0.07
Happy reading💜
***
Jungkook menutup pintu sesaat sekretarisnya mencoba masuk untuk menjelaskan dan dirinya yang begitu keras kepala, tidak memedulikan hal itu.
Jungkook mencoba bekerja dengan tenang---kembali dengan dunianya---di mana hanya ada kertas, laptop dan dirinya. Jemari kekarnya mulai menekan papan tombol laptop dengan santai hingga suara deringan telepon kantor menganggu kegiatannya.
Ia menghela napas pelan lalu menekan tombol speakernya. "Katakan! Apa yang kau butuhkan?"
"Jungkook, ini aku! Yunho!"
Sang empu pun hanya berdeham, membuat Yunho yang berada di seberang sana sedikit kesal.
"Kau tahu proyek pembuatan minimarket di Gangseo-gu kan?"
Jungkook langsung menghentikan kegiatannya dan mulai mencerna dengan baik atas ucapan Yunho mengenai proyek perusahannya. "Ya, apa ada masalah dengan proyeknya?"
"Sangat bermasalah. Bahkan kau akan sangat marah jika mengetahuinya, tetapi kau memang ber--"
"Katakan saja! Aku benci dengan seseorang yang berbelit-belit!"
"Baiklah, Tuan Hong yang ditugaskan untuk memegang kendali atas proyek itu ternyata memalsukan data tempat itu. Ia mengatakan itu hanyalah rumah lama yang bisa dibereskan, tetapi nyatanya ia berbohong besar! Tempat yang akan dirobohkan hari ini adalah sebuah panti asuhan yang bernama Panti Asuhan Moonlight yang memiliki kehidupan. Bahkan Tuan Hong sudah membeli tanahnya dengan harga yang tidak sesuai dengan uang yang diberikan. Ia menggelapkan dana perusahaan dan mengatasnamakan perusahaan yang bertanggungjawab atas hal sebesar ini--"
"Kirimkan alamatnya kepadaku! Biarkan aku yang membereskan pria kurang ajar yang mencoba bermain-main denganku!"
"Tentu. Segera kulakukan!"
***
Jungkook pun menarik napas panjang. Jengah atas apa yang dilakukannya hari ini. Ia sebenarnya juga bingung sendiri. Atas dasar apa ia ingin menunggu di bawah terik matahari seorang gadis yang ia cap sebagai pembawa masalah dalam kehidupannya?
Maniknya pun kini menatap arlojinya yang menunjukkan ia yang membuang-buang waktu sialan hanya demi menunggu seseorang. Ia berbalik dan hendak membuka pintu mobilnya, seandainya namanya tidak dilafalkan oleh seseorang dari belakang.
Jungkook menaikkan sebelah alisnya, lantas menutup pintu mobilnya dan menatap Jihyo yang kini berada dihadapannya dengan perasaan campur aduk.
"Presdir, aku benar-benar berterima kasih. Kalau tidak ada Presdir, aku yakin semuanya tidak akan baik-baik saja." Jihyo memilin tasnya. Perasaan eksentrik begitu mengguncang dalam aliran darahnya. Namun, yang ia ucapkan benar-benar tulus.
Jungkook hanya mengangguk dan mengode Jihyo agar masuk ke dalam mobil. Namun, itu malahan membuat Jihyo tidak paham akan kode yang diberikan untuknya.
"Aku? Ada apa, Presdir?"
Pria itu---Jeon Jung Kook tampak menahan gejolak kekesalan yang ingin keluar membludak. Jemari kanannya memijit pelipis yang terasa berdenyut, sebelum ia mengeluarkan apa yang ditahan bibirnya sehingga ia hanya menggunakan bahasa tubuh.
"Masuklah ke dalam mobil. Masih banyak hal yang harus diurus dan kau harus mulai mempelajari banyak hal dari Yoomi untuk menjadi pekerja yang baik." Sejenak Jihyo mencoba memahami tutur kata atasannya.
Jungkook membuka pintu dan masuk dengan tenang ke dalam mobil. Sementara Jihyo? Ia sepertinya suka memandangi mobil---oh ralat! Atasannya hingga tidak berkutik dari tempat dirinya berdiri.
Hingga, di mana suara klakson begitu memekik telinganya, membuat dirinya langsung tersadar. Terlebih, tatapan menyeramkan dari atasannya yang secara langsung menohoknya. Kakinya mencoba menarik langkah panjang, lalu jemari membuka pintu mobil di kursi belakang. Baru hendak mendudukkan dirinya---Jungkook kembali membuka suara dengan nada yang mengintimidasi.
"Aku bukan supirmu, Nona Park Ji Hyo!"
Jihyo menggeleng. "Aa-aku tidak bermaksud--"
"Duduklah di sampingku dan lakukan dengan cepat! Begitu banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan."
Jihyo sontak beranjak dari tempat itu menuju kursi yang berada di samping Jungkook. Setelah itu, Jungkook melajukan mobilnya dengan kecepatan normal ditemani suara radio yang menjadi penghilang kecanggungan di antara mereka berdua.
***
Jungkook menatap lekat putrinya---Moni yang tengah berlatih karate dengan pakaian putih yang melekat di tubuh mungilnya. Ia memang memutuskan agar putri semata wayangnya itu mendapatkan pelajaran bela diri agar sewaktu-waktu bisa menggunakannya untuk berjaga diri saat ia sebagai seorang ayah tidak bisa menjaganya. Jungkook mengerti apa yang ia pikirkan. Ada saatnya putrinya akan pergi meninggalkannya dan ia tinggal menunggu waktu itu tiba.
Tidak lama, ponselnya langsung berdering.
[Sekretaris Park]
Presdir, sejam lagi akan ada pertemuan dengan Dewan Direksi untuk membahas Resort di Busan dan Manila.
Maniknya bergerilya sekilas, lalu mematikannya dan memilih fokus memerhatikan putrinya yang mulai lihai melakukan karate. Ternyata, tiga bulan memberikan Moni les fisik seperti karate tidak membuang waktu serta materi selama ini.
Entah kenapa, melihat hal itu membuat ia menyungging senyum. Putrinya, Monica begitu cantik dan memiliki pesona sendiri, padahal ia masih anak-anak. Sepintas, ia mengingat mendiang istrinya---Kaylie yang sangat ia cintai melebihi dirinya sendiri. Monica begitu mirip dengan Kaylie---seperti duplikat saja.
Mengingat masa lalu, Kaylie begitu merubahnya menjadi seorang pria yang sejati, tetapi kepergiannya karena kecelakaan---tabrak lari---membuat hidupnya sangat berantakan, tetapi ia berusaha seperti biasa-biasa saja jika berhadapan dengan putrinya. Akan tetapi, hal itu malah membuatnya semakin bersalah seumur hidup. Apalagi, pada saat itu, Kaylie sedang mengandung anak kedua mereka.
Matanya pun sontak terpejam erat. Kesalahan itu terus menggerogoti dirinya. Seberapa besar dirinya ingin membuang masa lalu dan mengubahnya, tetap saja, itu sia-sia.
"Dad! Apa Dad baik-baik saja?"
Jungkook langsung tersentak mendengar ucapan putrinya. Ia tersenyum ke arahnya yang mulai mendekat. Tepukan dari jemarinya kepada kursi di samping, membuat Moni mengakhiri langkah dan duduk di tempat itu. Jungkook pun sontak melemparkan botol air ke arah Moni yang langsung ditangkap
Moni tersenyum kecil. "Dad, apa Dad tadi melihatku? Aku bisa mengalahkan temanku, tadi. Ini benar-benar mengagumkan."
Jungkook mengacak rambut sebahu Moni. "Itu baru putri Dad. Untuk hari ini, Moni ingin apa? Dad akan mengabulkannya?"
Terlihat kedua manik Moni yang berbinar. Ini adalah kalimat yang sangat berharga bagi Moni, sebab ayahnya tidak akan menolak apapun dimintanya sekalipun ia meminta mansion mewah.
"Dad janji akan mengabulkannya?"
"Ya, apapun yang Moni minta. Akan Dad kabulkan."
"Benarkah?"
"Monica, katakan saja pada Dad!"
"Aku ingin Mom, Dad. Berikan aku Mom!"
Rahang Jungkook pun mendadak mengeras mendengar permintaan Moni. Entah, kedua matanya tiba-tiba memanas dengan kekesalan yang mulai mendidih, karena percikkan ini. Namun, Jungkook masih menahan apa yang ingin dikeluarkannya, hanya kepalan tangan menandakan ia begitu kesal dan juga marah. Seakan permintaan Moni begitu memancing emosinya.
"Moni, kita pulang sekarang! Bukankah besok kau ada kegiatan di sekolahmu? Dad akan mengantarmu pulang." Jungkook mengalihkan pembicaraan sembari membereskan barang-barang Moni. Masih mengenakan seragam karatenya, Moni hanya bisa pasrah dengan sikap ayahnya. Ada alasan kenapa ia meminta ibu. Moni paham pemikiran orang dewasa. Menikah tidaklah semudah yang dibayangkan, harus ada cinta dan kepercayaan, tetapi Moni memintanya karena Moni ingin ayahnya keluar dari zona kehidupannya selama ini.
Moni tidak bermaksud untuk membuat ayahnya kesal atau marah, tetapi ia hanya ingin membantu dan Moni sangat yakin! Ia pasti satu pemikiran dengan ibunya yang telah meninggal beberapa waktu lalu di alam sana. Ia yakin, ibunya ingin ayahnya bahagia dengan menikah untuk kedua kalinya.
Moni sangat yakin, ayahnya akan kembali merasakan masa-masa bahagia itu dan Moni sangat menantikan hal itu terjadi.
***
Jihyo kesal.
Kenapa harus dirinya?
Kenapa harus dirinya yang menjadi teman dinner atasannya itu?
Ia memang seorang sekretaris, tetapi Jungkook itu punya banyak bawahan yang bisa berada diposisinya.
Seandainya ia punya wewenang, mana mau ia berdandan seperti boneka Annabel untuk menghadiri acara makan malam yang dilakukan untuk bisnis.
Dan bayangkan! Mana ada seorang gadis yang disuruh menjadi pasangan acara dinner kini menunggu di depan restoran mewah seperti orang gembel?
Yah, memang ia yang mengatur segalanya. Tempat, waktu dan segala keperluan makan malam. Akan tetapi, jika ia tahu akhirnya akan seperti ini, boro-boro dirinya ingin melakukannya.
"Aih, mana dia." Jihyo menggerutu dengan kesal sembari melirik arlojinya. Sudah sekitar 30 menit ia menunggu dan atasan semena-mena itu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Acaranya akan segera terlaksana---bisa dihitung, tinggal 10 menit dan yang ditunggu-tunggu belum juga datang.
"Enak saja dia! Aku yang sudah lelah mengurus segalanya, dia malah seenak jidat ingin terlambat. Masalahnya, jika dia terlambat bisa-bisa aku yang akan kena semprot oleh tuan Mike. Apa pria menyebalkan itu tidak bisa memahaminya?"
"Oh! Begitu? Terus yang kau lakukan saat rapat? Apa aku harus bertindak?"
Jihyo mendadak bungkam. Ia tahu pemilik suara ini. Siapa lagi kalau bukan atasannya! Jeon JungKook terhormat. Akan tetapi, tunggu dulu, Jeon Jungkook?
Mata dan mulut Jihyo pun langsung saja membulat sempurna, hingga pria itu kini berdiri dengan lipatan tangan di hadapannya. Tidak lupa wajahnya yang angkuh tidak pernah absen dimata Jihyo.
"Eh--ah, Presd--"
"Kenapa? Di depanku kau terlihat sangat sopan, tetapi di belakang kau ternyata suka menghinaku, ya." Jungkook menatap tidak suka ke arah Jihyo yang memilin tas jinjingnya. Jungkook akui, gadis di depannya ini tampil berbeda hari ini. Dress biru navi dengan lengan pendek serta rambut pendeknya yang diberikan jepitan dikedua sisi rambutnya, setidaknya membuatnya memukau malam ini. Apalagi riasan wajah yang digunakan Jihyo hari ini, tidaklah terlalu tebal. Begitu natural.
"Ah, begini, Presdir! Kau salah paham. Bukan kau yang kumaksud---yah! Akan tetapi, pelayanan restoran ini. Eh, dan kita hampir terlambat. Tuan Mike--" Ucapannya terhenti saat ia hendak berbalik dan high heels yang ia kenakan tidak seimbang dengan tubuhnya. Apalagi, ia yang memang berjalan ke arah adanya lubang yang membuat tubuhnya agak oleng. Namun, Jihyo beruntung, sebab ia tidak terjatuh. Tangan kekar Jungkook menarik lengannya, lalu memegang sisi pinggangnya untuk mendekat kearahnya agar ia tidak jatuh tersungkur.
Manik mereka langsung beradu dalam keheningan. Sangat aneh, saat Jihyo merasakan sentuhan yang agak intim dengan atasannya, begitupun sebaliknya---Jungkook merasakan hal yang sama.
Akan tetapi, keadaannya berbeda. Mereka lebih memilih saling memandang dan mengunci kedua bibir yang ingin berbahasa. Seakan apa yang ada di depan mereka tidak boleh di ganggu untuk beberapa saat.
"Maaf, Nona. Kami sudah melakukan apa yang Nona minta dan beberapa orang telah menunggu Nona di meja yang Nona sudah pesan."
Jungkook melepaskan tangan dari tubuh Jihyo dan memilih merapikan setelan jasnya. Sementara Jihyo, mencoba untuk mencari keseimbangannya sebelum menatap pelayan itu.
"Baik. Terima kasih."
Pelayan restoran itu membungkuk dan menjauh. Mendadak mereka berdua canggung. Namun, Jihyo lebih dominan merasakannya, karena Jungkook tampak sangat santai saja, hingga ia memasuki restoran itu.
"Aish, Ya Tuhan. Kenapa kau membuatku seperti ini?" gumam Jihyo, kemudian menyusul Jungkook yang telah masuk ke dalam sana.
TBC.
Aku update lagi☻
Ini masih pemanasan😂
Semoga terhibur😁
Jangan lupa pollow IGku : Juwitaaa_nrp
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top