0.20
Beritahu jika ada typo yah💜
*****
"Dad, kemarin aku bertemu dengan seorang wanita. Dia baik," ucap Moni seraya menyendokkan Gyeran Mari---telur dadar dengan tambahan aneka sayuran-sayuran cincang serta rumput laut di dalamnya ke mulut mungilnya.
Yeonjun maupun Jungkook yang berada di meja makan sontak melempar tatapan.
Tampak Yeonjun yang mengunyah Gyeran Mari lalu tersenyum tipis. "Apa dia cantik? Apa dia masih muda dan cocok denganku?"
Sialan. Sontak Jungkook menendang kaki adiknya yang malah melempar pertanyaan seperti itu. Mendapat timbal balik seperti itu dari sang kakak, membuat Yeonjun ingin membalas tetapi tertahan saat Moni kembali bercerita.
Moni tampak menyipitkan matanya. "Aku tidak suka jika Uncle mendekatinya. Uncle itu playboy ulung dan wanita itu sangat baik."
Mendengarnya, membuat Yeonjun menatap tidak percaya. "Ais, anak ini--"
"Aku memang masih anak-anak, tetapi setidaknya aku menggunakan waktuku dengan baik. Tidak seperti Uncle yang suka mempermainkan perasaan wanita." Moni mengatakannya sembari menjulurkan lidah. Dapat dilihat dari sini, bagaimana Yeonjun yang ingin sekali memukul kepala keponakannya menggunakan sendok jika saja Jungkook tidak menatapnya seperti predator.
"Bukankah Dad pernah berkata untuk tidak berinteraksi dengan orang asing?" ucapnya sembari membuat salah satu alisnya terangkat, mencoba menjadi pribadi yang hangat.
Moni mengangguk. "Right, tetapi dia sangat baik, dia juga cantik." Moni menyetujui ucapannya yang membuat Jungkook menarik napas lalu menghembuskannya.
"Apa sesuatu terjadi?"
Moni yang sibuk mengunyah pun, sontak terkejut. Sesuatu tentu terjadi, tapi ia tidak mungkin memberitahu persoalan ini pada ayahnya karena akan berdampak buruk pada 5 anak laki-laki itu. Sekejap, ia menggeleng lalu tersenyum kecil. "Dia membelikanku ice cream dan permen."
Maafkan Moni karena berbohong Tuhan, batinnya dalam hati.
Jungkook pun menghela napas setelahnya. "Lain kali, tidak perlu mengambil pemberian orang, okay? Bukan tidak menghargai, cuma, banyak hal bisa terjadi."
Moni hanya bisa mengangguk, sementara Yeonjun, ia tampak memberi kode pada Moni di mana anak itu pasti sedang berbohong.
"Apa ada sesuatu?"
"Uncle jelek!"
"Hei--"
"Yeonjun, bagaimana pekerjaanmu?" Yeonjun yang tengah beradu mulut dengan Moni langsung terhenti dan membuatnya salah tingkah. "Hm? Eh, baik-baik saja, tidak buruk juga untuk memulai sesuatu dari awal," jawabnya.
"Terus, kuliahmu?"
Yeonjun mengatupkan kedua bibirnya. Bukan apa-apa, cuma, kenapa kakaknya itu mendadak peduli dengan dirinya? Tidak seperti biasanya dan terkesan sangat aneh saja.
"Heh, baik juga. Bulan depan, aku harus menyelesaikan skripsi."
"Baiklah, Moni habisi sarapanmu. Dad akan menunggumu di mobil," ujarnya lalu melenggang menjauh dari tempat mereka.
Yeonjun tampak mendekat ke arah Moni dan memberi kode. "Moni, apa yang salah dengan ayahmu? "
Namun nyatanya, Moni mengedikkan bahunya lalu mengenakan ranselnya. "Aku tidak tahu, mungkin suasana hati Dadku sedang terganggu. "
Yeonjun masih terdiam ditempatnya dengan pikiran yang sama. "Apakah ini efek karena jatuh cinta lagi? Bisa jadi, tetapi itu bagus juga. "
*****
"Presdir, saya sudah memaparkan hal-hal yang harus Presdir tanda tangani hari ini, berhubung rapat akan diadakan sejam lagi," ucapnya sembari menyedorkan berkas itu kepada Jungkook yang tengah sibuk membaca banyak laporan. Bahkan dapat Jihyo lihat, bagaimana pria itu menanggalkan jasnya dan menggantungnya di standing hanger.
Ia hanya bisa tersenyum saat Jungkook meraihnya tanpa melihat wajah. Ia dapat mengerti kesibukan pria itu, sehingga ia tidak mempermasalahkannya.
"Kalau begitu, bisakah aku pergi?" tanyanya agak ragu. Sangat tidak baik jika ia berlamaan di ruangan ini.
Bersamaan dengan pertanyaan itu, helaan napas langsung mencetus diiringi kepala yang menengadah. "Di sini saja."
Jihyo sontak menarik kurva bibirnya dengan tulus. "Aku tidak bisa, maksudnya--"
"Di sini saja, kau harus menemaniku untuk menyelesaikan ini semua. Terserah apa yang ingin kau lakukan di dalam ruangan ini," pintanya dengan suara serak.
"Presdir baik-baik saja?"
"Aku sangat baik dan kenapa kau menanyakan itu?" tanyanya balik yang dibalas gelengan oleh sang empu.
"Tidak ada, hanya bertanya saja."
Karena kau aneh saja. Sungguh, seandainya Jihyo memiliki keberanian, ia pasti akan mengatakannya, tetapi ia menciut tatkala manik itu menusuk penglihatannya.
Hingga, tidak ada pilihan lain yang membuatnya tidak di sini. Namun, bukan Jihyo namanya jika ia duduk diam saja di atas sofa. Ia lebih suka mengekspresikan dirinya dengan menyusuri ruangan dengan kapasitas luar biasa ini.
Entahlah, ia malah terhenti di rak-rak yang berisi berkas-berkas kantor dan juga beberapa buku tebal---bukan buku juga, seperti beberapa album yang membuat jemarinya begitu lancang untuk membukanya.
My Little Angel. Dari sampulnya saja membuat benaknya begitu penasaran. Ditebaknya, ini pasti berisi putri Jungkook sewaktu kecil. Ouh, ia mendadak penasaran bagaimana cantik dan menggemaskannya putri Jeon.
Ia sontak menuntun jemarinya untuk membuka album itu, tetapi tertahan saat ia merasakan seseorang memeluknya dari belakang dengan posesif. Bahkan ia dapat merasakan kepala itu menyander di bahunya penuh manja. "Jangan membukanya," pinta suara itu agak serak---tepat di telinganya.
Baik, Jihyo, tahan dirimu. Batinnya berujar.
"Kenapa?" tanyanya penasaran, masih dengan posisi yang sama. Namun nyatanya, Jungkook malah semakin memeluknya dengan erat. "Banyak luka disitu. Kau dan aku akan sama-sama terluka."
Jihyo mencoba memahaminya. Banyak luka, berarti banyak kenangan dengan Kaylie, mantan istrinya.
Alhasil, ia mengembalikan album itu lalu membalikkan tubuhnya. Setidaknya, ia ingin melihat wajah Jungkook yang membuatnya jatuh hati hampir setiap saat.
Jemarinya menangkup pipi itu lalu memainkan hidung bak perosot tersebut. "Aku mengerti dan aku menghargai usahamu untuk membuka lembaran baru," ujarnya dengan lembut yang membuat Jungkook mengelus jemari Jihyo dengan hangat.
"Terima kasih."
Sontak Jihyo tersenyum tipis. "Untuk apa? Aku sama sekali tidak pernah melakuka--"
"Terima kasih telah bertahan hingga sekarang, Nona Park."
Hoh, sial. Kedua pipinya tidak bisa dikendalikan saat ini. Ia tersipu dan tidak tahu harus melakukan apa. Apalagi, saat jemari Jungkook menyingkirkan kedua jemarinya dan menuntun jemari itu untuk menarik tengkuknya. Jarak wajah mereka nyaris hilang dan berlanjut sedikit lagi, jika saja suara gesekan pintu tidak terdengar menyentak pikiran mereka.
Seketika mereka menoleh dan mendapati sosok perempuan dengan angkuh.
"Jungkook, bisa kita bicara?"
Jungkook seketika berpangku tangan, sesaat melihat eksistensi seorang wanita yang baru saja muncul dihadapannya. Sementara Jihyo, ia hanya bisa menilik bagaimana tatapan itu begitu menusuk satu sama lain.
"Aku sibuk," ujarnya singkat.
Stiletto wanita itu menggema tatkala mendekat dengan anggun. "Sibuk bermain dengan kekasihmu, yah? Luar biasa."
Jungkook hanya menghela napas seraya memijit pelipisnya. Apalagi, saat ia dapat lihat bagaimana Jihyo yang menuntut penjelasan soal wanita itu.
"Bukan urusan Ibu dan biar kutebak, apa Ibu jauh-jauh meninggalkan Kanada hanya ingin mengatakan ini?'' tanya Jungkook dengan wajah tidak bersahabat.
Jihyo mencoba memahami apa yang Jungkook lisankan beberapa saat tadi. Tunggu, ibu? Jadi, wanita di hadapannya ini ibu Jungkook. Oh my god!
"Hoh, apa sopan santunmu telah hilang sejak keluar dari rumah sakit, Jung?" tanyanya dengan sinis.
Dari sini, dapat Jihyo menilai darimana tatapan Jungkook berasal. Dari ibunya yang sama-sama memiliki tatapan mematikan.
Jungkook tampak terkekeh dan membuat Jihyo tidak habis pikir letak kelucuannya. Ais, ia benar-benar ingin memukul kepala Jungkook.
"Kenapa Ibu malah menanyai sopan santunku? Ibu bahkan masuk ke dalam ruanganku tanpa mengucapkan kata permisi dan merusak semuanya. Do you run out of mirror stock?"
Jihyo yang mendengar pertanyaan itu tidak habis pikir dengan Jungkook. Sontak ia menyenggol Jungkook untul menarik ucapannya---itu begitu tidak sopan. Namun, Jungkook malah tidak peduli.
"Jung." Wanita itu tersenyum tidak suka lalu memberi fokus pada Jihyo yang merasa terhimpit. "Hoh, kau gadis yang media itu beritakan, yah? Ternyata selera putraku masih sama saja. Tidak ada menariknya dan bahkan membuatku terbebani akibat skandal yang kalian buat," desisnya.
"Aku mengerti sekarang," ucap Jungkook dengan senyum miring yang membuat wanita itu mengalihkan tatapannya. "Ibu sama sekali tidak pernah memahami apapun itu, karena yang ada dipikiran Ibu cuma mengejar harta dan mendapatkan kekuasaan."
"Aku mengerti dengan apa yang kulakukan dan aku sama sekali tidak meminta kau--Jeon Eun So untuk membebaninya, karena bagimu semua itu hanyalah omong kosong. Namun, kenapa kau harus jauh-jauh meninggalkan pekerjaanmu yang berharga demi ini semua, hem? Bukankah, kau pernah bilang jika kau melahirkan anak tidak berguna dan tidak tahu diuntung."
"Jung, perkataanmu sungguh--"
"Diamlah Jihyo! Tidak perlu menyela dan membuat kepalanya terangkat. Aku hanya memberikannya penjelasan mengenai posisinya. Dan untuk kau---Jeon Eun So, sama seperti dulu, kau akan menerima undangan pernikahanku dengan calon istriku," ucapnya dengan menyengir lalu menggenggam jemari Jihyo untuk menuntunnya meninggalkan tempat ini.
Wanita itu atau Eunso, lantas memijit kepalanya yang pening, lalu memberikan tatapan jengkel pada putranya yang benar-benar memuakkan batinnya.
"Jung! Berhenti!" pekik Eunso saat Jungkook meraih gagang pintu.
"Jungkook!"
----
Siapa yang nunggu undangan juga nih🙃
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top