0.08

Rembulan terlihat nyata di atas sana. Menyinari langit yang gelap dan menggantikan fungsi matahari saat siang hari. Manik cokelatnya terus menatap rembulan malam ditemani dengan minuman kesayangannya---sebotol wine.

Ada banyak hal yang membuatnya tidak bisa tertidur malam ini. Termasuk perkataan putrinya soal ibu.

Jungkook kesal sendiri. Apa yang dipikirkan anaknya itu, sehingga meminta ibu kepadanya? Apa ia pikir mencari seorang ibu untuknya begitu mudah seperti kita mengambil uang di mesin atm?

Sialan! Ia pun mengumpat sembari meminum segelas winenya dalam satu tegukan.

Seketika hologram masa lalunya terputar begitu saja. Pertemuan yang begitu terkesan kembali mengingatkannya.

"Selamat pagi, presdir. Saya Kaylie Hatheway. Sekretaris presdir yang baru dan saya mohon kerja samanya."

Jungkook tersenyum mengingat itu. Ia menuangkan wine ke dalam gelasnya lalu meneguknya kembali.

"Maafkan atas keterlambatanku. Ada sedikit hambatan tadinya dan itu sangat sulit untuk dijelaskan."

Mendadak raut wajahnya berubah. Kenapa ia tiba-tiba mengingat sekretarisnya itu saat ia sedang mengenang semua kenangan dengan istrinya?

Itu membuatnya heran sendiri. Akan tetapi, deringan ponsel langsung mengalihkan pikirannya. Buru-buru ia mengambil ponselnya. Sebab, ia ingin tahu, ada hal penting apa sehingga orang tersebut meneleponnya dilarut malam seperti ini.

Ia menjawabnya dan menempelkan ponsel itu ke telinganya. "Jika tidak ada yang penting, silahkan hubungi aku besok saja atau hubungi sekretarisku--"

"Hei, aku adikmu. Jeon Yeon-Jun yang paling tampan di Busan dan penjuru dunia. Apa kau tidak rindu adik kesayanganmu ini, kakak?"

Jungkook pun sontak merotasikan bola matanya dengan malas. "Tidak. Jika tidak ada yang penting, aku--"

"Oh, masa? Moni rindu denganku. Akan tetapi, kenapa kakakku yang tersayang ini tidak--"

"Jeon Yeon Jun! Bisakah kau tidak menggangguku? Bisakah kau urus urusanmu disana saja?"

"Ah, tidak. Kau kakakku dan aku adikmu. Ikatan persaudaraan akan terus menyatu jika aku mengganggumu---maksudku---jika aku menghubungimu. Bukan keponakanku saja."

"Baik. Aku memang salah, karena mengganggu tidurmu, tetapi sepertinya kau tidak tidur. Biar kutebak, kau saat ini berada di bawah rembulan malam ditemani dengan minuman kesayanganmu---wine. Apa aku benar, kakakku yang tersayang?"

"Kau sungguh menggangguku! Entah apa alasan Tuhan membuatmu menjadi adikku. Aku tutup--"

"Dari dulu hingga sekarang kau tidak pernah menjadi pria yang sabaran. Aku akan melupakan basa-basiku. Dengar baik-baik! Besok aku akan pulang, karena ada keperluan kuliahku di Seoul. Kuberitahu, sekarang aku berada dibandara. 10 menit lagi, pesawatnya akan lepas landas."

"Terus? Apa hubungannya denganku? Aku tidak peduli kau kembali atau menetap di sana karena itu tetap sama. Kau tidak usah berbasa-basi denganku, karena aku tidak suka basa-basi dengan siapapun itu! Baik itu kau, adikku sendiri atau ayahku sekalipun. Paham?"

"Ya! Ya! Ya! Seharusnya aku tidak menghubungimu dalam keadaan setengah sadar seperti ini. Baik, terima kasih untuk pidato bermanfaat untuk adikmu ini. Sampai jumpa besok dan jangan beritahu Moni kedatanganku. Aku ingin memberinya suprise--"

Jungkook langsung memutuskan sambungan telepon itu dan melempar ponselnya kesembarang arah. Bukannya merasa baik mendengar kabar adiknya yang akan berkunjung kembali, hatinya malah terasa kesal. Terlebih, mendengar celoteh adiknya yang begitu menyebalkan.

Ia berbalik, menarik langkah ke arah meja---tempat dimana wine itu berada. Tangannya mengambil botol itu dan menuangkannya ke dalam gelas yang kemudian meneguknya dan terus berulang hingga beberapa kali.

Malam ini, ia ingin melupakan semua yang menimpanya.

Hanya untuk malam ini.

***

Pagi ini agak mendung. Awan-awan yang hitam kebat menutup setitik cahaya yang ingin menyembul dari langit. Melihatnya, seperti jika malam akan tiba, padahal pagi untuk hari baru akan dimulai.

Ia mengulas senyum. Teman baiknya akan datang setelah sekian lamanya. Ya, Hujan akan datang. Rasanya ia ingin bermain hujan-hujanan saja, jika ia tidak mengingat perihal pekerjaannya.

Kali ini, ia menatap dirinya dipantulan cermin. Berbekalkan celana kain hitam yang dipadukan dengan kemeja lengan panjang berwarna cokelat muda yang ujung kemeja ia masukkan ke dalam celana tersebut, membuat stylenya pagi ini sesuai dengan cuaca yang akan datang.

Jihyo lalu mengambil skincare di atas nakas, lantas membuka dan memberikan bintik-bintik kecil ke wajahnya yang masih polos tanpa riasan yang kemudian menyapunya dengan rata. Jangan lupakan kedua bibirnya yang berbahasa serta gerakan tubuh yang mendukung.

"Hajiman nan marya ...." Jemarinya mengambil bedak lalu memolesi wajahnya. Setelah itu, ia mengambil liptink berwarna pink dan selesai.

Jihyo menatap arlojinya yang kemudian mengambil tas dan ponselnya. Kali ini ia berharap, harinya tidak seburuk cuaca yang sekarang terjadi. Apalagi, ia paham bagaimana atasannya itu selalu merusak segalanya. Sepintas memikirkan atasannya, mendadak hatinya sangat kesal walau hanya mengingat namanya saja.

Dan apalagi sekarang? Namanya bahkan tertera dilayar ponselnya. Sebuah pesan yang dikirim beberapa menit yang lalu--mungkin saat dirinya melakukan ritual mandi pagi.

[Presdir Jeon Jungkook]
Kerumahku sekarang juga! Aku akan mengirim lokasinya.

Alisnya bertaut membaca pesan tersebut. "Kerumahku? Dia pikir aku kacungnya apa?" Tapi matanya kembali membaca pesan yang berada di bawahnya.

[Presdir Jeon Jungkook]
Terserah kau mau menganggap dirimu seperti apa, tetapi aku menunggumu sampai hujan benar-benar turun-turun dan akan ada konsekuensi jika kau mengabaikannya.

Mendadak ia pergi ke jendela,karena ingin melihat langit---apakah hujan akan turun atau tidak?

Sialan. Jihyo buru-buru menarik langkah untuk segera sampai di rumah atasannya yang berada di komplek ternama di distrik Gangnam-gu. Tidak peduli lagi, ia takut---sangat takut akan kehilangan pekerjaannya hanya karena terlambat lagi. Dalam hati, Jihyo membatin agar hujan tidak turun sebelum ia sampai dirumah itu.

***

Jihyo mengimbangi hembusan napas beserta jantungannya.

Rumah mewah bak istana dan terlihat lebih modern kini berada dihadapannya. Netranya masih menilik rumah tersebut, lalu berganti menatap layar ponsel pintarnya.

Rintikan air hujan mulai perlahan membahasi tubuhnya, membuat ia mau tak mau berjalan ke arah pintu masuk.

Tungkainya menuju sebuah kotak persegi---seperti kamera CCTV yang dilengkapi dengan speaker. Tangannya tak tertarik dengan itu, hanya sebuah benda berbunyi yang ia ingin tekan lalu menunggu kepastian.

Siapa? Apa anda sudah membuat janji dengan Presdir Jeon?

"Eh--" Jihyo termangu. Menelisik sekitar mencari pemilik suara itu, tetapi ia tak kunjung menemukannya. Namun, tidak lama terdengar kekehan halus.

Lihat kamera! Di sana ada speaker dan suara yang kau dengar itu bersumber dari sana. Kami pihak sekuriti yang menjaga keamanan, dan ....

Apa anda sudah membuat janji?

Napas Jihyo sedikit tercekat. Buat apa ada kamera dan ini? Oke, Jihyo mengklaim atasannya sudah aneh dan sekarang menjadi sinting.

"Saya Park Jihyo, Sekretaris Presdir Jeon Jungkook."

Hahaha, kau berniat menipu kami, Nona? Kemarin ada lima gadis yang mengaku sebagai Sekretaris Presdir Jeon. Saya sendiri sebagai kepala keamanan semakin bingung. Maksudku, sepertinya kau yang ke-52 gadis yang berkata hal sama selama sepekan ini.

"Apa? Sa-saya benar-benar men--"

Tunjukkan ID Cardmu kalau begitu.

Jihyo mendadak pening sekarang. Buru-buru, ia mengeluarkan ID Card dari dalam tasnya, memperlihatkannya lalu mengalungkannya di leher. "Aku mengatakan sebenarnya--"

Maafkan saya, Nona. Saya mengira anda gadis yang sama. Silahkan masuk dan akan ada maid yang menuntun Nona keruangan Presdir.

Kedua daun pintu yang begitu besar dan menjulang tinggi pun perlahan demi perlahan terbuka. Menampakkan air mancur yang berada ditengah-tengah halaman, bunga berwarna-warni berjajar menuju pintu utama berwarna emas disertai dengan lampu taman yang masih menyala menyinari setiap tapakan.

Sedaritadi Jihyo memilin resleting tasnya---perasaan takut dan kalut mulai menggerogoti tubuhnya. Woah, di mana Park Jihyo yang keras kepala, suka tantangan, ceria dan pembangkang?

"Selamat datang, Nona Park. Perkenalkan, saya Jung YooHae, kepala urusan rumah tangga di mansion ini dan kau bisa memanggilku bibi Jung karena itu memang panggilanku di sini." Seorang wanita paruh baya mempersilahkan Jihyo untuk masuk ke dalam karena hujan yang mulai deras.

Bingung dengan keadaan, Jihyo hanya terdiam lalu mengekori wanita yang kini berjalan entah kemana.

Pintu berwarna emas sudah berada di depannya. Berbeda dengan rumah pada umumnya yang bisa keluar-masuk tanpa hambatan, rumah ini malah sedikit unik.

Yah, menggunakan sensor sidik jari.

"Kau cobalah! Sebutkan nama lengkapmu terlebih dahulu."

Jihyo mengangguk. "Park Ji Hyo." Ia sedikit berteriak.

[Park Ji Hyo | Saved Data]

"Letakkan ibu jarimu dibenda itu." Pinta wanita itu.

Welcome to Mansion Jeon JungKook.

Pintu itu langsung terbuka dengan otomatis. Teruntuk kedua kalinya, gadis bermarga Park ini menganga lebar. "Woah, ini seperti istana saja, tetapi sedikit mengikuti era globalisasi." Tanggapnya.

Bibi Jung tidak terlalu menanggapinya. Ia berjalan terlebih dahulu---menuntun Jihyo menuju tujuannya, karena tadi pagi majikannya memang sudah berpesan kepadanya mengenai hal ini. Sedangkan Jihyo, hanya bisa mengikuti sembari menatap secara detail interior mansion yang benar-benar mewah. Pantas saja, banyak gadis yang ingin masuk di mansion dengan alasan ia adalah seorang sekretaris. Logika juga.

"Itu kamar Presdir Jeon. Jika Nona membutuhkan sesuatu, tidak perlu sungkan untuk memanggil saya. Saya permisi dulu." Bibi Jung kemudian pergi ke suatu ruangan setelah mengatakan hal itu.

Hujan mulai terdengar dari dalam mansion bersamaan dengan apa yang diingatnya sebelum ia ke sini. Karena hal itu, ia mempercepat langkah ke pintu tersebut. Pintu yang berwarna hitam gelap. Bayangkan saja, baru ia berdiri diluar saja, aroma maskulin memabukkan begitu menyengat indranya.

Kenapa dia memiliki aura yang kuat? pikir Jihyo yang bingung ingin mengetuk atau tidak. Namun, sekejap ia memikirkan satu hal. Kenapa ia harus mengetuk pintu kamar atasannya? Maksudnya! Ia memang paham posisinya, tetapi ia juga mengerti bahwa seorang sekretaris juga memiliki batasan terhadap atasannya. Akan tetapi, kali ini?

Namun, baru ia ingin membuang pikiran anehnya, seketika saat tangannya yang hampir mengetuk pintu kayu ukiran itu, tiba-tiba terbuka dengan perlahan menampilkan wajah pria yang terlampau datar.

"Apa yang kau pikirkan?" Ia menyandarkan tangannya dicekalan pintu.

"AKHHHH!!!" Jihyo berteriak sangat keras membuat Jungkook yang datar agak terkejut. Apalagi, saat ini Jihyo berbalik dan menutup kedua matanya.

Jungkook memutar bola matanya dengan malas. Sekretarisnya benar-benar cari mati dengan dirinya. Seolah-olah, ia baru saja melihat hantu?

"Kau pikir aku--"

"Diamlah! Lebih baik Presdir memakai kaos! Cuaca sangat dingin dan akan memengaruhi metabolisme Presdir jika Presdir hanya memakai training hitam saja." Ada raut malu saat ia mengatakan hal ini.

Sumpah demi ibunya, ia belum pernah melihat hal yang dilihatnya sekarang ini, karena memang ia membuat benteng pada pria saat ia masih bangku sekolah. Akan tetapi, atasannya itu benar-benar menghancurkan benteng yang ia buat selama ini.

Detik ini juga, Jungkook ingin tertawa, tetapi ia menahan agar suaranya tidak terdengar. Entah sekretarisnya memang masih polos atau pura-pura, tetapi itu cukup menggemaskan untuknya. Lagipula, Jungkook juga sudah merasa sangat dingin walau penghangat ruangan telah dinyalakan sedari tadi. Ia berbalik dan mengambil kaosnya untuk ia kenakan.

"Apa kau hanya ingin berdiri dan membelakangiku seperti itu? Masuk dan lakukan pekerjaanmu!"

Jihyo masih belum bergeming. "Tapi--"

"Kau berbalik dan lihat! Aku sudah memakai kaos. Jadi sekarang, masuk dan lakukan pekerjaanmu!"

Jihyo berbalik, tetapi kali ini kepalanya dipenuhi dengan pikiran aneh. Maksudnya, kenapa ia harus bekerja di kamar atasannya? Bukankah seorang gadis dan pria tidak boleh berada di dalam satu ruangan yang sama?

"Presdir, ah anu, kenapa tidak dikantor?" ucapnya gugup dan masih di luar kamar.

Jungkook mendesah sembari berjalan ke arah tirai dan berniat untuk menyibakkan tirai gordennya. Suara decitan itu terdengar dan rintikan hujan mulai terekpos.

"Hujan."

Jihyo bingung. Tidak mengerti maksud atasannya. "Hujan?"

"Aku benci hujan."

TBC.

Aku update😉

Jangan lupa tinggalkan jejak agar cerita ini bisa up lagi☺

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top