I like it
Rosetta duduk di kursi. Hela napasnya keluar sesaat, sebelum kemudian ia menata tumpukan buku di meja. Setelah memperbaiki tatanan meja, Rosetta mengambil salah satu buku mata sosiologi. Sejenak membalik beberapa halaman, ia lalu meletakkan buku dan mulai mencatat di buku tulis miliknya.
Ujian tengah semester baru saja berakhir, dan tersisa beberapa minggu sebelum ujian akhir semester. Rosetta tahu ia terkesan terlalu ambisius dan terlalu serius di mata teman-temannya. Namun ini harus dilakukannya.
Rosetta sudah mendapatkan nilai terbaik seangkatannya. Bahkan 3 semester berturut-turut. Namun ibunya menginginkan peningkatan pada nilainya. Dan Rosetta harus mewujudkan keinginan sangat ibu.
"Oh, kau sedang sibuk?"
Rosetta melirik sesaat kepada orang yang baru datang. Setelah melihat wajahnya, gadis itu lekas duduk tegak.
"Kak Affandra?"
Sang ketua OSIS hanya tersenyum. "Seperti biasa dari seorang Hentraliyono. Orang ambis."
Rosetta tidak tahu harus membalas apa selain anggukan.
"Kupikir UTS barus saja selesai minggu lalu. Kau belajar untuk apa? Apa kau remedial?"
"Of course, no!"
"So what?"
"Untuk UAS."
"Bukannya masih ada tiga bulan lagi?"
"Sudah kurang dari tiga bulan lagi," koreksi Rosetta. "Aku harus meningkatkan nilaiku lebih tinggi."
"Kau nggak capek?"
Rosetta diam sesaat. "Sudah biasa."
"Apa kau tidak puas dengan nilaimu yang sekarang? Mau ditingkatkan sampai mana?"
"Ibuku ingin nilaiku terus meningkat. Tidak boleh ada yang turun. Aku juga tidak boleh membiarkan orang lain mendekati atau bahkan melampaui nilaiku."
Ketika Rosetta menunjukkan nilainya, ibunya memperhatikan bagaimana selisih nilainya dan Azer -- rivalnya -- mulai menipis di beberapa mata pelajaran.
*
"Kalau begitu, bagaimana kalau aku membantumu?"
Rosetta nyaris membeku di tempat. "Apakah tidak apa-apa? Kak Affandra sendiri apa tidak sibuk?"
"Nggak apa-apa. Justru aku sedang sangat luang sekarang."
"Tidak ada tugas OSIS?"
"Sudah beres. Meski belum semuanya, tapi itu bukan masalah besar."
Tampaknya seniornya itu sungguh berniat membantunya.
"Apa tidak masalah? Kak Affandra bisa mengerjakan soal kelas 10?"
Affandra tersenyum sinis. "Kau ingat kan bahwa akulah siswa yang memegang posisi paling tinggi di sekolah? Aku bisa membantu adik kelasku, apapun mata pelajarannya."
Kalimat itu terdengar narsis di telinga Rosetta. Namun ia tak bisa membantah penyataan itu. Rumornya, Affandra Aditya telah mendapat ranking pertama di angkatannya sejak awal sekolah. Hingga kini, lelaki itu belum pernah jatuh dari tahtanya. Bahkan dari seluruh murid, nama Affandra Aditya tetap berada di puncak.
Setelah cukup mempertimbangkan, Rosetta akhirnya menerima tawaran Affandra. Ia menepikan beberapa buku ke sisi lain meja sehingga lelaki itu bisa mendapat ruang. Mereka duduk berhadapan. Sementara buku-buku paket di tempatkan di sisi lain meja, buku tulis beserta alat tulis berada di hadapan Rosetta.
"Oke, kau mau belajar mata pelajaran apa?" tanya Affandra sembari melihat sampul dan judul buku paket.
"Sosiologi dan Pendidikan Kewarganegaraan."
"Oh, pelajaran jurusan IPS. Oke. Tidak ada yang lain?" Affandra kemudian meletakkan buku paket Sosiologi dan Pendidikan Kewarganegaraan di hadapan mereka.
"Tidak ada."
"Bagaimana dengan mata pelajaran jurusan IPA? Kau tidak kesulitan dengan itu?"
Rosetta menggeleng. "Nilaiku sudah bagus untuk kimia, fisika, dan biologi."
"Bagaimana dengan matematika?"
"Yang wajib dan peminatan sama-sama baik."
Affandra tersenyum. "Syukurlah. Aku terkesan, ada murid lain yang sepertinya bisa menduduki ranking teratas selain aku."
Setelah berterima kasih, Affandra langsung memulai sesi belajar.
*
Dua puluh menit telah berlalu. Affandra menjelaskan materi singkat tiap mata pelajaran sebelum memberikan kuis secara acak.
Affandra mengajukan beberapa pertanyaan dan Rosetta harus menjawab berserta menjelaskan alasan jawabannya. Di mata pelajaran PKn, pertanyaan terkait UU Indonesia adalah pertanyaan yang selalu terkena koreksi dan penjelasan ulang. Sedangkan di sosiologi adalah pertanyaan terkait istilah dan peristiwa sosial. Berdasarkan hasil kuis, skor PKn Rosetta lebih tinggi daripada skor sosiologi.
"Pemahamanmu sangat bagus sejauh ini. Aku yakin kau tak akan remedial."
"Aku bahkan tidak pernah remedial."
Kedua mata Affandra membulat. "Oh, really?"
Rosetta mengangguk.
"Hentraliyono memang beda."
"Kak Affandra pernah remedial?" Kali ini giliran Rosetta ayng memulai perbincangan.
"Pernah."
Kali ini giliran Rosetta yang terbelalak. Ia sering mendengar bahwa lelaki itu dipuji dengan nilai terbaik yang selalu didapat. Ia tak pernah menduga bahwa murid terbaik seperti Affandra Aditya pernah remedial.
"Kok bisa?" tanyanya penasaran.
"Aku tidak hadir saat ulangan."
"Kak Affandra sakit?"
"Lebih tepatnya, aku ketiduran dan kesiangan. Lalu aku baru ingat kalau harus ke sekolah untuk ulangan."
Jawaban tersebut membuat Rosetta Hentraliyono bergeming. Ia tak percaya bahwa murid terbaik sekolah tidak hadir saat ulangan karena ketiduran.
"Tidak perlu terkejut begitu. Tidur adalah kebutuhan manusia. Tidur juga banyak manfaatnya. Menambah tinggi badan, misalnya."
Seketika gadis itu tersinggung. Lelaki di hadapannya adalah salah satu murid tertinggi di sekolah dengan tinggi badan 182 cm. Bahkan tingginya melebihi standar tinggi rata-rata pria di Indonesia.
Dibandingkan dengan Affandra, Rosetta sendiri tidak begitu tinggi. Ia tidak suka disebut pendek, tapi ia akui tingginya masih kurang dari remaja seusianya. Terakhir kali ia mengukur tinggi badan setengah tahun lalu, dengan tinggi 146 cm.
Selisihnya terlalu jauh. Rosetta kesal dengan fakta yang ada.
Affandra tertawa kecil. Ia berusaha menutup mulutnya dengan punggung tangan.
"Apa ada yang lucu, Kak Ketos?" tanya Rosetta dengan penekanan di kata terakhir. Masih tersinggung.
"Maaf. Hanya saja wajah seriusmu itu kelihatan lucu. Aku suka."
Alis gadis itu terangkat, dengan mata membulat sedikit. "Apa?"
"Aku suka mukamu. Lucu."
Rosetta seketika termenung. "Maaf, tadi Kak Affandra bilang apa?"
"Aku bilang kamu lucu."
Gadis itu mengernyitkan dahi. "Kenapa tiba-tiba memujiku?"
"Nggak ada. Mau aja, kok."
Rosetta sudah sering dipuji karena kecerdasan dan keterampilannya dalam berbagai bidang. Namun entah kenapa pujian tentang penampilan fisik membuatnya merasa aneh. Terlebih lagi tiba-tiba oleh seseorang seperti Affandra Aditya terasa berbeda. Gadis itu tidak yakin bahwa yang didengarnya adalah sebuah sindiran.
Lekas tangannya menutupi wajahnya. Rosetta bisa merasakan bahwa ia akan tersenyum.
"Aku juga suka badanmu yang mungil itu."
Tuh kan, dia mulai lagi.
"Kau mengejekku," jawab Rosetta segera.
"Apa aku tadi terdengar sedang mengejek?"
Rosetta berniat menjawab tidak, tapi diurungkannya. Ia hanya diam sebagai jawaban pertanyaan Affandra.
"Aku tidak bermaksud menghinamu. Aku mengatakan apa adanya. Maaf jika aku menyinggungmu."
"Aku tahu. Hanya saja Kak Affandra tiba-tiba mengatakannya."
Suasana mendadak sunyi untuk beberapa saat sebelum kemudian Affandra kembali bicara.
"Apa kau tersinggung soal aku yang bicara tentang tidur dan tinggi badan tadi?"
Rosetta memang tersinggung di topik itu. Namun alih-alih menjawab langsung, ia justru mengangkat kedua bahunya.
"Maaf kalau memang iya. Tapi seperti yang kukatakan, aku mengatakan apa adanya. Kau mungkin memang pendek, tapi itu bukan sesuatu yang buruk.
Kau justru terlihat mungil dan lucu. Aku suka penampilanmu yang imut, dan keahlianmu yang superior."
Rosetta bergeming. Ucapan Affandra membuatnya tak bisa berkata-kata.
Bel masuk kelas berbunyi. Membuat Rosetta tersentak.
"Aku duluan, ya. Semangat belajarnya." Affandra tersenyum sambil melambai sebelum pergi.
Rosetta masih diam di tempat. Ia lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia bisa merasakan pipinya memanas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top