bagaimana keringat dingin kini terlihat di dahi pribadi itu.

Jungkook tidak terlalu mengambil pusing perkataan adiknya, karena kegugupannya mendominasi benak dan juga lubuknya.

Dan kegugupannya terus membuncah saat mempelainya kini berjalan mendekatinya---beriringan dengan putrinya yang begitu cantik. Ya, penutup kepala itu menghalau paras Jihyo sebagai mempelainya dan membuatnya begitu penasaran.

Jungkook masih terkesiap dengan semuanya. Tidak menyadari saat Jihyo telah berada di sebelahnya. Membuat mereka kini menuntun tungkai untuk beriringan dan menghampiri keberadaan pendeta. Jihyo tidak henti-hentinya menyadarkan dirinya bahwa ia tidak sedang bermimpi. Ia benar-benar akan menikah. Senyum Bunda Goo---pemilik panti asuhan Moonlight terlihat dari deretan tamu-tamu penting orang tua dan beberapa kolega Jungkook. Di hari itu juga, untuk pertama kalinya, Jihyo bertemu dengan ayah Jungkook. Wajah ayah Jungkook benar-benar terlihat fresh di umurnya yang sudah menginjak angka lima puluh tahun.

"Jeon Jung-Kook, bersediakah kau menerima Park Ji-Hyo sebagai istrimu dan mencintainya sehidup semati, dalam suka dan duka? Sebab apa yang dipersatukan Tuhan, tidak bisa dipisahkan oleh manusia," ucap sang pendeta yang menggelegar memenuhi seluruh ruangan, membuat siapapun yang mendengar janji sakral itu merinding.

"Bersedia!" ucap Jungkook yang mengangguk tegas.

Kali ini, mata pendeta yang berdiri dihadapan mereka, mengarahkan pandangannya ke arah Jihyo.

"Park Ji-Hyo, bersediakah kau menerima Jeon Jung-Kook sebagai suamimu dan mencintainya sehidup semati, dalam suka dan duka? Sebab apa yang dipersatukan Tuhan, tidak bisa dipisahkan oleh manusia."

Jihyo tidak bisa menahan air matanya. Cairan bening itu satu persatu mengalir membasahi pipinya dan membuat lubuknya tersentuh. Kenyataannya, tidak menyangka akan menikah dengan pujaan hati.

"Be--bersedia!" Akhirnya kata itu mendarat juga dari bibir Jihyo yang bergetar menahan tangis. Hingga, sang pendeta menyempurnakan ikrar itu sehingga mereka berdua telah sah menjadi pasangan suami-istri. Bahkan, saat pendeta memberikan izin pada Jungkook untuk membuka penutup kepala itu yang memperlihatkan wajah istrinya yang begitu cantik, tetapi tatapannya yang beralih pada kedua pipi yang tampak sembab.

"Kenapa menangis?" tanya Jungkook begitu lembut. Membuat, Jihyo dengan kilat memberikan gelengan. Seakan bermakna, ia tidak apa-apa. Manalagi, pendeta menitahkan mereka untuk melakukan ciuman bibir dikala itu juga.

Jungkook mulanya terdiam beberapa saat sebelum mendekatkan kedua bibirnya ke bibir ranum itu. Memberikan sedikit lumatan sesaat lengan Jihyo kini mengalun serta memberikan balasan. Ciuman itu berjalan dengan lembut, mengikuti irama hingga Jihyo memberikan isyarat tatkala pasokan oksigennya telah habis.

Mereka menyudahinya dan Jungkook mendapati Jihyo yang terengah dengan bibir yang agak bengkak. Lantas ia tersenyum.

"Jangan pernah meninggalkanku, Ji."

Jihyo tersenyum dan mengangguk. Kemudian menoleh kearah tamu undangan yang tampak bahagia dengan pernikahan itu. Ayah Jungkook juga berlaku, tetapi tidak dengan ibunya. Wanita itu seperti tidak menyukai keputusan Jungkook karena pandangannya seperti itu.

Akan tetapi, pandangannya kini teralihkan sesaat malaikat kecil Jeon mendekat dan memeluk tubuh Jihyo. "Bibi sekarang sudah menjadi Momku. Aku sangat bahagia," ujarnya yang membuat Jungkook mensejajarkan tubuhnya pada sang putri. "Oke, Moni, Dad ingin bertanya! Moni ingin punya adik berapa?"

Sial. Dengan kilat, Jihyo memberikan cubitan yang membuat Jungkook meringis lantas tertawa. Sungguh, ia begitu bahagia saat keluarganya kini lengkap.

Namun, satu hal yang pasti, pandangannya kini terpusat pada Yeonjun yang berjalan meninggalkan gereja seraya menempelkan benda pipih itu pada telingannya. Itu tidak masalah. Hanya saja, Yeonjun terlihat kacau dan frustasi.

Dan itu, sudah terjadi beberapa akhir ini.

*****

Pernikahan kakaknya sangat meriah dan terkesan amat elegan. Ia tidak menampiknya. Apalagi? kebahagiaan itu terus mengalir pada keluarga mereka. Manalagi, ia bisa bertatap muka dengan ayah dan ibunya yang masih enggan menatapnya, karena dirinya yang tidak ingin mengambil bagian di Jeon Corp.

Ia memakluminya dan mencoba menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, kenyataannya, takdir selalu mempermainkannya sesaat ponselnya tiba-tiba saja berdering dan menandakan panggilan masuk dari nomor seseorang yang membuatnya langsung gemetaran.

Maniknya menatap sekitar, di mana semua sangat bahagia. Ia menghela napas lantas menekan tombol hijau lalu menempelkannya di rungunya sembari meninggalkan gereja untuk menjauh.

"Bagaimana?"

Dari seberang, Yeonjun dapat mendengar suara isakan yang membelenggu rungunya. Membuat jantungnya serasa terpacu karena dengan cepat, manakala penelepon seberang yang belum memberikan balasan.

"Kau mendengarku--"

"Aku ingin menggugurkan kandunganku."

"Aku tidak bisa seperti ini."

TBC.

Ini bukan kejutannya yah😂barangkali, ada yang menyangkanya, wkwk. Ini cuman konflik ringan biar cerita makin uwu gitu🌚

Sampai jumpa di part selanjutnya😙❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top