Blessing

Seperti kebanyakan anak dari keluarga pelayan, Dylan tidak pernah merayakan ulang tahun dengan mewah. Jika pada umumnya ulang tahun dirayakan dengan kue dan kado serta ucapan selamat, perayaan ulang tahun bagi masyarakat kelas menengah ke bawah sepertinya hanya perlu ucapan selamat dan pesta makan kecil. Dan jika beruntung, akan ada hadiah yang selalu tidak sempat -- atau tidak perlu -- dibungkus cantik.

Namun di ulang tahunnya yang ke-9, anak dari keluarga yang dilayaninya membuatkannya kue ulang tahun. Nona muda yang sering bermain dengannya di kala luang itu datang ke rumah para pelayan, membawakan dirinya kue sambil mengucapkan selamat.

"Dylan! Selamat ulang tahun, ya! Kau belum pernah makan kue kan? Ayo makan kue buatanku ini! Enak lho!"

Pertama kali bagi Dylan Sudarsono mencicipi rasa kue ulang tahun. Pertama kali bagi Dylan Sudarsono mendapat hadiah dari seorang teman.

*

Sudah delapan tahun berlalu sejak ulang tahun terakhirnya dirayakan bersama teman masa kecilnya. Delapan tahun bukanlah waktu yang singkat. Banyak hal yang telah terjadi, termasuk nona muda yang dilayaninya. Namun Dylan masih ingat dengan jelas hari itu.

Sudah memasuki awal bulan September, dan hari ini adalah hari ulang tahunnya. Delapan tahun berlalu, tetapi ingatan itu masih sangat jelas. Seolah baru kemarin dia masih anak yang baru menginjak usia sembilan tahun.

"Dylan."

Ia menoleh ke sumber suara, mendapati Rosetta tengah berjalan menghampirinya.

"Kau melamun?" tanya Rosetta.

Lelaki itu menggaruk pipinya pelan. Ia lalu menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan gadis itu.

"Apa kau sibuk hari ini?"

"Tidak juga. Aku hanya perlu menunggu Nona Angela selesai dengan latihan band-nya."

"Kalau begitu, aku ingin sedikit bantuanmu." Rosetta memperlihatkan dokumen di tangannya.

"Apa itu?"

"Tolong datang ke ruang OSIS setelah jam pelajaran selesai. Dan berikan ini pada Elise." Rosetta menyerahkan dokumen-dokumen di tangannya kepada Dylan.

Dylan memperhatikan dokumen di tangannya sejenak. Ia membuka dan memeriksa isinya. Lalu menutupnya kembali rapat-rapat.

"Tidak biasanya kau meminta bantuanku. Apa OSIS mulai sibuk?" tanya Dylan.

"Bisa dibilang begitu. Aku sekarang harus pergi ke ruangan Pak Kepsek untuk membicarakan beberapa agenda sekolah. Semoga saja beliau belum pulang ke rumah.

"Karena kemungkinan aku akan lama, tolong bawakan berkas ini ke ruang OSIS. Berikan langsung pada Elise."

Dylan terdiam. Sejak tadi pagi, ia tidak bisa berbicara dengan Elisabeth seperti biasa. Dylan mencoba untuk menyapa dan mengobrol, tetapi teman sekelasnya itu seperti sedang menjauhinya. Elise hanya membalas sapaannya, tapi tidak merespon ketika ia berbicara dengannya. Dylan mengira bahwa Elise mungkin mulai sibuk kembali dengan tugas OSIS di pertengahan semester.

Namun, ia jadi ragu ketika melihat Elise selalu berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Berbincang bahkan tertawa bersama mereka.

Mau tidak mau, pikiran tentang dirinya sedang dijauhi melekat di kepalanya. Dylan yakin tak pernah melakukan kesalahan kepada Elise. Baginya, gadis itu terlalu baik untuk memiliki daftar nama orang yang paling dibenci olehnya. Justru ia yakin bahwa ada beberapa orang yang mungkin tidak menyukai Elisabeth.

Jadi apa? Kenapa Elisabeth menjauhinya? Apakah mungkin ada kesalahan yang ia lakukan tanpa sadar? Apa ada sesuatu yang ia lewatkan? Apa ada yang ia tidak perhatikan?

Seketika berbagai pertanyaan timbul dalam benak. Pikirannya mulai terusik. Kecemasan seketika menyeruak dalam pikiran.

"Dylan. Jangan berpikir terlalu banyak." Rosetta menguncangkan bahunya.

Dylan tersentak. Ia lalu menggeleng cepat untuk menghilangkan pikiran yang menganggunya.

"Bernapas. Ikuti aku." Rosetta mempraktikkan teknik pernapasan di hadapannya.

Ia segera mengikuti Rosetta. Setelah melakukan beberapa kali, dadanya mulai terasa lebih ringan.

"Semua baik-baik saja. Apa yang kau pikirkan tidaklah benar."

Dylan mencerna perkataan Rosetta. Kali ini pikirannya mulai tenang. Dylan bersyukur memiliki teman seperti Rosetta yang bisa membantunya menangani pikiran aneh yang mengusiknya.

"Dengar, Elise menunggumu di ruang OSIS. Tapi kau harus tenang. Dia ingin bicara denganmu. Aku jamin kau akan baik-baik saja. Jangan berpikir terlalu banyak."

Ia ingin bertanya, tapi tidak tidak boleh terlalu banyak berpikir. Atau itu akan membuatnya memikirkan hal negatif lain seperti tadi.

Dylan kemudian menunduk sesaat sebelum melangkah pergi. Tangannya memegang erat dokumen, sementara kedua matanya memperhatikan jalan dan sekitar.

Selama perjalan menuju ruang OSIS, Dylan berusaha untuk tetap tenang dengan mendendangkan lagu apapun yang terlintas di kepalanya. Ia akan berhadapan dengan Elise, jadi ia harus tetap tenang. Ia ingin tahu alasan kenapa Elsie terlihat menjauhinya. Ia tidak ingin membuat hubungannya dengan Elise semakin renggang di hari ulang tahunnya.

Begitu tiba di depan ruang OSIS, Dylan menarik napas beberapa jenak, lalu menghelas napas panjang. Ia harus menjernihkan pikiran. Tangan kanannya terangkat, lekas bergerak mengetuk pintu. Setelah menunggu beberapa detik tanpa sahutan di dalam, Dylan kembali mengetuk. Namun tidak ada satupun jawaban dari dalam.

Apakah semuanya sudah pulang?

Tanpa berlama-lama, ia membuka pintu perlahan. Lekas pintu ruang OSIS ia buka.

"Surprise!"

Dylan terlonjak kaget. Ruangan yang diyakininya tadi gelap tiba-tiba menyala, bersamaan dengan sambutan kejutan dari orang-orang.

"Happy birthday, Dylan!"

Dylan bergeming. Tidak berkutik sedikitpun.

Dylan jelas ingat bahwa hari ini ulang tahunnya. Awalnya ia berencana untuk segera pulang karena ibunya ingin membuatkan makanan kesukaannya sebagai perayaan ulang tahunnya.

Ah, dia paham sekarang. Rosetta sengaja memintanya untuk datang ke ruang OSIS untuk membuatnya mendapat kejutan ulang tahun dari teman-temannya. Dengan alasan membawakan dokumen, ia jadi punya alasan untuk datang ke ruang OSIS meski bukan anggota OSIS.

Setelah terdiam beberapa saat, tangan Dylan bergerak menutup mulutnya. Ia terlalu senang sampai ingin tersenyum lebar.

"Kalian baru mulai?"

Dylan menoleh, mendapati Rosetta yang baru saja datang sedang berdiri di dekat pintu ruangan.

Elise mendekati dan menyeret Rosetta untuk ikut masuk ke dalam ruangan. "Rencana kita berhasil. Makasih bantuannya, ya.

Rosetta lalu mengembus napas. "Lain kali, tolong jangan bikin dia overthinking. Tadi dia sampai cemas karena terlalu banyak berpikir. Aku hampir mengira dia bakal kambuh."

Wajah senang mereka seketika berubah menjadi cemas dan merasa bersalah. Elisabeth mengambil inisiatif mendekati Dylan.

"M-maaf. Kami tidak bermaksud membuatmu kepikiran. Aku juga tadi ... sepertinya agak berlebihan."

"Tidak apa-apa. Aku tahu kau tak berniat untuk membuatku khawatir. Awalnya aku pikir aku telah melakukan kesalahan sampai kau tak mau bicara padaku."

Elisabeth menjelaskan padanya alasan kenapa ia menolak berbicara dengan Dylan sejak tadi pagi. Gadis itu sendiri mengaku bahwa ia sendiri takut kelepasan mengungkapkan rencana kejutannya. Ternyata sejak pagi tadi, Elise selalu menggunakan lagu ulang tahun dari 6 vocaloid, "Blessing". Elise  sangat suka lagunya dan berniat menyanyikan versi terjemahannya nanti saat acara kejutan ulang tahunnya. Namun karena terlalu suka, dia sampai sering tak sadar  sedang menggumamkan liriknya. Sehingga gadis itu memutuskan untuk menjauhi Dylan agar kejutannya tidak rusak.

Dylan hanya tertawa mendengar penjelasan Elise. Ia bukan wibu, tapi lagu apapun akan coba ia nikmati. Termasuk lagu vocaloid yang akan dinyanyikan Elise.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, orang-orang menyeret Dylan untuk duduk di kursi. Tom dan Huck menyeretnya duduk di kursi khusus milik Ketua OSIS.

Di atas meja di depannya, ada sebuah kue dua tingkat berbentuk bulat. Sebuah kue ulang tahun yang bertuliskan ucapan selamat ulang tahun.

"Bagaimana menurutmu? Kuenya cantik, kan?" Rahmi meletakkan piring dan garpu di hadapan Dylan.

Dylan mengangguk. Perhatiannya fokus pada motif hiasan kue itu. Seketika mengingatkannya pada kue ulang tahun ketika umurnya delapan tahun. Kue buatan nona muda yang keluarganya layani. Juga nona muda yang menjadi temannya.

"Apa Elise yang membuatnya?" tanya Dylan tiba-tiba.

Elise yang baru saja mengambil mic terbelalak. "Kau tahu darimana?"

Dylan tertawa kecil. "Nebak doang, kok."

Nona muda yang ia layani delapan tahun lalu tetap tidak berubah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top