0.12
Hari ini, Jihyo sangat bahagia dikarenakan sekarang memasuki pertengahan maret, di mana bunga musim semi mulai bermekaran. Ia baru saja melihatnya di area taman, saat hendak melanjutkan rutinitas seperti biasanya di kantor, walau sebenarnya dia sangat ingin berlama-lama di sana.
Ya, itu tidak berlangsung lama sesaat pekerjaannya cukup menumpuk, karena penambahan cabang di Pulau Jeju.
"Antarkan proposal itu sekarang!"
Jihyo terdiam, hingga suara dari kotak semacam speaker itu, kembali terdengar membuatnya mengalihkan pandangan untuk menatap celah jendela, di mana ia bisa melihat apa yang dilakukan sang atasan---walau hanya sedikit saja.
Ia mengangguk sesaat tatapan bak elang itu menangkap atensinya. Lantas, Jihyo membawa tungkainya yang beralaskan sepatu hak tinggi memasuki ruangan yang super besar itu dan langsung menaruh proposal yang digenggamannya setelah mendapat titah.
"Presdir, aku hanya ingin mengingatkan bahwa rapat akan dilaksanakan 30 menit lagi di ruangan rapat," ucap Jihyo berupaya lembut, tetapi Jungkook hanya berdeham dingin. Bahkan Jungkook lebih memfokuskan diri pada proposal itu ketimbang dirinya, membuat Jihyo mempautkan kedua bibirnya. Alhasil, ia kini membungkuk pelan, hendak kembali pada dunianya. Namun, ia menyadari satu hal saat mengamati meja di dekat sofa begitu berantakan dengan beberapa dasi yang terlantar hingga ke lantai. Sontak ia melirik ke arah kerah baju atasannya, di mana dasi di sana hanya menggantung saja---belum tersimpul sempurna.
Ia beradu dengan argumennya, sebelum kedua bibir itu mengeluarkan lisan. "Hm ... Presdir, apa aku perlu menyimpan benda ini ke tempatnya?" tanya Jihyo pelan yang membuat Jungkook menatap presensi sekretarisnya dan meja itu secara bergantian.
Jungkook hanya berdeham saja. Jawaban yang singkat membuat Jihyo ingin sekali mengcekik leher atasannya itu jika saja tidak ada namanya hukum di dunia ini.
Oke. Memikirkan itu akan membuatnya pusing saja. Sehingga, ia menarik langkah menuju meja di mana dasi itu berserakan lalu membereskannya. Apa yang ia lakukan tidak terlalu lama, karena ia hanya perlu menyamakan sejenis dan warnanya lalu memasukkannya ke sebuah lemari cukup besar di mana jika ia membukanya, netranya akan menangkap beberapa benda dengan varian merek dan warna, seperti; beberapa merek arloji, kacamata, dasi, sepatu, pakaian casual serta setelan jas yang pastinya memiliki harga yang sangat mahal.
Namun, sesaat ia ingin menutup bilik pintu lemari itu, netranya langsung saja tertuju pada sebuah dasi bercorak hitam-putih-abu-abu yang pastinya akan sangat pas saat atasannya itu mengenakannya. Entah kenapa, ia mengambilnya sebelum menutup lemari tersebut dan mendekati sang atasan yang masih dengan keadaan sama.
Jihyo terdiam saat berdiri di depan meja Jungkook dengan perasaan yang bergejolak---takut lebih mendominasi. Bibirnya seakan telah diberi perekat membuat bibir itu terkatup---tidak mengeluarkan lisannya membuat Jungkook yang menyadari itu langsung menghela napas sembari menyingkirkan dasi yang menggantung di kerah bajunya, lantas membuangnya asal.
"Seleramu lumayan juga." Entah itu sebuah pujian atau godaan, sesaat Jihyo dapat melihat pergerakan mata itu melirik dasi di jemarinya.
Ia masih terdiam ditempatnya, membuat Jungkook terkekeh pelan---itu sangat menarik dan juga langka baginya.
Catat! Ini berita langka!
Ia pun menaikkan sebelah alisnya. "Kau mau memasang dasinya atau hanya ingin memegangnya, hem?"
Jihyo masih berpikir, barangkali ia ingin menimbanginya, hanya saja tatapan itu membuatnya tidak berdaya, sehingga ia membiarkan langkahnya mendekat kearah pria Jeon yang kini berdiri dengan tatapan yang terfokus pada dirinya.
Ia bahkan merasakan napasnya yang seperti terputus saja. Atasannya itu membuatnya skat sendiri, saat ia mencoba menyimpul dasi dengan rapi. Namun, tatapan entah bermakna apa itu terus menilik dirinya.
Ia hanya bisa menghela napas, saat sedari tadi terus ia tahan lama. "Bisakah Presdir tidak menatapku seperti itu? Aku seperti tersangka dalam sebuah kasus," imbuhnya. Ia tinggal merapikan simpul dasi itu, lantas merapikan kemeja putih polos yang Jungkook kenakan saat ini.
Pria itu tertawa. Hei, lucunya ada dimana? Jihyo bukanlah pelawak yang andal di mana hanya menatap saja membuat semua orang tertawa.
Bisa gila jika ia harus terus berada di dekat pria ini. Namun, mengingat ucapan Yoomi membuatnya tidak mengerti.
Pria itu seperti baik-baik saja. Woah, sepertinya Jungkook memang andal dalam memadukan kepribadiannya di mana semua orang tidak dapat menebaknya. Hanya orang-orang tertentu saja. Seperti Yoomi dan Yunho, contohnya.
"Kenapa kau seperti berbeda hari ini?" tanya Jungkook.
Jihyo tidak paham maksud pria itu. Berbeda bagaimana? Ia masih Jihyo yang pekerja keras yang harus banting tulang untuk menghidupi dirinya sendiri.
"Aku berbeda seperti apa, Presdir? Kurasa, yang mengalami perubahan itu Presdir sendiri." Jihyo telah menyelesaikannya. Awalnya ia ingin kembali pada pekerjaannya jika saja pertanyaan itu tidak menguar ke udara serta jemari kekar Jungkook yang tidak berada di pinggangnya membuat tubuhnya serasa terkena hujaman wolt berskala tinggi.
Jungkook belum menjawab. Alhasil, mereka hanya saling beradu mata dalam diam. Ya, itu terjadi dalam waktu yang cukup lama. Hingga, seorang pria yang berada tidak jauh dari mereka kini berdiri dengan senyum kecil sembari memakan apel.
"Presdir ...," gumam Jihyo pelan.
"Hukhuh ... Kakak, apa ada air?" Pria itu adalah Yeonjun yang tengah memukul pelan dadanya akibat kunyahan apel yang seperti tersangkut di dalam sana.
Seketika Jungkook tersentak. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Hanya saja, aroma yang tercium dari tubuh Jihyo tiba-tiba saja membuatnya serasa mabuk. Jihyo juga terkejut bukan main. Ia mengerjapkan matanya sembari menatap pria yang sejak tadi berada di antara mereka dan Jungkook secara bergantian.
Tidak ada yang terjadi. Namun, ia malu sendiri. Apalagi, saat jemari kekar Jungkook yang berada di pinggangnya dan Jihyo rasa, pria itu akan menafsirkan hal yang lain jika melihat keadaannya tadi.
"Presdir, rapat sebentar lagi. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu." Jihyo berujar pelan, lantas membungkuk pelan lalu berlalu. Namun, ia terhenti untuk memberikan hormat pada pria tadi sebelum ia benar-benar keluar dari ruangan ini.
Jungkook mengusap rambutnya. "Apa kau tidak belajar etika? Pintu dibuat untuk diketuk terlebih dahulu--"
"Dan pintu dibuat agar kejadian tadi tidak terlihat," kekehnya setelah apa yang ia rasakan tadi sudah menghilang.
Alhasil Jungkook mendengus kesal pada adiknya itu. Ada-ada saja yang ia lakukan dan katakan yang membuatnya sangat sebal.
"Terserah kau saja. Apa maumu?" tanyanya sembari kembali pada singgasananya.
"Aku rindu dengan Kakakku sendiri. Apa tidak boleh? Moni sedang bersekolah dan hari ini aku cuti, karena ada acara pribadi dari atasanku. Aku bosan di Mansion saat aku harus mencari sebuah inspirasi di mana aku ingin mencoba membuat komik sebagai pengalihan," balasnya.
Omong-omong, Yeonjun telah menemukan pekerjaan sebagai seorang desain grafis di salah satu perusahaan yang terbilang masih baru. Bahkan disela-sela kesibukannya, ia juga sedang menyelesaikan sebuah gambar yang akan menjadi komik. Ini adalah awalan yang baru dan ia sangat menikmati setiap apa yang dikerjakannya, termasuk membuat kakaknya salah tingkah sendiri.
"Omonganmu sampah sekali." Hanya itu yang Jungkook katakan. Namun, hal itu sontak membuat Yeonjun tertawa.
"Kak, gadis tadi sangat cantik. Dia sekretaris Kak--"
Jungkook menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa? Kau menyukainya?" ucapnya dingin nan ketus.
Dengan cepat Yeonjun menggeleng. "Dia memang cantik dan pastinya baik, tetapi dia bukan seleraku. Dia seleramu, Kak. Apa Kakak punya rasa kepadanya?"
"Apa maksud ucapanmu? Dia sekretarisku dan hanya sebatas itu," imbuhnya tegas.
Akan tetapi, itu terdengar lucu di telinga Yeonjun. Sangat lucu hingga membuatnya terus saja tertawa. "Kak, itu hanya pandangan sesaatmu, tetapi kusarankan jangan lepaskan gadis itu. Maksudku, jika kau menyukainya, ungkapkan saja! Jangan biarkan ego mendominasi, karena kau akan terluka sendiri nantinya."
Mendengar penuturan adiknya yang lumayan bijak membuatnya tersenyum miris. "Kau tidak mengerti, Yeonjun. Apa yang kurasakan dan kuhadapi. Kau sama sekali tidak dapat memahaminya karena aku juga begitu." Tidak dapat memahami diriku sendiri.
*****
Pintu mobil Aston Martin One-77 terbuka pelan. Sontak pancaran dari sinar mentari menerkam visual seorang pria, sesaat ia menatap gedung besar di hadapannya. Kacamata hitam yang bertengger serta senyum tipis yang terbentang, membuat beberapa gadis yang berlalu sontak berteriak histeris.
Pria itu menatap sekeliling. Ia langsung saja menjadi bahan tatapan kagum dari para gadis. Alhasil ia membalasnya dengan memberikan Love Sign yang kembali membuat para gadis itu berteriak histeris.
"Mylan, hari ini kau akan pemotretan untuk majalah mingguan dan beberapa produk Jeon Corp," imbuh pria yang lebih tua dari pria tadi sembari mensejajarkan langkahnya pada pria yang berjalan begitu cepat.
"5 kali, kau sudah mengatakannya lima kali dan aku haus. Bisakah kau membelikanku minuman soda dulu?" pintanya.
Pria itu yang selaku manajer pria bernama Mylan mengangguk. "Akan tetapi kau jangan kemana-mana, Bos Besar akan marah padaku jika kau terus saja berkeliaran dan membuat keonaran," keluhnya.
Mylan hanya mengangguk paham saat ia disuruh untuk menunggu di meja resepsionis. Awalnya, ia tidak habis pikir. Aktor serta model papan atas seperti dirinya harus disuruh menunggu, tetapi entah kenapa ia menurut saja.
Ia mengedarkan pandangannya. Perusahaan ini cukup besar dan mewah, sehingga membuatnya ingin sekali menilik seluk-beluk Jeon Corp.
Ia memang telah berjanji, tetapi belum tentu ia ingin menepati janjinya, hingga ia kini memilih menarik langkah untuk mengitari gedung ini. Setidaknya, ia ingin bersenang-senang terlebih dahulu.
Saking sibuk dengan kegiatannya itu, ditambah saat ia mendapati rasa kagum dari para gadis, membuatnya tidak sadar saat ada yang menabraknya dari belakang.
Ia tidak terjatuh, karena tubuhnya cukup atletis untuk ia tahan. Namun, tersangkanya itulah yang terjatuh beserta beberapa map yang berserakan dengan mengenaskan di atas lantai.
Gadis di depannya itu tampak mengumpat dengan volume kecil. Mungkin, ia mengetahui kesalahannya hingga ia hanya melirik sebentar, lantas memunguti map-map itu.
Mylan menilik sejenak gadis itu. "Apa kau butuh bantuan, Nona?"
"Tidak perlu. Aku buru-buru dan maaf telah menabrakmu dari belakang. Aku memang salah."
Itu sebuah penolakan. Namun, dilisankan dengan lembut---sangat merdu di indra pendengarannya. Akan tetapi, Mylan yang memang terkenal keras kepala dan tidak peduli, membantu gadis itu untuk memungut kekacauannya.
Gadis itu mengambil map di genggaman Mylan, lantas membungkuk pelan. "Terima kasih, tetapi maaf, aku buru-buru." Gadis itu langsung saja melenggang, membuat Mylan mendesah.
Hei, dia belum berkenalan.
"Hei, Nona! Siapa namamu?"
Namun naasnya, gadis itu tidak menanggapinya. Apalagi, saat gadis itu berbelok dan memasuki lift. Aish, ia mengumpati dirinya sendiri.
"Hei! Mylan! Sudah kukatakan kepadamu jangan kemana-mana! Akan tetapi, kenapa kau senang sekali membuatku menjadi samsak Bos---"
"Diamlah, Haesun! Aku hanya ingin melihat gedung ini, memang apa salahnya?" kesalnya lantas kedua matanya menemukan sebuah kartu tanda pengenal. "Haesun, kartu tanda pengenalmu terjatuh," ucapnya yang membuat Haesun menggeleng.
"Kau ini! Memangnya, sejak kapan aku menggunakannya? Kau membuang-buang waktu saja. Ini minumanmu dan ikuti aku! Fotografer sejak tadi menghubungiku."
Mendadak, Mylan terdiam saat manajernya itu telah berlalu lebih dahulu. Namun, sepersekon berhenti tatkala aktornya itu masih ditempatnya.
"Mylan! Apa yang kau tunggu?" tanyanya kesal.
Namun, Mylan tidak menanggapinya dan lebih memilih mengambil kartu tanda pengenal tersebut. Menilik foto itu dan mengingatkannya pada seseorang---gadis yang baru saja menabraknya.
Kedua sudut bibirnya pun terangkat sempurna. "Oh, namanya Park Jihyo."
Tbc.
Selamat datang Mylan 🐥
Ini lumayan panjang lho😊
Sampai jumpa di part selanjutnya❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top