0.10
Langit masih meneteskan air hujan, suara petir juga terus terdengar dengan sapuan angin yang membuat bulu kuduknya agak merinding. Manik matanya menatap ke arah jam yang menempel di dinding--- sekarang sudah hampir sore. Namun, langit masih setia dengan setitik air yang membasahi bumi.
Tubuhnya mulai remuk, karena sepenuhnya fokus pada laptop dan map. Nampan yang berada disebelahnya yang berisi cokelat hangat dan Pancake jahe sudah habis ditaklukinya dan kini kantuk mulai menghantuinya, tatkala suhu disekitarnya begitu mendukung untuk terlelap.
Ia meregangkan otot-ototnya, melirik ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan pria menyebalkan itu yang entah kapan menghilang dari ruangan ini. Jihyo berdiri dan ingin mencari keberadaan atasannya itu untuk mengatakan bahwa, tugasnya pada hari ini telah selesai. Namun, baru selangkah ia untuk meninggalkan tempat ini, ponselnya langsung berbunyi.
Panggilan dari Han Yoomi.
"Ya, ada yang bisa saya bantu--"
"Kau di mana? Kenapa tidak masuk untuk hari ini? Apa kau sakit? Oh, iya! Apa Presdir sudah mengetahuinya alasanmu tidak masuk? Sangat berakibat fatal jika kau tidak memberi kabar pada siapapun termasuk pada Presdir Jeon."
Jihyo menghela napas tatkala mendengar suara Yoomi yang seperti sedang lari maraton, ditambah tingkat kecepatan menyebut kalimat itu seperti ia sedang melakukan rap.
"Aish, diamlah! Aku tidak bolos ataupun absen! Sekarang aku berada di mansion Presdir Jeon untuk menyelesaikan proposal kerja sama dari Prancis. Ya, karena hujan! Mau tidak mau aku harus kesini."
"Benarkah? Pantas saja! Aku kira kau sedang dilanda masalah akibat Presdir. Aku bersyukur, karena tidak terjadi masalah apapun."
"Tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja--"
"Oh iya, bagaimana reaksi Presdir saat kau memperhatikan detail figura sedang yang berada sebelum menemukan tangga. Aku yakin, kau pasti terkejut dengan sikap menyebalkan Jeon Jungkook."
Spontan, membuat Jihyo mengeryit bingung, kenapa Yoomi bertanya seperti itu kepadanya? Apa ini sudah terjadi sangat lama dan terus berulang sehingga gadis itu hanya menanyakan itu?
"Ya, dia seperti ingin marah kepadaku, tetapi kau harus mengetahui ini! Dia meminta maaf kepadaku."
"Demi apa? Sungguh! Itu berita yang wow! Dia selalu menyusahkanku dan Yunho, tetapi dia sama sekali tidak pernah meminta maaf. Bagaimana dengan soju dan ramen malam ini? Aku akan mentraktirmu dan merayakan kejadian ini karena telah membuat pria sialan itu meminta maaf--"
"Hah, apa?"
"Kirimkan alamat rumahmu dan kita berdua akan berpesta. Sampai jumpa di rumahmu, sayang."
"Yoomi!"
"Yoomi! Akh! Menyebalkan sekali." Jihyo berdecak kesal, tatkala gadis itu mematikan sambungan telepon secara sepihak, padahal ia belum menyetujui apa yang ingin dilakukan gadis itu. Kali ini, tidak apa-apa. Lagipula, uangnya dapat ia tabung untuk keperluan lain, karena Yoomi secara baik hati ingin mentraktirnya.
"Apa pekerjaanmu sudah selesai?" Sebuah suara langsung terdengar di telinganya, dan membuat Jihyo cukup terkejut. Dengan perlahan, menoleh ke arah Jungkook yang tengah bersandar didaun pintu sembari meneguk minuman kaleng.
Jihyo belum menjawabnya, mata bulatnya memilih bergerilya menatap presepsi pria itu yang sangat cool dan seksi secara bersamaan. Apalagi saat dua kancing atas kemeja itu terbuka. Ayolah, begini-gini ia juga normal hanya dengan melihat hal itu.
"Jihyo!"
Lamunan Jihyo pun langsung terbuyar saat namanya dipanggil dengan suara agak tinggi. Kini, ia salah tingkah akibat ulahnya itu. Kepalanya tertunduk, tidak berani menatap mata itu. "Ya, sudah selesai dan aku baru saja ingin mengatakannya pada Presdir dan bisakah aku pulang?"
Terdengar helaan napas. "Jika kau ingin bicara dengan seseorang, kau harus menatap matanya, Nona Park. Itu adalah etika profesi yang harus dipahami oleh para pekerja seperti dirimu."
Mendengar itu, ia langsung mengangkat kepalanya dan menatap mata itu. Bibirnya bergetar. "Pekerjaanku sudah selesai dan bisakah aku pulang? Ini hampir petang dan aku harus pulang, karena Manajer Han akan berkunjung."
Kepala Jungkook hanya mengangguk. "Tentu, tapi besok usahakan ke kantor lebih cepat dari sebelumnya. Kita adakan rapat untuk tender itu."
Jihyo hanya terdiam mendengar penuturan Jungkook yang berbeda dari sebelumnya. Maksudnya, kali ini, pria itu meminta dengan sopan dan lembut. Tidak seperti pada umumnya, penuh penekanan dan dingin.
Jihyo mengangguk dengan ekspresi yang tidak bisa dikontrolnya. "Aku akan menyetel tujuh alarm agar bisa terbangun." Sebenarnya ia juga agak bingung atas apa yang keluar dari mulutnya. Namun, buru-buru ia mengambil tasnya dan keluar dari ruang kerja Jungkook, setelah ia membungkuk hormat.
Entah kenapa ia tidak ingin lama-lama berada di dekat Jungkook.
Itu akan berakibat fatal pada jantungnya.
*****
Menunggu sudah menjadi takdir Jihyo. Seandainya tidak hujan, ia pasti akan memilih menaiki bis dan karena halte bis yang terlalu jauh dari tempat ia berdiri di mana ia masih berada di depan mansion atasannya, membuat ia harus memesan taksi melalui aplikasi yang telah ia unduh.
Kini, ia tinggal menunggu beberapa saat. Namun, udara yang begitu dingin membuat ia benar-benar kesal. Ada rasa ingin meminta bantuan, tetapi itu kembali ia urungkan. Ia tidak mau merepotkan orang lain. Apalagi, itu adalah atasannya yang kadang bersuasana hati baik dan kadang buruk.
"Aku ingin main hujan," gumamnya. Ia menarik langkah, membiarkan jemarinya basah akan air hujan. Ia memejamkan mata dan merasakan air hujan itu yang membasahi jemarinya. Kenangan masa kecilnya kembali terputar, ia merindukan ibu dan ayahnya. Ia membuka matanya, kedua bola matanya berkaca dan hampir terjatuh sesaat sebuah tangan menutup jemarinya yang terkena air hujan, seakan jemari itu melindunginya dari tetesan air hujan.
Jihyo melirik ke kanan dan mendapati atasannya yang menatapnya tanpa ekspresi. Ia bahkan tidak bisa membaca raut wajah atasannya itu.
"Kau akan sakit." Ia bergumam sangat pelan, tetapi Jihyo masih bisa mendengar kalimat itu. "Aku akan mengantarmu pulang!"
Jihyo menjauhkan jemarinya dan menaruhnya di tas. "Terima kasih, tetapi aku sudah memesan taksi, mungkin sebentar lagi akan sampai."
Jungkook hanya diam, matanya menatap ke depan, lalu kembali menatap sekretarisnya. Terlihat jemarinya hanya berada di hadapannya, ia meminta sesuatu yang tidak dipahami oleh Jihyo.
"Berikan ponselmu!"
"Apa?" Namun melihat tatapan itu, Jihyo langsung memberikan ponselnya. Terlihat, jari-jari Jungkook yang begitu telaten menekan sesuatu dilayar monitor ponsel tersebut.
"Aku yang memesan taksi, tetapi aku ingin mencancelnya. Aku akan mengirim uang lebih atas kesalahan yang kuperbuat."
Jungkook langsung mengembalikan ponselnya pada Jihyo. "Aku akan mengantarmu pulang. Anggap saja ini sebagai kebaikan hatiku," ujarnya. Jungkook menggenggam jemari Jihyo untuk menerobos lautan hujan menuju garasi mobilnya. Itu tentu membuat Jihyo terkejut. Kenapa atasannya berubah baik seperti ini?
Ia membeku, sentuhan itu sangat menyetrumnya. Bahkan sesaat membuatnya terbang, walau kemungkinan ia akan jatuh sangat besar.
Kenapa rasa itu terus datang?
*****
Melodi dari radio cukup memberikan kehangatan pada kecanggungan yang terjadi diantara mereka berdua. Bagi mereka, ini kedua kalinya terlibat seperti ini di dalam mobil dengan rasa yang sama. Itu pastinya terjadi.
Tidak ada yang mencoba membuka perbincangan.
Keduanya sibuk dengan dunia masing-masing.
"Oh iya, bagaimana reaksi Presdir saat kau memperhatikan detail figura sedang yang berada sebelum menemukan tangga. Aku yakin, kau pasti terkejut dengan sikap menyebalkan Jeon Jungkook."
Ia langsung teringat akan perkataan Yoomi mengenai figura itu. Ada rasa penasaran dan bersalah pada pria di sampingnya itu. Haruskah ia melakukan sesuatu?
Jihyo menggigit bibir atasnya lalu menatap ke arah Jungkook yang fokus dengan menyetirnya. "Eh, Presdir, bisakah aku bertanya sesuatu?"
Ia langsung mengalihkan pandangannya, ada rasa takut walau ia sebenarnya tidak bersalah karena ia hanya bertanya dan tidak melakukan kesalahan fatal. Akan tetapi, tatapan itu sekejap membuatnya takut.
"Tanyakan saja! Aku akan menjawabnya!"
Itu adalah sebuah kesempatan. Ia pun langsung menarik napas dalam lalu menghembuskannya. "Apa aku berbuat salah hanya karena menatap figura Nyonya Kaylie?"
Pertanyaan itu membuat Jungkook memberhentikan mobilnya secara mendadak yang spontan membuat Jihyo merasa salah mengajukan pertanyaan.
"Aku minta maaf atas pertanyaanku--"
Jungkook menghela napas pelan, ia kembali melajukan mobilnya, memilih enggan untuk menjawabnya. "Setelah perempatan, aku harus ke mana?"
Jihyo menunjuk sebuah rumah sewa yang sederhana. "Rumah itu, itu adalah rumahku."
Jungkook hanya mengangguk, kemudian melajukan mobilnya ke arah yang ditunjuk Jihyo. Sementara Jihyo, ia tidak berkata lagi. Semuanya terasa membebani pikirannya.
"Lupakan saja, Nona Park. Aku memang seperti itu, aku tidak bisa mengontrol segalanya saat istriku telah tiada dan kau tidak usah merasa terbebani dengan itu semua! Ingat posisimu bahwasanya kau hanyalah sekretarisku saat di kantor."
Jihyo hanya bisa tersenyum simpul, sembari memberikan hormat kepada atasannya. Ia seharusnya tahu betul posisinya yang hanyalah seorang bawahan. Ia melepaskan sealbeat lalu keluar dari mobil.
Ia masih tersenyum, bahkan saat mobil itu mulai menjauh dari penglihatannya.
"Aku sudah mencoba itu Presdir, tetapi kau seakan menarikku masuk ke dalam kehidupanmu," gumamnya dalam hati. Ia berbalik dan menarik langkah menuju rumahnya. Namun, itu terhenti sebab seseorang seperti memanggilnya.
Hoh! Ia baru mengingat satu hal.
Itu pasti Yoomi.
*****
TBC
Sampai jumpa di bab selanjutnya.
-Regrads Jnurpriyanti18💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top